Pola Asuh yang Sehat, Manifestasi Karakter Anak yang Kuat!

Silvany Dianita
- Pranata Humas Ahli Muda BPSDM Kemendagri - Psikolog Klinis What words are said is important, but how they are said is often more important.
Konten dari Pengguna
13 Juli 2022 17:29 WIB
·
waktu baca 8 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Silvany Dianita tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Keluarga merupakan satuan unit terkecil dalam sebuah kehidupan bagi setiap individu menjadi sebuah komponen yang utama dalam pembentukan karakter seseorang di kemudian hari. Interaksi yang terjadi di dalamnya memberikan kontribusi yang sehat bila dipupuk sejak dini.
Lingkungan keluarga menjadi unsur yang utama dan pusat pendidikan pertama dari seorang individu sebelum terjun langsung ke lingkungan sosial hingga ke lingkungan bangsa dan negara. Dalam lingkungan keluarga akan menjadi proses pembentukan karakter seorang anak melalui peranan orang tua di dalamnya. Hal yang menjadi kendala di dalamnya adalah ketika orang tua belum memiliki kesiapan mental, fisik, ekonomi, bahkan spiritual dalam menjalani peran dan fungsi keluarga sesungguhnya. Dampak dari hal tersebut tentunya akan memengaruhi pembentukan karakter anak sejak dini sebagai akibat pola pengasuhan yang memiliki hubungan kuat terhadap karakter anak.
Dokumen: Pribadi, Sumber: canva.com
Apa itu pola asuh yang sehat?
ADVERTISEMENT
Pola asuh dapat dimaknai beragam. Jika dilihat dari istilahnya, pola asuh memiliki dua suku kata yaitu pola dan asuh. Istilah pola diartikan sebagai sebuah model, bentuk, sistem dan sebagainya. Sedangkan istilah kata asuh diartikan sebagai membimbing, merawat, mendidik, melatih, dan sebagainya.
Diksi pola asuh dapat menjadi sebuah sistem yang terpola untuk bertanggung jawab dalam membimbing, merawat, mendidik, dan melatih tumbuh kembang seorang anak. Lebih jauh lagi, pemahaman pola asuh dapat juga kita lihat dari Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyatakan bahwa Pendidikan Usia Dini (PAUD) adalah suatu upaya pendidikan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut.
ADVERTISEMENT
Mengutip dari Psikolog Klinis Diana Baumrind, pola asuh memiliki keterkaitan dengan kontrol dari orang tua, yaitu bagaimana orang tua hadir untuk memberikan kontrol, bimbingan, serta memberikan pendampingan bagi anak-anaknya untuk menjalankan tumbuh kembangnya ke depan. Dari pandangan tersebut, perlu dipahami bahwa perkembangan anak yang dimulai dari bayi (toddler) hingga masa dewasa (adult) bukanlah proses yang mudah. Bahkan Hurlock berpendapat bahwa pengasuhan dari orang tua dapat memberikan beragam dampak kepada proses pendewasaannya yaitu dapat memberikan konsep dorongan, menghambat, bahkan cenderung membiarkan.
Dari kedua pendapat tersebut, kita dapat menyimpulkan bahwa betapa pentingnya kehadiran orang tua di tengah-tengah pola kembang mereka bahkan para ahli mengatakan usia 0-5 tahun merupakan masa emas (golden age) yang tidak bisa dianggap sepele. Bayangkan jika tumbuh kembang anak yang perlu dibimbing, didorong, dan dirangsang secara baik oleh orang tuanya memiliki jarak maka dapat diprediksi akan seperti apa generasi suatu bangsa kelak.
ADVERTISEMENT
Gaya Pola Asuh Orang Tua dan Pengaruhnya Terhadap Anak
Setelah memahami konsep pengasuhan, saya rasa perlu juga mengenali ragam bentuk pola asuh. Pola asuh memiliki ragam bentuk, mari kita mengenal sedikitnya terdapat 4 (empat) jenis pola asuh, antara lain:
1. Pola Asuh Otoriter dan Pengaruhnya
Pola asuh yang Otoriter memiliki ciri-ciri antara lain pola asuh yang mendorong anaknya untuk hidup teratur, tingginya kontrol terhadap anak, menuntut anak untuk mampu bertanggung jawab atas perilakunya, dan cenderung memberikan hukuman terhadap pelanggaran aturan dari anak. Sebagai contoh, ketika orang tua menerapkan aturan untuk tidak bermain gawai saat belajar, maka orang tua akan memaksa anak untuk patuh. Sehingga bentuk komunikasi cenderung satu arah. Lantas, bagaimana pengaruh penerapan pola asuh demikian kepada perkembangan anak ?. Anak yang terlahir dari pola asuh orang tua yang cenderung otoriter, mengakibatkan anak cenderung ketergantungan, pasif, kurang memiliki rasa ingin tahu, kurang dapat bersosialisasi dengan lingkungan.
