Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.92.0
Konten dari Pengguna
Maulid Khas Pariaman
20 Juni 2022 2:17 WIB
Tulisan dari Silvia Wulandari tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Setiap daerah pasti memiliki ciri khas dan keunikan masing-masing, baik itu budaya, pakaian, makanan ataupun kegiatan dalam memperingati hari besar. Begitu juga dengan daerah Pariaman di Sumatera Barat. Di daerah ini, peringatan Maulid Nabi diadakan selama dua hari satu malam, yang terdiri dari berbagai kegiatan.
ADVERTISEMENT
Pelaksanaannya tidak selalu bertepatan dengan tanggal yang telah ditetapkan sebagai hari Maulid Nabi. Biasanya dilakukan pada hari kedua belas Rabiul Awal sampai dua bulan setelahnya atau biasa disebut sebagai “bulan lamang”.
Pelaksaannya secara bergantian dari satu surau ke surau lain yang berada di sekitar kampung terdekat. Hal ini bertujuan agar tidak terjadi jadwal yang berdempetan, dikarenakan setiap surau yang melaksanakan Mualid Nabi akan mengundang semua warga sekitar kampung tersebut.
Kegiatan ini akan dimulai dengan proses malamang, karena malamang adalah ciri khas dari Maulid Nabi orang Pariaman. Malamang merupakan kegiatan memasak lamang atau lemang yang terbuat dari ketan putih, kemudian dimasukkan kedalam bambu yang sudah dilapisi oleh daun pisang dan ditambah dengan santan. Proses malamang ini biasanya membutuhkan waktu sekitar kurang lebih empat jam dengan menggunakan kayu bakar.
ADVERTISEMENT
Kegiatan pertama pada malam hari sebelum puncak Maulid Nabi adalah ceramah tentang kisah perjalanan hidup Nabi Muhammad, kemudian setelah jam dua belas malam akan dilanjutkan dengan "badikie sarapal anam"atau berzikir “sarapal anam” sampai siang hari. Tidak hanya itu, pemuda atau remaja masjid dari surau yang berada disekitar kampung tersebut akan membawa “lumbuang” berbentuk miniatur surau yang diisi dengan uang, rokok, permen , buah, dan makanan ringan lainnya.
Lumbuang atau lumbung adalah bangunan penyimpanan padi yang telah dirontokan. Kadang lumbung juga digunakan untuk menyimpan pakan ternak. Namun, pada kasus ini lumbuang digunakan sebagai tempat untuk menyimpan barang yang akan di bawa ke surau.
Kegiatan tersebut biasanya dilakukan timbal balik. Jadi jika ada satu surau yang sedang melaksanakan Maulid Nabi, maka pemuda dari kampung sekitar akan berdatangan membawa lumbuang yang dihias secantik mungkin. Hal ini merupakan bentuk solidaritas dan dukungan antarkampung. Namun, kegiatan ini tidak dapat ditemui di semua daerah di Pariaman. Padang Mardani merupakan salah satu kampung yang melangsungkan kegiatan ini.
ADVERTISEMENT
Pada hari kedua Maulid Nabi, setelah melakukan “dikie” hingga siang, sekitar jam tiga akan dimulai kegiatan “basantok” atau makan bersama di surau. Makanan yang dihidangkan adalah masakan dari ibu-ibu di sekitar surau yang dibawa ke surau dalam bentuk “jamba”.
Jamba sendiri merupakan wadah atau tempat untuk nasi yang diletakkan di atas talam nampan, loyang atau dulang (ada beragam nama untuk menyebutkan istilah ini, di berbagai daerah), yang berisi dua belas bungkus nasi dan lima atau tujuh jenis lauk didalamnya. Pada bagian atas ditutup dengan “tuduang saji” yang terbuat dari rotan kemudian diberi kain yang disebut “aleh lamak”.
Sebelum acara “basantok” dimulai, sekitar jam satu siang akan diadakan acara pengumpulan infaq dan waqaf dari warga yang menerima undangan. Hal yang menjadi ciri khas dari Maulid Nabi masyarakat Pariaman adalah setelah menghantarkan infaq dan waqaf, para tamu undangan akan diberikan lemang sebagai ucapan terimakasih karena telah memenuhi undangan dari surau.
ADVERTISEMENT
Pada saat “basantok” dilakukan, anak-anak yang datang ke surau akan berebutan untuk mengambil nasi Maulid. Hal ini dikarenakan kepercayaan masyarakat setempat, bahwa nasi yang didoakan ketika Maulid Nabi rasanya akan lebih nikmat dari nasi biasa.
Semua kegiatan yang dilakukan selama Maulid Nabi ini tidak terlepas dari nilai budaya masyarakat Minang, terkhususnya orang Pariaman. Tidak hanya itu, kegiatan ini juga merupakan sarana untuk saling berbagi, misalnya ketika ada tamu yang datang ke rumah akan dijamu dengan menyajikan lemang dan juga tapai ketan hitam khas Minang.
(Silvia Wulandari/Politeknim Negeri Jakarta)