Konten dari Pengguna

Pasal 219 UU 17/2023 Lindungi Dokter Muda: Refleksi Kasus Kekerasan di UNSRI

SILFIA DAMAYANTI
Mahasiswa Program Studi D4 Teknologi Laboratorium Medik Fakultas Vokasi Universitas Airlangga
1 Januari 2025 20:16 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari SILFIA DAMAYANTI tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Sumber: Canva.com
zoom-in-whitePerbesar
Sumber: Canva.com
ADVERTISEMENT
Kasus kekerasan terhadap tenaga kesehatan, khususnya mahasiswa kedokteran yang sedang menjalani koas, telah menjadi cerminan dari lemahnya sistem perlindungan hukum dan etika di lingkungan kesehatan Indonesia. Salah satu kasus yang menyita perhatian adalah penganiayaan terhadap seorang dokter koas Universitas Sriwijaya (Unsri), Muhammad Luthfi, yang diserang secara fisik oleh sopir dari salah seorang keluarga mahasiswa lainnya. Kejadian ini tidak hanya mengekspos kekerasan fisik, tetapi juga memperlihatkan dinamika kompleks dalam hubungan antar rekan kerja dan keluarga yang terkait.
ADVERTISEMENT
Kekerasan terhadap tenaga kesehatan, mulai dari ancaman verbal hingga serangan fisik, bukanlah fenomena baru. Menurut data, insiden kekerasan fisik terhadap petugas kesehatan telah meningkat hingga 38%. Situasi ini menjadi lebih mengkhawatirkan karena dokter koas, yang masih dalam tahap pendidikan, sering kali menjadi target kekerasan akibat posisi mereka yang rentan dan kurangnya perlindungan hukum yang efektif.
Kasus Luthfi mencerminkan bagaimana konflik sederhana terkait jadwal kerja dapat meningkat menjadi kekerasan fisik. Hal ini menunjukkan perlunya evaluasi mendalam terhadap sistem komunikasi dan manajemen konflik dalam lingkungan medis. Ketidaksepakatan terkait jadwal jaga, yang seharusnya dapat diselesaikan melalui dialog profesional, justru memuncak menjadi aksi kekerasan yang merugikan semua pihak.
Pasal 219 UU Kesehatan No. 17 Tahun 2023 secara khusus memberikan perlindungan terhadap peserta didik yang memberikan pelayanan kesehatan. Hak-hak utama yang relevan dalam kasus ini meliputi:
ADVERTISEMENT
1. Memperoleh bantuan hukum dalam hal terjadinya sengketa medik selama mengikuti proses pendidikan
Peserta didik yang menghadapi sengketa medik atau insiden kekerasan berhak mendapatkan bantuan hukum yang memadai. Hak ini memastikan bahwa tenaga medis muda terlindungi secara hukum dalam menjalankan tugas mereka.
2. Memperoleh waktu istirahat
Peserta didik berhak mendapatkan waktu istirahat yang cukup untuk menghindari stres berlebihan dan menjaga performa kerja. Konflik terkait jadwal kerja, seperti dalam kasus ini, dapat dicegah dengan pengawasan terhadap hak ini.
3. Mendapatkan jaminan kesehatan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
Peserta didik memiliki akses ke layanan kesehatan yang memadai selama menjalani pelatihan, sehingga mereka terlindungi dari risiko fisik maupun mental yang terkait dengan pekerjaan mereka.
ADVERTISEMENT
4. Mendapat perlindungan dari kekerasan fisik, mental, dan perundungan
Peserta didik berhak terlindungi dari segala bentuk kekerasan, baik fisik maupun mental. Insiden kekerasan dalam kasus ini mencerminkan pelanggaran serius terhadap hak tersebut.
5. Mendapat imbalan jasa pelayanan dari Fasilitas Pelayananan sesuai dengan Kesehatan Kesehatan yang dilakukan
Peserta didik yang memberikan pelayanan kesehatan berhak mendapatkan imbalan jasa yang sesuai, baik secara finansial maupun pengakuan atas kontribusi mereka.
Selain hak, Pasal 219 juga menetapkan kewajiban yang harus dipenuhi oleh tenaga medis muda, termasuk:
1. Menjaga keselamatan Pasien
Peserta didik wajib memastikan keselamatan pasien dalam setiap tindakan medis yang mereka lakukan. Hal ini adalah tanggung jawab utama yang tidak boleh diabaikan.
2. Menghormati, melindungi, dan memenuhi hak Pasien
ADVERTISEMENT
Setiap tindakan medis harus dilakukan dengan menghormati hak pasien, termasuk memberikan informasi yang jelas dan memastikan persetujuan mereka.