ADVERTISEMENT
2. Pola Asuh Permisif dan Pengaruhnya
Pola asuh permisif memiliki ciri-ciri antara lain, orang tua yang cenderung moderat dan memiliki respons yang rendah terhadap tanggung jawab anak. Anak akan cenderung dimanjakan dengan hal-hal bersifat material, inkonsistensi terhadap penerapan disiplin, mudah mentolerir terhadap perilaku anak dan kurang memonitor terhadap perilakunya. Hal ini menempatkan anak sebagai orang yang dewasa sehingga melonggarkan terhadap aturan yang diterapkan. Pengaruh orang tua yang permisif memberikan dampak bagi anak yang kurang mendukung terhadap pembentukan karakter anak. Anak cenderung sulit membedakan terhadap kebaikan dan kesalahan, tentunya hal ini kurang baik karena anak masih butuh teguran, arahan, sekaligus apresiasi.
3. Pola Asuh Otoritatif dan Pengaruhnya
Pola asuh otoritatif memberikan ciri yang hangat namun tetap memberikan kontrol. Gaya komunikasi dari otoritatif cenderung dua arah dan mendorong anak untuk mandiri, namun tetap memberikan kepercayaan kepada anak untuk mengendalikan perilakunya. Pola asuh yang cenderung mendukung anak untuk mampu bertanggung jawab namun tidak bersikap kasar karena fungsi utamanya adalah komunikasi dan menegaskan sesuatu dengan bimbingan. Pola asuh demikian memposisikan orang tua sebagai pendengar dan sahabat kepada anak. Para ahli cenderung melihat pola asuh ini akan membuat anak lebih fleksibel dan membangun anak untuk tumbuh kembang berdasarkan kemampuannya maupun kekurangannya sesuai dengan kebutuhan.
ADVERTISEMENT
4.Pola Asuh Neglected
Pola asuh neglectful memberikan kencederungan tumbuh kembang anak menjadi buruk sebagai akibat anak tidak memperoleh kasih sayang dan kehangatan yang cukup. Orang tua sama sekali tidak melibatkan diri dan kelekatan emosional yang buruk. Dampak dari pola asuh demikian cenderung mendorong anak menjadi lebih menyimpang di masa remajanya, mengalami kenakalan-kenakalan remaja, dan anak memiliki konsep diri yang rendah.
Pengaruh Pembangunan Karakter
Efektivitas pembangunan karakter anak merupakan sebuah penentu terhadap pembangunan sebuah bangsa. Aspek sumber daya manusia yang diharapkan ke depannya perlu dipupuk sejak anak terlahir ke dunia. Karakter seseorang yang berkualitas atau tidaknya ditentukan dari cari pola asuh orang tuanya. Oleh karenanya, mutu pendidikan anak sudah dimulai dari saat anak usia dini, anak-anak sudah dibentuk sedemikian rupa ibarat seperti kertas putih yang masih sangat polos, akan menjadi berwarna yang baik atau tidak tergantung dari orang terdekatnya, pengalaman hidupnya, budaya, pendidikan, lingkungan sosial dan ekonomi, bahkan kemajuan digital juga memberikan pengaruh yang signifikan.
ADVERTISEMENT
Berdasarkan amanat Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 1 dijelaskan tujuan pendidikan nasional adalah mengembangkan potensi peserta didik untuk memiliki kecerdasan, kepribadian, dan akhlak mulia. Ditambahkan, generasi bangsa dapat menjadi besar dan berkembang dari penanaman nilai-nilai luhur.
