Suka-duka Bertemu Idola

Silvia Wulandari
Journalism Student of Polytechnic State Jakarta
Konten dari Pengguna
29 Mei 2022 19:05 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Silvia Wulandari tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi media sosial. Sumber foto: Pexels.com
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi media sosial. Sumber foto: Pexels.com
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Di setiap perjalanan hidup seseorang akan melalui banyak hal. Suka-duka, tangis dan tawa tidak akan pernah terlepas dari tiap individu tersebut. Selalu ada hal tidak terduga yang akan menghampiri diri kita. Namun, tidak pernah terlintas di benakku jika hal yang menghampiri diriku akan berbentuk sebuah penipuan. Selama aku mengenal sosial media dan banyak melihat kasus penipuan melalui media sosial tersebut, tidak pernah terbayangkan bahwa aku akan menjadi salah satu korbannya.
ADVERTISEMENT
Bermula dengan kedatangan grup idola K-Pop kesukaanku ke Indonesia untuk menghadiri festival musik Allo Fest yang diselenggarakan oleh Allo Bank, aku hampir saja menjadi salah satu korban penipuan media sosial di Twitter.
Twitter merupakan media sosial yang sering dan banyak digunakan oleh seorang penggemar K-Pop sepertiku. Seperti hal nya pengguna Twitter lain, aku menggunakan Twitter untuk mendapatkan informasi apa saja baik itu seputar idolaku maupun informasi umum lainnya. Tidak hanya itu, di platform tersebut biasanya juga digunakan untuk proses jual beli barang-barang seputar K-Pop maupun yang digunakan oleh khalayak banyak.
Aku merupakan salah satu contoh yang menggunakan platform tersebut untuk proses jual beli barang K-Pop. Aku biasanya menjual foto-foto atau album grup yang aku ikuti, begitu juga dengan membeli sesuatu yang aku cari. Banyaknya penggemar yang menggunakan Twitter sebagai wadah untuk jual-beli barang, tentu besar kemungkinannya akan ada oknum-oknum nakal yang melakukan penipuan.
ADVERTISEMENT
Seperti halnya yang terjadi pada diriku pada Kamis 19 Mei kemarin, aku hampir saja terkena tipuan tersebut. Berawal dari aku yang tidak mendapatkan tiket untuk menonton festival musik tersebut, akhirnya aku memutuskan untuk mencari orang yang berkenan menjual tiketnya kepadaku. Karena teman-temanku bilang bahwa banyak yang menjual tiket tersebut di Twitter.
Betul adanya banyak yang menawari tiket, namun sayang harga yang tertera tidak sesuai dengan kantongku sebagai mahasiswa. Mereka terlalu banyak mengambil keuntungan. Ada yang menawarkan 5 bahkan hampir 10 kali lipat harga aslinya. Aku tidak mau memberikan uangku untuk orang-orang yang mengambil kesempatan dalam keterdesakan orang lain seperti itu.
Awalnya aku merasa sedikit putus asa karena yang menawarkan dengan harga normal tidak ada yang melirik ku untuk menjadi pemilik tiketnya. Akhirnya aku memutuskan untuk pergi berkunjung ke kantor SM Entertainment yang berada di FX Sudirman bersama temanku untuk menghilangkan rasa kecewaku.
ADVERTISEMENT
Ketika sedang beristirahat aku iseng mengirim cuitan mengenai aku yang masih ingin membeli tiket tersebut. Tidak lama ada yang mengirimkan pesan kepadaku, ia menawarkan tiket bagian ungu tapi dengan harga yang terbilang murah. Tentu saja aku sangat senang, aku rasanya ingin langsung bertemu dengan orang itu.
Namun, kesenganku tidak bertahan lama ketika mengetahui dia tidak bisa bertemu denganku langsung untuk proses jual beli secara langsung. Aku merasa sedikit curiga karena akunnya gembokan, dan ia juga meminta uang muka sebesar dua ratus ribu rupiah terlebih dahulu. Saat itu aku ingin langsung mengiyakan tawarannya meski hatiku sedikit merasa aneh. Karena terus merasa tidak yakin akhirnya aku meminta untuk uang muka dikurangi menjadi seratus ribu rupiah .
ADVERTISEMENT
Dia mengiyakan permintaan ku, kemudian aku meminta nomor yang digunakan untuk dompet digital DANA. Namun yang dikirimkan kepadaku hanya sebuah QR Code. Aku semakin tidak percaya jadinya, dengan menggunakan banyak alasan akhirnya dia memberikan nomor DANA nya. Kemudian aku langsung mencoba untuk mencari namanya di Get Contact, dan benar saja ternyata nomor itu sudah sering digunakan untuk menipu orang serta tag tentang dia sudah dihapus.
Aku sekita jadi kesal dan marah karena orang tidak bertanggung jawab seperti dia. Kemudian dalam keadaan sedikit terbawa emosi aku membuat sebuah cuitan tentang dia yang menipu atau scammer. Awalnya dia tidak menerima aku membuat cuitan seperti itu, dia menyangkal bahwa dia adalah seorang penipu. Aku meminta langsung untuk bertemu dengan dia saat itu untuk membuktikan bahwa dia penipu atau bukan. Tapi dia memiliki banyak alasan untuk tidak bertemu denganku dan menjanjikan akan bertemu besok harinya.
ADVERTISEMENT
Aku sudah tidak lagi memikirkan hal itu. Namun, tidak lama setelah cuitan itu terkirim banyak yang mengirimkan pesan kepadaku dan mengatakan bahwa mereka juga ditawari oleh orang yang sama dengan cara yang sama pula. Ada yang sudah membayar uang muka baru melihat cuitanku, ada yang baru ditawari, dan ada yang sedang melakukan negosiasi. Akhirnya aku menjawab dan menjelaskan semua berdasarkan apa yang aku alami.
Ternyata memang benar dia adalah penipu, karena beberapa yang sudah membayar uang muka langsung di blokir. Kejadian ini terus berlanjut hingga keesokan harinya, semakin malam semakin banyak yang mengirimiku pesan bahwa mereka juga ditawari oleh orang yang sama. Tapi untung mereka melihat cuitanku itu katanya, jadi mereka terselamatkan dari si pelaku.
ADVERTISEMENT
Banyak pelajaran yang dapat aku ambil dari kejadian yang menimpa ku ini. Kita tidak boleh terburu-buru dalam mengambil keputusan, harus mencari tahu dulu apakah ini benar atau tidak.
Jika kamu merasa tidak yakin dengan akun yang menawari kamu sesuatu terutama di Twitter, kamu bisa mengikuti empat cara yang telah aku lakukan. Pertama lihat dan cek akun Twitternya, kedua lakukan pencarian pada nama akun tersebut, ketika sebelum melakukan pembayaran cek terlebih dahulu nomor yang digunakan untuk dompet digital atau nomor rekening yang diberikan, dan terakhir jika jaraknya dekat usahakan untuk pembayaran di tempat saja.
(Silvia Wulandari/Politeknik Negeri Jakarta)