Konten dari Pengguna

Masa Lalu yang Penuh Makna

Singgih Prabowo
Mahasiswa Universitas Islam Negeri Jakarta Fakultas Psikologi
11 Desember 2022 17:48 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Singgih Prabowo tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Aku adalah anak yang bodoh, memiliki IQ rendah, dan pemalas. Ya, itulah yang selalu terbesit dalam benakku, seseorang yang dipandang sebelah mata oleh orang lain.
ADVERTISEMENT
Ketika duduk di bangku sekolah dasar, aku adalah anak yang pemalas, tidak pernah belajar, hanya menghabiskan waktu sehari-hari dengan bermain. Di saat guru-guru lain hanya menyayangi murid-murid yang pintar dan rajin, tetapi entah mengapa guruku pada saat itu begitu sayang dan peduli kepadaku, sampai aku merasa dia adalah ibu kedua bagiku.
Aku diajarkan nya membaca, menulis, berhitung, dengan lemah lembut dan kasih sayang. Sampai aku berpikir, mengapa orang bodoh dan pemalas sepertiku ini masih ada yang menyayangi, masih ada yang peduli, bahkan tidak pernah sekalipun dia marah kepadaku. Disaat teman-teman kelasku cepat menangkap apa yang dijelaskan oleh guru, tetapi aku perlu membutuhkan waktu yang lama untuk memahami itu.
Semua kekurangan yang aku miliki ini berbanding terbalik dengan sepupuku, mereka adalah orang yang pintar, memiliki IQ tinggi, dan rajin. Mereka yang selalu di banggakan oleh saudara-saudara ku. Ketika ada perkumpulan keluarga, aku hanyalah seorang anak yang dipandang sebelah mata.
ADVERTISEMENT
keadaan seperti itu yang membuat ibuku merasa sedih, dan hanya terdiam mendengarkan saudara ku yang membanggakan prestasi sepupuku itu. Setelah kejadian itu, aku selalu diminta belajar oleh ibu, tetapi apa daya, aku yang kala itu masih seorang anak kecil, yang ada dalam pikiranku hanyalah bermain saja, tidak pernah terlintas niat dalam hatiku untuk melakukan belajar.
Ya begitulah gambaran besar ketika aku duduk di bangku sekolah dasar, tidak ada prestasi yang dapat aku banggakan, masa-masa sd hanya dihabiskan dengan bermain. Hingga pada akhirnya, aku tamat sd dengan hasil yang mengecewakan, yaitu berada di peringkat 24 dari 26 siswa.
Di kala tetangga, teman ibuku, dan saudara-saudara ku, membanggakan hasil ujian anak nya yang bagus, disitu ibuku hanya menjadi pendengar saja, karena tidak ada yang dapat di banggakan dari aku.
ADVERTISEMENT
Berakhir lah masa sd, selanjutnya aku naik ke jenjang yang lebih tinggi (SMP). Pada saat itu seluruh siswa sd ingin melanjutkan ke SMP favorit, namun syarat lolos masuk ke sekolah tersebut harus melalui tes seleksi. Aku yang waktu semasa sd tidak pernah belajar, betapa sedihnya tidak di terima di sekolah favorit itu. Betapa malunya aku ketika bertemu dengan teman-teman sekelas, yang bisa dibilang sebagian besar mereka diterima di sekolah favorit tersebut.
Tetapi kejadian ini sangat bermakna bagiku, karena inilah yang membuat hati dan pikiranku terbuka. Aku mulai berpikir bahwa aku harus belajar demi membahagiakan kedua orang tua ku. Aku berjanji kepada diriku sendiri disandingi dengan niat dan tekad yang kuat, “aku belum terlambat, aku harus membahagiakan ibu, inilah saatnya aku membuktikan kepada orang-orang yang memandangku sebelah mata, aku akan buktikan bahwa aku bisa”
ADVERTISEMENT
Singkat cerita, aku pun duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama (SMP). Bahasa kasar nya, bisa dibilang sekolah SMP ku ini adalah tempat murid “buangan” jdi mereka-mereka (termasuk aku) yang tidak diterima di SMP favorit akhirnya sekolah di SMP ini. Saat inilah aku mulai mengorbankan seluruh jiwa dan raga untuk belajar lebih giat, bahkan saat aku bermain dengan teman-teman, di mana dan kapan pun aku selalu membawa buku pelajaran.
