Konten dari Pengguna

Sebenarnya Kita Baik-Baik Saja

Sintia Ahla Mulya
Seorang istri dan mahasiswa tugas belajar Manajemen Aset Publik, Politeknik Keuangan Negara STAN
29 Juli 2024 10:45 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Sintia Ahla Mulya tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Senyum dan tawa yang merekah saat bermain ayunan menunjukkan bahwa bahagia itu sederhana, bukan? Foto: pixabay.com
zoom-in-whitePerbesar
Senyum dan tawa yang merekah saat bermain ayunan menunjukkan bahwa bahagia itu sederhana, bukan? Foto: pixabay.com
ADVERTISEMENT
Akhir-akhir ini, dunia sedang disibukkan dengan gemerlap kemewahan dan kesuksesan. Entah hal ini adalah sebuah kebaikan atau keburukan. Mungkin ini hanya masalah persepsi. Ditambah lagi dengan gaya hidup masyarakat yang saat ini telah banyak mengalami transformasi. Penelitian pada Emerald Publishing menunjukkan bahwa teknologi digital mampu mengubah cara kerja, pendidikan, dan hubungan interpersonal seseorang.
ADVERTISEMENT
Di era digital ini, media sosial mengambil peran yang cukup krusial dalam gaya hidup masyarakat. Menurut penelitian yang dilakukan Oxford University, remaja mengalami penurunan kepuasan hidup pada usia-usia tertentu karena penggunaan media sosial yang intens.
Dengan kondisi yang menuntut kita menjadi hebat dan terdepan, ada sebuah rasa yang timbul: insecure. Rasa itu muncul saat kita mulai membandingkan diri kita dengan pencapaian orang lain karena terus melihat update dari teman, keluarga, dan public figure. Dunia menyajikan itu semua secara instan dan konsisten. Padahal, jika kita tidak membandingkan diri, mungkin saja sebenarnya kita baik-baik saja dengan kondisi yang kita miliki.
Terkadang, dunia membawa kita kepada hal-hal yang belum kita punya sampai kita lupa arti rasa syukur.
ADVERTISEMENT

Harta Karun saat Ini: Kesederhanaan & Ketulusan

Rutinitas membuka media sosial sudah menjadi bagian dari hidup. Banyak orang juga memilih hidup menjadi content creator yang bekerja pada media sosial. Banyak dari kita lupa, konten-konten yang ada di media sosial itu bisa jadi telah diatur sedemikian rupa, cenderung mengandung kebohongan, atau mungkin tidak seindah realitanya, seperti teori ilmu komunikasi: Interpersonal Deception Theory (IDT) . Namun, banyak juga konten-konten bermanfaat dan menghibur yang memberikan makna positif dalam hidup kita.
Setiap melihat konten media sosial seorang yang kaya raya, seorang yang meraih banyak prestasi, atau seorang yang memiliki keluarga cemara yang bergelimang harta, pasti terlintas di pikiran kita untuk ingin menjadi seperti mereka. Bukan hal yang jarang, banyak orang mengaku kaya raya, berpura-pura pintar, bahkan memaksakan wajah yang mirip seperti orang lain. Sesungguhnya kepalsuan adalah kesia-siaan.
ADVERTISEMENT
Coba kita renungkan sejenak, apa yang sebenarnya kita cari? Pujian atau kebahagiaan? Reputasi atau rasa tenang?
Jika tujuan kita adalah mencari kebahagiaan dan ketenangan, kuncinya adalah fokus menjadi versi terbaik dari diri kita dan bersyukur dengan apa yang Tuhan berikan. Jika terus berusaha menjadi orang lain, kita akan terus merasa kurang. Hal tersebut yang mengikis rasa kesederhanaan dan ketulusan dalam diri kita. Pramoedya Ananta Toer pernah berkata, "Jarang orang mau mengakui, kesederhanaan adalah kekayaan yang terbesar di dunia ini: suatu karunia alam. Dan yang terpenting diatas segala-galanya ialah keberaniannya. Kesederhanaan adalah kejujuran, dan keberanian adalah ketulusan.”

Bijaklah memilih FOMO-mu

Saat ini, istilah Fear of Missing Out (FOMO) telah sering digunakan masyarakat. FOMO adalah istilah untuk menggambarkan perasaan cemas karena takut tertinggal atas suatu hal. Di era digital saat ini, perasaan takut kurang update atau istilah populernya kudet adalah hal yang lumrah di masyarakat, seperti FOMO makanan baru yang viral, tempat baru yang menarik, pakaian yang sedang menjadi tren, atau olahraga yang sedang diminati masyarakat.
ADVERTISEMENT
Awalnya, diri kita sebenarnya baik-baik saja sebelum adanya tren dan rasa FOMO yang terbentuk pada masyarakat. FOMO itu baik jika membuat diri kita menjadi lebih baik dan sesuai dengan kemampuan kita. FOMO menjadi berdampak negatif jika kita mengikuti tren hanya untuk pengakuan, pujian, atau reputasi. Hal ini menjadi lebih buruk jika dilakukan tidak sesuai kemampuan: berhutang tanpa kemampuan membayar atau memaksa orang lain untuk memenuhi itu untuk kita.
Tidak semua hal bisa kita kendalikan, kendalikanlah apa yang kita bisa. Kita tidak bisa mengendalikan apa yang orang lain akan tunjukkan atau raih tetapi kita bisa mengendalikan diri dengan menata pikiran, hati, dan waktu dalam menyikapi hal tersebut. Bijaklah dalam memilih apa yang akan kita lakukan karena setiap pilihan selalu diikuti dengan konsekuensi dan tanggung jawab.
ADVERTISEMENT

Bersyukurlah

Saat terus menerus melihat orang yang lebih hebat dari kita, perasaan insecure atau rendah diri akan terus timbul. Sesekali lihatlah orang-orang yang tak seberuntung itu untuk hidup layak, bersekolah, atau bahkan untuk memakan sesuap nasi setiap harinya. Rasa syukur akan membuat kita memahami arti menerima dan menikmati. Bersyukur artinya tidak memaksakan apa yang tidak bisa dan menerima takdir yang Tuhan berikan.
Perlu kita ingat bersama, setiap orang memiliki permasalahan dan tantangan hidup masing-masing. Apa yang kita lihat di depan mata mungkin saja hanya satu persen dari cerita yang sebenarnya. Makna syukur itu yang akan membawa keikhlasan dan keikhlasan itu yang akan meniti kita menuju kebahagiaan.

Bahagia itu Sederhana

Lantas, apa itu bahagia? Apakah mempunyai mobil mewah bisa dikatakan bahagia? Mungkin saja iya, setiap orang mempunyai versi bahagianya masing-masing. Bahkan meneguk es teh di bawah teriknya matahari saat jam istirahat bekerja bisa menjadi bahagia bagi seseorang. Bahagia itu tidak bisa dikategorikan atau diukur. Saat senyum masih bisa merekah di bibir kita, saat tawa masih menghiasi ruang keluarga, saat masih bisa menikmati kopi favorit kita bersama sahabat, menandakan bahwa hidup kita bahagia dan bermakna.
ADVERTISEMENT
Walaupun banyak masalah yang harus kita hadapi ke depannya, ingatlah berbagai pengorbanan dan perjuangan yang telah kita lalui di masa lalu dan ternyata kita masih sanggup bertahan hingga kini: kita baik-baik saja.
Pejamkan mata kita sejenak. Bayangkan dan rasakan segala nikmat yang sudah Tuhan berikan kepada kita. Nyatanya, semesta memberi kita lebih dari cukup.