Kasus Pelecehan Seksual di Industri Pariwisata Indonesia

silvia septyani koswara
mahasiswa magister pariwisata upi
Konten dari Pengguna
18 Mei 2021 17:30 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari silvia septyani koswara tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Foto: kumparan.com
zoom-in-whitePerbesar
Foto: kumparan.com
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Tidak melulu di ranah umum, pelecahan seksual juga terjadi di lingkungan kerja yang menjadi sasaran empuk bagi para pelaku kejahatan seksual tersebut. Ironisnya pelecehan seksual di industri pariwisata sering kali terjadi khususnya di perhotelan dan restoran. Dengan demikian industri pariwisata menjadi tercoreng padahal industri pariwisata merupakan core economy dan penyumbang terbesar devisa terbesar di Indonesia.
ADVERTISEMENT
Pada tahun 2020 lalu sempat viral di kanal Youtube Gritte Agatha tentang korban pelecehan seksual praktik kerja lapangan atau magang di sebuah hotel bintang empat di Jakarta. Korban dari pelecehan seksual tersebut merupakan seorang pekerja magang yang diminta membantu di bagian housekeeping dan laundry. Sedihnya, kejadian traumatis itu bahkan terjadi pada hari kedua magang. Sejak awal korban merasa tidak nyaman dengan sikap seorang karyawan, bahkan merasa was-was setiap kali mereka harus membersihkan kamar hotel Bersama. karyawan tersebuti suka menanyakan hal-hal yg menjurus pada korban sehingga membuatnya tidak nyaman.
Saat hendak kembali ke ruang kantor setelah selesai membersihkan kamar-kamar, korban dan karyawan tersebut berjalan melewati tangga darurat karna lift penuh. Mirisnya, korban justru mengalami pelecehan seksual di sana.
ADVERTISEMENT
Saat bertugas di bagian laundry, dia kerap dilecehkan secara verbal. Suatu hari, dia kembali mendapat perlakuan tidak menyenangkan dari seorang karyawan lain. Namun saat mencoba melindungi diri dengan menepis tangan pelaku, seorang manajer melihat kejadian itu dan meminta korban menemuinya di kantor selepas jam magang selesai. Bukan dibela melainkan korban justru disalahkan. Dia dituduh menggoda karyawan tersebut. Tak berhenti di situ, hari berikutnya dia malah dapat SP 1.
Ketika korban dari pelecehan seksual melaporkan tindakan yang dirasakan itu harus didukung karena pada saat melaporkan seringnya korban merasa terpojokan atau seakan merasa dirinya sedang mempermalukan diri sendiri bukan malah jadi disepelekan. Karena bentuk dari pelaporan tersebut merupakan hal sangat luar biasa yang dilakukan oleh korban pelecehan. Pelecehan seksual bukanlah sesuatu yang bisa diremehkan. Menimbang dari kasus seperti pelecehan seksual seperti itu, seharusnya tempat kerja yang bergerak di bidang pariwisata seperti ini diwajibkan memiliki manajemen dengan sikap toleransi yang kuat dalam menerima laporan tentang pelecehan seksual dalam menetapkan tegas hukum bagi pelaku.
Ilustrasi pelecehan seksual. Foto: Maulana Saputra/kumparan
Kasus tersebut merupakan salah satu kasus dari sekian banyak yang terjadi. Baiknya manajemen memiliki standar hak asasi manusia khususnya bagi karyawan perempuan agar terhindar terjadinya kasus-kasus serupa ke depannya. Pelecehan seksual mungkin dapat dengan mudah dikenali oleh sebagian kecil orang, tapi mungkin bagi orang lain memerlukan waktu yang lebih lama untuk menyadarinya dan memberikan reaksi penolakan. Hal itulah yang menjadikan pelecehan seksual di tempat kerja menjadi begitu berbahaya. Bahkan kemungkinan dari beberapa orang melihat hal kecil dari pelecehan seksual itu hal yang dapat ditoleransi, tetapi bagi sebagian orang lagi hal itu tidak ada toleransi sama sekali. Batasan mengenai pelecehan seksual sering kali abu-abu, sehingga pelecehan seksual yang terjadi sulit ditangani.
