Kiat Mudah Menulis bagi Fungsional Pranata Humas

siko wiyanto
Pranata Humas Ahli Muda
Konten dari Pengguna
27 Desember 2020 19:33 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari siko wiyanto tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi Menulis (Dokumentasi Pribadi)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Menulis (Dokumentasi Pribadi)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Menulis bukan kemampuan yang dibawa dari lahir. Sebelum menulis pastilah kita belajar membaca terlebih dahulu. Hanya saja di kemudian hari, ada yang suka menulis dan ada yang tidak. Saat SD sampai SMP, kita familiar dengan pelajaran 'mengarang'. Saya sendiri dulunya benci dengan tipe soal seperti ini. Saya lebih suka menjawab pertanyaan pendek dan pasti. Bahkan sampai lulus SMP, saya masih tidak suka dengan menulis. Hal itu berubah sejak saya mulai bisa mengakses internet pada kelas 2 SMA. Saya mendapati banyak artikel di internet dengan bantuan Google. Sejak kuliah, saya sudah mengenal media sosial. Tak hanya itu ada blogspot, multiply, dan notes Facebook memberikan saya kemudahan untuk berbagai tulisan saya. Pertama kali saya membuat tulisan opini di media online pada tahun 2009.
ADVERTISEMENT
Sekarang saya seorang fungsional pranata humas. Pada profesi saya kali ini, menulis merupakan kompetensi wajib. Banyak produk kehumasan yang berupa tulisan entah itu rilis, berita, analisis/kajian, konten narasi, artikel dsb. Bahkan naskah pidato pun bentuknya juga tulisan. Sekali lagi, biasanya seorang humas memiliki kecondongan skill, ada yang lebih ke public speaking, ada pula yang lebih punya keahlian (paling tidak kesukaan) dalam menulis. Saya termasuk humas yang lebih suka menulis.
Menulis pada dasarnya merupakan kepedulian kita terhadap peradaban. Menulis juga hampir tidak ada yang manfaatnya untuk diri sendiri, kecuali kita menulis di buku harian. Menulis sekali lagi bukan bakat atau pengetahuan, melainkan keahlian yang dipupuk dari praktik hari demi hari. Tulisan merupakan penanda zaman. Zaman dikenalnya sejarah ditandai dengan ditemukannya prasasti atau manuskrip. Sementara zaman yang belum dikenalnya tulisan disebut zaman pra sejarah. Sekalipun generasi sudah lewat, lewat tulisan, zaman tersebut dikenal sampai sekarang. Jadi menulislah sebagai bentuk kepedulian kita terhadap peradaban.
ADVERTISEMENT
Ada beberapa hal yang biasanya ditemuai oleh penulis, baik pemula maupun yang sudah memiliki jam terbang tinggi. Pertama adalah cibiran. Tenang, saya sendiri berkali-kali mendapatkannya. Jika tidak ingin dicibir, maka jangan pernah menulis. Biasanya cibiran datang dari orang yang tidak pernah menulis. Penulis sejati pasti paham bagaimana usaha menulis. Menulis sekali lagi bukan untuk kita sendiri. Kita menulis karena kita ingin berkontribusi menyampaikan informasi, pendapat, bahkan solusi atas berbagai permasalahan yang ada. Pada akhirnya apakah tulisan tersebut mau dimanfaatkan atau tidak kembali ke para pemangku kepentingan.
Jangan menganggap tulisan kita sepele. Setiap orang punya pengetahuan, pengalaman, dan sudut pandang masing-masing. Seringkali yang kita anggap sepele merupakan sesuatu yang berharga bagi orang lain. Tulisan saya di blog misalnya pernah jadi inspirasi tesis oleh orang lain. Tulisan saya soal kehumasan, menjadi bahan belajar Seleksi Kompetensi Bidang Calon Pegawai Negeri Sipil formasi Jabatan Fungsional Pranata Humas Ahli Pertama. Banyak tulisan yang awalnya sharing pribadi menjadi jawaban persoalan banyak orang yang mengalami permasalahan yang sama.
