Konten dari Pengguna

Konflik Rusia-Ukraina: Posisi Indonesia Terhadap Ancaman Pangan Dunia

Silvia Jultikasari Febrian
Mahasiswi Hubungan Internasional- Universitas Islam Indonesia
29 Juli 2022 22:01 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Silvia Jultikasari Febrian tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
oleh: Silvia Jultikasari Febrian dan Jalaluddin Rizqi Mulia
https://unsplash.com/photos/RH42NSpy34M
Faktanya dapat dilihat bahwa penyelesaian konflik Rusia-Ukraina hingga kini tampaknya belum menemukan titik terang. Pertempuran yang tiada henti ini menjadi ancaman untuk kedepannya, ditambah dengan adanya ancaman dari presiden Rusia yang menyebutkan bahwa mereka akan tetap melancarkan operasi militer ini. Tentunya, hal ini akan sangat berdampak terhadap berbagai dimensi kehidupan dari kedua negara ini atau bahkan terhadap kehidupan global. Ada sisi yang menarik lainnya yang dapat dilihat dari dampak konflik Rusia-Ukraina yaitu adanya pengaruh terhadap ekspor pangan dari Rusia dan Ukraina yang bersinggungan langsung dengan kepentingan hubungan internasional kedua negara.
ADVERTISEMENT
Selama ini, kedua negara memiliki peran yang penting dalam ekspor pangan secara global. Rusia termasuk negara yang berkontribusi besar terhadap pasokan pupuk dunia. Sedangkan Ukraina, dengan julukannya sebagai breadbasket of Europe (keranjang roti Eropa), merupakan kontributor yang berpengaruh dalam ekspor gandum. Dimana Ukraina dan Rusia adalah pemain besar dalam produksi pangan dunia. Menurut PBB, mereka mewakili 53 persen perdagangan global minyak bunga matahari dan biji-bijian, serta 27 persen gandum. Di Afrika, 25 negara mengimpor lebih dari sepertiga gandum mereka dari Ukraina dan Rusia. Selain itu, Rusia dan Ukraina mengekspor 28 persen pupuk yang terbuat dari nitrogen dan fosfor, serta kalium.
Dengan demikian, kehadiran konflik ini menjadi gangguan dalam proses transaksi ekspor transnasional. Dampak sanksi ekonomi terhadap Rusia (berupa blokade ekspor-impor dan embargo ekonomi) sangat kentara, utamanya bagi negara-negara yang bergantung pada impor produk-produk Rusia. Begitu pula, Ukraina juga mesti memberhentikan ekspor gandum nya akibat konflik yang kian berkecamuk. Dalam hal ini, Organisation for Economic Cooperation and Development (OECD) sampai menyatakan bahwa berbagai kebijakan ini akan berdampak pada kenaikan gandum secara global pada kenaikan harga gandum secara global pada musim 2022/2023.
ADVERTISEMENT
Berbagai pandangan bermunculan terkait pengaruh konflik ini terhadap pasokan pangan dunia ke depannya. Food and Agriculture Organization (FAO), misalnya, memperingatkan akan adanya lonjakan harga kebutuhan pokok yang berpotensi menghadirkan krisis pangan dunia. Pernyataan ini didasari keterangan FAO Food Price Index (FFPI) yang menandai adanya lonjakan harga pangan sebesar 13 persen. OECD juga memperingatkan adanya tantangan yang akan dihadapi pasar menengah ke bawah dengan kenaikan harga pangan dan energi serta penurunan tingkat permintaan di pasar ekspor. Lebih dari itu, konflik ini berdampak pada hilangnya 30% pasokan gandum, 20% pasokan jagung, hingga 70% pasokan bunga matahari di seluruh dunia.
Bagaimana dengan Indonesia?
Dampak terjadinya konflik Rusia-Ukraina terhadap ancaman krisis pangan di Indonesia mungkin tidak memiliki dampak yang begitu besar. Komoditas ekspor terbesar ke Rusia dan Ukraina dari Indonesia adalah CPO (crude palm oil). Hingga saat ini, pangsa ekspor dan impor Indonesia dengan Rusia masing-masing mencapai 0,64%, sedangkan pangsa ekspor dan impor Indonesia dengan Ukraina masing-masing sebesar 0,18% dan 0,53%. Selain itu, sebesar 2,64% dari total total komoditas besi dan baja yang diimpor Indonesia berasal dari Rusia. Sedangkan, impor utama Indonesia dari Ukraina adalah gandum yang mencapai 24,45% dari total impor gandum Indonesia. Meskipun demikian, apabila tidak diantisipasi, krisis pangan di Indonesia dapat saja terjadi.
ADVERTISEMENT
Nyatanya, akibat konflik Rusia-Ukraina yang belum menemukan kata usai, beberapa negara kini melakukan pembatasan ekspor yang bertujuan untuk mengamankan pasokan pangan di negaranya. Hal ini berpengaruh terhadap ancaman pangan global disebabkan ekspor kedua negara yang bersitegang menjadi sendat, sehingga menjadi alasan bagi banyak negara untuk membatasi atau bahkan menutup jumlah ekspor pangan keluar; menjadi potensi ancaman yang berdampak bagi Indonesia. Hal ini selaras dengan yang dinyatakan Direktur Center of Economics and Law Studies (CELIOS), Bhima Yudhistira, bahwa krisis pangan dapat segera terjadi disebabkan sejumlah negara yang melakukan pengamanan pasokan pangannya dengan membatasi ekspor. Tanpa tindakan preventif, kebijakan proteksi dagang tersebut hanya akan meningkatkan angka inflasi sehingga kebijakan yang mengantisipasi hal tersebut mesti segera diambil.
ADVERTISEMENT
Pemerintah sendiri, melalui Kementerian Pertanian (Kementan), tengah menerapkan beberapa strategi dalam pembangunan pertanian guna menghadapi krisis global. Kebijakan yang diterapkan meliputi peningkatan kapasitas produksi hingga peningkatan produksi substitusi impor. Selain itu, terdapat beberapa tindakan yang disarankan para pakar, semisal peningkatan produktivitas lahan, pembukaan lahan baru, hingga proses lobi terhadap negara-negara yang menjadi akses impor pangan.
Sebagai presidensi G20, Indonesia memiliki tanggung jawab moral dalam menyelesaikan konflik. Hal ini berkaitan dengan dasar legalitas kedatangan delegasi Indonesia ke Kyiv dan Moskwa yang berlandaskan cita-cita “melaksanakan ketertiban dunia” sebagaimana tercantum dalam konstitusi. Lebih dari itu, Indonesia pula memiliki catatan sejarah sebagai inisiator Konferensi Asia-Afrika pada 1955 dan Gerakan Non-Blok (GNB) – menciptakan imaji bahwa Indonesia merupakan “jembatan” bagi konflik dunia. Dengan demikian, kunjungan Presiden Joko Widodo pula dinilai sebagai upaya memastikan komitmen kedua pemimpin negara dalam pemulihan ekonomi global yang sudah cukup terpuruk akibat wabah Covid-19, terutama pada sektor pangan dan energi.
ADVERTISEMENT