Hari demi hari aku lewati dengan penuh semangat, kelas 7, kelas 8, aku habiskan waktu hanya untuk belajar. Hingga pada perjalannya, aku berada di kelas 9 dan sudah di penghujung akhir semester, setelah melewati masa SMP yang panjang, perasaan suka, duka yang aku alami di waktu SMP telah aku lewati dengan baik.
ADVERTISEMENT
Berhubung sekolahku akan mengadakan acara kelulusan di Gedung Serba Guna (GSG) pemerintahan, pihak sekolah memberikan undangan kepada wali murid untuk datang ke tempat tersebut (GSG) dalam rangka acara kelulusan siswa. Kemudian pada saat hari H, bapak dan ibuku datang ke acara tersebut. Ketika acara telah dimulai, betapa kaget nya mereka bahwa aku dipanggil ke atas panggung sebagai penghargaan siswa berprestasi (peringkat 3 besar).
Foto pribadi
Ibuku kala itu menangis tersedu-sedu dengan perasaan bahagia, karena memang dari sejak aku duduk di bangku sekolah dasar, aku tidak pernah sekalipun mendapatkan peringkat 3 besar. Ibu memelukku dan berkata, “dahulu ibu hanya bisa membayangkan, kapan ya kamu disebutkan oleh guru di depan kelas sebagai murid yang masuk kedalam 3 besar, dan sekarang hal itu terjadi nak, ibu bangga sekali”. Lalu aku berkata, “iya bu, ini juga berkat do’a ibu aku bisa seperti ini”
ADVERTISEMENT
Ketika masa SMP, tidak ada dalam satu haripun aku tidak meminta do’a kepada ibu, baik ketika aku berangkat sekolah, mengerjakan tugas, apalagi ketika ujian sekolah, aku selalu memiminta do’a kepada nya. Jadi untuk kamu yang segala urusan nya ingin diberi kemudahan dan kelancaran maka minta do’a lah kepada ibumu.
Setelah menjalani lika-liku masa SMP yang panjang, tibalah aku di penghujung akhir semester, dengan mempersiapkan bekal materi untuk melakukan tes seleksi Sekolah Mengengah Atas (SMA). Berkat kegigihan dan pengorbanan, akhirnya aku diterima di SMA favorit yang di dambakan oleh seluruh siswa SMP.
Perjalanan ku pada masa SMA ini kurang lebih hampir sama dengan masa SMP. Sebagaimana aku selalu mendapatkan peringkat 3 besar setiap kenaikan kelas. Orang tuaku kali ini sudah terbiasa dengan hasil rapor ku yang selalu mendapatkan hasil cukup memuaskan, jadi perasaan mereka sudah biasa saja ketika datang ke sekolah untuk mengambil rapor.
ADVERTISEMENT
Pada masa SMA ini seakan-akan terasa begitu cepat, karena pandemi Covid-19 yang kala itu sedang melanda dunia, sehingga kegiatan belajar pun dilakukan di rumah masing-masing. tetapi semangat belajarku tidak pernah padam, aku tetap giat belajar untuk mendapatkan hasil yang maksimal demi membahagiakan orang tua.
Hari demi hari aku lalui, tak terasa kini aku sudah menginjak kelas 12. Pada saat itu, semua teman-teman kelas ku sedang mempersiapkan diri untuk melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi (Kuliah) aku pun ikut serta dalam seleksi tersebut. Pada seleksi yang pertama, yaitu Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN), seleksi ini hanya menggunakan nilai rapor dari semester 1 sampai dengan semester 5.
Ketika hasil seleksi ini diumumkan secara serentak (se-Indonesia), betapa bangga dan terharunya aku bisa keterima di perguruan tinggi negeri yang berada di Jakarta. Aku tidak percaya dengan ini semua, tidak pernah terbesit dalam benakku, bahwa aku akan menjadi seorang mahasiswa perguruan tinggi negeri. Mengingat masa lalu, aku hanyalah seorang anak yang pemalas, tidak pernah belajar, dan hanya menghabiskan waktu dengan bermain. Namun karena itulah yang membuat aku berpikir, dan menjadikanku seperti saat ini.
ADVERTISEMENT
Imam Syafi’I pernah berkata “Jika engkau tidak resistans terhadap penatnya belajar, maka kamu akan menanggung bahayanya kebodohan.”