3. Menjaga etika profesi dan disiplin praktik Tenaga Medis dan Tenaga Kesehatan
Peserta didik wajib menjalankan tugas sesuai dengan etika profesi dan menjaga kedisiplinan dalam praktik medis, sehingga menciptakan kepercayaan di antara pasien dan rekan kerja.
4. Menjaga etika Fasilitas Pelayanan Kesehatan dan mengikuti tata tertib yang berlaku di penyelenggara pendidikan serta Fasilitas Pelayanan Kesehatan.
Peserta didik harus menaati aturan yang berlaku di institusi pendidikan dan fasilitas kesehatan tempat mereka bertugas. Ketidakpatuhan terhadap aturan ini sering menjadi sumber konflik, seperti yang terlihat dalam kasus ini.
Ada beberapa faktor yang memicu terjadinya kekerasan terhadap dokter koas. Pertama, lemahnya manajemen konflik dalam sistem pendidikan kedokteran. Dalam kasus ini, ketidaksepakatan terkait jadwal kerja seharusnya dapat diselesaikan melalui mekanisme diskusi yang lebih terstruktur dan didukung oleh otoritas akademik.
ADVERTISEMENT
Kedua, kurangnya kesadaran masyarakat tentang peran dan tanggung jawab dokter koas. Banyak yang menganggap mereka sebagai "pelayan" tanpa memahami tekanan dan tanggung jawab yang mereka hadapi. Dalam kasus Luthfi, pihak keluarga mahasiswa lain merasa memiliki kuasa untuk memaksakan kehendaknya, yang berujung pada kekerasan fisik.
Ketiga, budaya hierarki dalam lingkungan kedokteran yang terkadang menempatkan peserta didik pada posisi yang rentan terhadap intimidasi, baik dari senior maupun pihak eksternal.
Untuk mencegah kejadian serupa di masa mendatang, diperlukan pendekatan holistik yang mencakup berbagai aspek, mulai dari edukasi hingga kebijakan institusional.
1. Edukasi tentang Hak dan Kewajiban
Semua pihak yang terlibat dalam sistem pendidikan kedokteran, termasuk mahasiswa, dosen, dan staf rumah sakit, perlu diberikan pemahaman yang mendalam tentang hak dan kewajiban mereka sesuai dengan UU Kesehatan No. 17 Tahun 2023. Hal ini akan menciptakan kesadaran kolektif tentang pentingnya menjaga profesionalisme dan menghormati hak sesama tenaga kesehatan.
ADVERTISEMENT
2. Penguatan Sistem Manajemen Konflik
Institusi pendidikan dan rumah sakit harus menyediakan mekanisme mediasi yang efektif untuk menyelesaikan konflik antar tenaga kesehatan. Sebuah tim mediasi yang terdiri dari pihak netral dapat membantu menyelesaikan ketidaksepakatan sebelum konflik meningkat menjadi kekerasan.
3. Perlindungan Hukum yang Lebih Kuat
Implementasi UU Kesehatan harus diperkuat dengan pengawasan yang ketat dari pihak berwenang. Setiap pelanggaran, terutama yang melibatkan kekerasan fisik, harus ditindak tegas untuk memberikan efek jera.
4. Peningkatan Kesejahteraan Tenaga Kesehatan Muda
Institusi pendidikan dan rumah sakit harus memastikan bahwa mahasiswa koas mendapatkan waktu istirahat yang cukup, dukungan emosional, dan akses ke layanan kesehatan. Selain itu, pengakuan atas kontribusi mereka, baik dalam bentuk finansial maupun non-finansial, sangat penting untuk menjaga motivasi dan kesejahteraan mereka.
ADVERTISEMENT
5. Kampanye Publik
Masyarakat perlu diberikan edukasi tentang pentingnya peran dokter koas dalam sistem pelayanan kesehatan. Kampanye ini dapat membantu mengurangi stigma dan meningkatkan penghargaan terhadap tenaga kesehatan muda.
Kasus kekerasan terhadap dokter koas Universitas Sriwijaya adalah pengingat akan pentingnya perlindungan bagi tenaga kesehatan muda yang sedang menjalani pendidikan dan pelatihan. UU Kesehatan No. 17 Tahun 2023 memberikan landasan hukum yang kuat, tetapi implementasinya masih membutuhkan dukungan dari berbagai pihak.
Pemerintah, institusi pendidikan, rumah sakit, dan masyarakat harus bekerja sama untuk menciptakan lingkungan kerja yang aman dan kondusif bagi tenaga kesehatan. Dengan pendekatan yang holistik dan terintegrasi, kita dapat memastikan bahwa tenaga kesehatan muda tidak hanya terlindungi dari kekerasan tetapi juga dapat menjalankan tugas mereka dengan maksimal demi kesehatan masyarakat Indonesia.
ADVERTISEMENT