ADVERTISEMENT
Kedua mengenai bagaimana cara menulis di awal. Fase pelaksanaan pekerjaan yang paling berat ialah saat memulainya, tak terkecuali dengan menulis. Ada orang yang bahkan membuat naskah dinas saja bolak-balik dihapus dari layar komputernya. Seakan-akan tulisan itu harus pasti benar sejak awal. Itu yang salah. Tidak ada tulisan yang langsung jadi sempurna, adanya tulisan yang terus diedit hingga disempurnakan. Otak kita memiliki dua bagian yakni kreator (otak kanan) dan editor (otak kiri). Saat pertama kali menulis, abaikan dahulu kaidah, bahkan kosongi dulu data. Pertama kali yang keluar saat menulis ialah idenya. Seperti memasang puzzle, akan lebih mudah kalau kita menumpahkannya dahulu daripada memungutnya satu demi satu dari wadah. Percaya atau tidak, rehat sebentar lalu lihat kembali tulisan, biasanya akan ditemukan hal-hal yang akhirnya kita anggap tidak sesuai. Oleh karena itu ada menu “copy”, “cut”, dan “paste”. Jangan ragu untuk memindah kata atau kalimat. Jangan ragu pula untuk menambahkan kata atau informasi. Bahkan tak jarang nantinya kita hapus beberapa kata, kalimat atau paragraf.
ADVERTISEMENT
Ketiga, ide kita itu unik. Kita bisa buat mindmap sebelum menulis yang berisi poin-poin penting yang akan kita tulis. Sekalipun di kesempatan pertama hanya ada satu paragraf. Jangan menyerah, rehat saja sejenak, nanti saat kita kembali berhadapan dengan tulisan, biasanya ide lain untuk melengkapi tulisan tersebut akan datang satu demi satu. Jika perlu ada data atau dukungan pendapat dari para ahli atau referensi lain, pelajari cara pengutipan yang sesuai. Ini sangat penting agar kita tidak dicap sebagai plagiat.
Keempat, beranilah menulis di media baik instansi maupun media massa atau minimal blog pribadi agar tulisan kita semakin banyak yang membacanya. Tulisan kita bisa jadi amal jariyah. Amalan tergantung dari niatnya. Kapan tulisan kita yang sedang dalam proses editing benar-benar siap? Kesiapan tulisan kita yakni pada adanya rasa cukup dan sudah dilakukannya proof reading pada tulisan tersebut. Tulisan yang baik adalah tulisan yang dipublikasikan, bukan tulisan yang terus menerus diedit sehingga menjadi sempurna. Batas kesempurnaan sebuah tulisan kembali juga pada diri kita.
ADVERTISEMENT
Kelima ialah perbanyak referensi. Semakin kita bayak membaca, semakin besar peluang kita untuk menulis. Tempatkan satu folder khusus untuk menampung semau referensi yang kita butuhkan dengan file konsep tulisan yang sedang dikerjakan. Cari referensi yang bermutu dan valid khususnya jika ada data yang membutuhkan akurasi tinggi. Sumber dari wikipedia dan blog tidak disarankan untuk tulisan yang formal atau kepentingan kedinasan.
Fungsional Pranata Humas akan lekat sekali dengan menulis dalam pelaksanaan tugasnya. Kita sudah terbiasa dengan rilis, berita, artikel softnews atau tulisan opini, konten narasi di media sosial, naskah pidato, holding statement, kajian dsb. Bagi pranata humas, sangat disarankan banyak-banyak membaca referensi terkait dengan core business instansinya. Pranata humas harus paham konten kebijakan, tidak harus ahli tapi minimal memahaminya secara baik. Hal itu butuh pembelajaran terus-menerus. Pranata humas harus dapat menyambungkan narasi dengan tujuan komunikasinya. Jika masih belum paham mintalah orang-orang yang ahli di instansi Anda untuk menerangkan. Pranata humas jangan hanya bermain di kulit informasi. Pelru diingat, bahwa humas merupakan ujung tombak kebijakan dan pranata humas salah satu aktor yang memiliki tanggung jawab untuk itu.
ADVERTISEMENT
Siko Dian Sigit Wiyanto Pranata Humas Ahli Pertama Kementerian Keuangan Wakil Ketua I Ikatan Pranata Humas Indonesia
*) Tulisan ini adalah pendapat pribadi penulis, tidak mewakili pendapat instansi tempat penulis bekerja.