Sistem pendidikan turut memberikan kontribusi untuk pembentukan karakter seorang anak terlepas saat ini sistem pendidikan kita masih terus bertransformasi dan beradaptasi sebagai akibat perkembangan zaman yang semakin digital. Tantangannya menjadi semakin lebih besar, anak-anak yang terlahir zaman ini menjadi generasi alpha yang memiliki karakter khas yang kritis, aktif, namun cenderung apatis, dan mudah rapuh. Tentunya, kurikulum pendidikan nasional Indonesia perlu memperhatikan kepada kebutuhan kecerdasan emosionalnya ketimbang melulu keberhasilan anak memiliki nilai bagus pada setiap mata pelajarannya. Kecerdasan lainnya juga perlu didukung dari peningkatan kecerdasan spiritual sebagai faktor pembentukan karakter anak akan memahami nilai-nilai kebenaran dan kebaikan sebagai tolok ukur kebernilaiannya terhadap pembentukan moral, etika, dan budi pekerti.
ADVERTISEMENT
Pembentukan karakter yang baik tentunya menjadi tujuan dan harapan setiap lapisan keluarga, masyarakat, sekolah, berbangsa dan bernegara. Kekuatan karakter setiap orang tentu dapat berkontribusi secara positif bagi kesejahteraannya di masa depan dan memposisikan diri mereka untuk mencegah perilaku yang tidak diharapkan di masa yang akan datang sehingga diharapkan dapat mencapai potensi kebahagiaan. Secara idealnya hal-hal tersebut merupakan harapan yang ingin dicapai.
Namun, untuk dapat membentuknya tentu tidak semudah itu. Hal tersebut perlu didukung oleh beragam faktor, yang dimulai dengan membentuk komponen moralnya, agar seseorang mampu memiliki kemampuan berpikir yang baik untuk pengambilan keputusan yang bijak dan sistematis. Hal kedua, pembentukan karakter melalui komponen kesadaran sosial dan pengelolaan emosi. Pengalaman ini diharapkan agar individu memiliki kemampuan yang baik dalam mengelola emosi yang tepat dan memiliki rasa empati serta kepedulian terhadap sekitarnya. Kekuatan karakter demikian tentu diharapkan dapat memberikan harmonisasi pribadi yang optimal sesuai dengan kebutuhannya. Hal lainnya, adalah komponen rasionalitas. Komponen yang mendorong seseorang untuk berkeyakinan atas batasan-batasan tertentu di luar dirinya dan batasan norma yang dimilikinya. Hal ini jika diasah untuk memampukannya memiliki regulasi kebijakan atas dirinya sendiri maupun orang lain.
ADVERTISEMENT
Akhir Kata
Pengaruh pola asuh memang bukan sebuah teori dan pengalaman yang baru hampir dari kita tentunya telah sering mengetahui ini. Begitu pula dengan penguatan karakter anak. Namun, dengan mencoba kembali untuk mengingatkan kepada kita semua bahwa betapa pentingnya peran orang tua dalam tumbuh kembang anak ke depannya dapat mempersiapkan ia untuk menghadapi masa depannya yang semakin kompetitif, bervariatif, dan penuh dengan tantangan pada masanya.
Kecerdasan intelektual tidak dapat berdiri sendiri, kecerdasan lainnya perlu menopang terhadap pengalaman kecerdasan seseorang sebagai bekal dirinya menghadapi dunia sekitarnya antara lain kecerdasan emosional, kecerdasan spiritual, kecerdasan sosial, kecerdasan interpersonal, kecerdasan intrapersonal, kecerdasan kinestetik, dan kecerdasan-kecerdasan lainnya perlu dipenuhi oleh setiap orang. Dari mana kecerdasan itu berasal, tentunya bukan serta merta muncul begitu saja, banyak faktor yang mendukungnya.
ADVERTISEMENT
Kepada orang tua masa kini, tantangan kita semakin besar dalam membesarkan seorang anak. Apa pun alasan yang kita miliki, anak adalah tanggung jawab yang diberikan dan diizinkan Tuhan. Oleh karenanya, orang tua perlu banyak belajar dan bersedia juga untuk meningkatkan keterampilannya tanpa merasa terdistorsi akan otoritas yang dimilikinya. Anak adalah individu yang menjadi dewasa tentunya perlu memiliki konstruk yang kuat sebagai komposisi yang perlu ia miliki ke depannya.
Kehadiran negara dan lingkungan pun tidak kalah pentingnya dalam pembentukan karakter seorang anak. Dengan menyediakan kurikulum dan lingkungan yang ramah terhadap kebutuhan seorang anak, tentunya capaian sebuah bangsa yang hakiki semoga dapat kita asah sejak dini.