ADVERTISEMENT
Di era pandemi seperti ini hampir semua instansi diberlakukan sistem work from home (WFH), tetapi nyatanya tidak menghentikan perilaku pelecehan seksual di dunia kerja dengan cara memanfaatkan kemajuan tekologi yang semestinya digunakan sebagai penunjang pekerjaan, seperti konferensi video dan aplikasi pesan singkat. Sebagai sebuah objek, tempat kerja seharusnya memiliki sistem yang memungkinkan pelecehan seksual dihilangkan. Kasus pelecehan seksual terjadi karena cara pandang merendahkan seseorang atas kekuasaan yang relatif lebih tinggi sehingga menempatkan tubuh perempuan sebagai objeknya.
Padahal, pelecehan seksual akan berdampak besar pada korbannya. Tidak hanya menyebabkan masalah kesehatan mental, tetapi juga berdampak kepada fisik korban. Korban pelecehan seksual dapat memicu gejala depresi dan kecemasan yang baru bagi korban atau dapat memperburuk kondisi sebelumnya. Selain itu dengan terjadinya pelecehan seksual di tempat kerja akan berdampak pada karier jangka panjang korban yang berujung pada kinerja korban dan dapat berpengaruh pada pekerja lain yang menyaksikan pelecehan seksual tersebut turut merasa tidak nyaman yang juga dapat menyebabkan risiko terhadap kesehatan dan keselamatan.
ADVERTISEMENT
Dengan demikian, sering kali sikap keberatan non verbal dari pernyataan ‘tidak’ dari perempuan pun bisa diabaikan, bahkan dilencengkan sebagai ‘ya’ atau sebuah persetujuan. Kasus pelecehan seksual yang marak terjadi pelakunya didominasi oleh atasan atau rekan kerja yang lebih senior. Dan yang menjadi korban sering kali terjadi pada pekerja yang masih berstatuskan pekerja kontrak dan pekerja magang.
Mirisnya, dari sekian banyak kasus pelecehan ini masih saja ada korban yang tidak menyadari bahwa ia sedang menghadapi pelecehan seksual. Padahal pada prisnipnya ketika seseorang merasa tidak nyaman dengan tindakan seksual baik verbal maupun non verbal dari pelaku terhadap dirinya, ia bisa dinyatakan sebagai korban dari pelecehan seksual tersebut. Pelcehan seksual sering dipahami semata-mata terjadi karena hasrat seksual yang tidak terkendali. Apalagi dengan pengalaman korban yang berulang kali dengan malah menyalahkan korban atau sering juga terjadi sebagai guyonan antarkaryawan. Pentingnya untuk meluruskan anggapan tersebut karena tidak ada hal yang nyaman terkait dengan pelecehan seksual.
ADVERTISEMENT
KOMNAS Perempuan pada 5 Maret 2021 kemarin, mencatat terdapat 962 kasus pelecehan seksual sepanjang tahun 2020. Bahkan KOMNAS Perempuan menyebut setiap dua jam sekali setidaknya ada tiga perempuan di Indonesia yang mengalami pelecehan seksual. Cukup memprihatinkan, kini pelecehan seksual tidak hanya terjadi pada perempuan saja tetapi laki-laki juga dapat merasakan hal yang sama. Pelecehan seksual merupakan satu di antara 15 macam dari kekerasan seksual yang dapat dialami oleh siapa saja dan di mana saja.
Bagaimanapun juga Rancangan Undang-Undang Kekerasan Seksual harus segera disahkan agar dapat melindungi hak karyawan dalam segala ancaman tindak pelecehan dan kekerasan seksual.