Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Pasar Malam
29 Januari 2021 10:03 WIB
Tulisan dari Halomoan Sirait tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Zaman terus berubah. Tapi manusia selalu membantah kalau mereka pelakunya. Mungkin ada diantara kita. Atau mungkin kita sendiri. Membuang plastik sembarangan. Bermesraan didalam toilet. Atau bahkan mempidanakan guru. Ah, sungguh zaman kian membelenggu akal sehat.
ADVERTISEMENT
Ketika dulu, PMP bak kitab suci, dan aku menjadi santri didalam sekolah pesantren, aku hanya ingat defenisi manusia. Manusia baik dan manusia jahat. Manusia baik akan diselamatkan oleh malaikat, manusia jahat akan digiring iblis merah menyalak. Moral selalu dikaitkan dengan dua pilihan, kitalah yang memilih. Begitulah awal mula dunia dimataku, membuatku bosan karena menimbulkan rasa nyeri karena harus tunduk dengan pengajaran. Apapun tentang sekolah tidak membuatku menjadi pribadi yang banyak bertanya, apalagi banyak tingkah didepan pengajar. Hingga aku menduduki kelas 3, sebuah obrolan dari mulut kemulut mencuri perhatianku.
...
"Rini, kamu udah kepasar malam? " aku menggeleng seadanya. Pasar malam? Seisi kelas selalu membicarakan pasar malam. Teman sebangkuku misalnya, ia selalu membawa gulali dan menyimpannya dilaci meja. Ada juga yang membicarakan komedi putar, lotere, motor pacu dan kelas penuh dengan celotehan mereka saat dibawa orang tuanya ke pasar malam. Aku terkenyit karena aku naif. Aku sangat mengingkannya namun aku tahu tidaklah mudah membujuk orang tuaku memenuhi permintaan seperti teman temanku.
ADVERTISEMENT
"nduk, umi hanya penjual es pepaya. Sedangkan Abi hanya penjual tumbuhan kaktus dipekarangan rumah. Tidak ada manfaatnya mengikuti gaya hidup teman kamu itu." Orang tuaku benar, walau aku sedikit bersedih karena merasa ketinggalan dan dipenjara PMP. Orang tuaku memang hidup dari keluarga sederhana. Rumah kami hanya kayu reyot. Atapnya rumbia. Membeli seng kamipun tak mampu. Penghasilan mereka sudah cukup untuk menghidupiku, putri semata wayangnya. Hingga kadang ketika aku tertidur lelap diantara mereka berdua, aku menyadari mereka memikirkan permintaanku. Pasar malam. "Kasihan Rini toh ma, kitakan juga pernah kecil" setiap malam mereka memang selalu punya kebiasaan mengobrolkan hati dan pikiran Rini. "pa, jangan manjain anak. Belum tentu itu yang dibutuhkan Rini. Lihat sebentar lagi semester baru. Buku tulisnyalah. Pensilnya. Seragamnya saja sepertinya sudah harus beli baru. " aku tidak pernah bermaksud Pa untuk menggunakan penghasilan rumah tangga kita. Kita memang tidak dapat warisan dan hidup kaya raya. Merekapun bercerita panjang lebar soal tetangga mereka yang hidup mewah. Menderita sakit sakitan. Dibawa ketabib tidak sembuh sembuh. Kemudian mati dengan sangat mengerikan. Kecoak kecoak keluar dari tubuhnya. "kena marah eyang.... " Yang penting uang halal dari rezeki yang diatas. Hidup harus hemat saat susah dan banyak bersedekah. Mereka berdua mengobrol hingga larut malam.
ADVERTISEMENT
...
Tapi ketika Rini terbangun dipagi hari, Rini tak mendapati kedua orang tuanya diatas kasur. Sambil mengucek ngucek matanya yang merah, Rini mulai khawatir. Ibu... Ibu... Tak ada jawaban... Rini menjelajah seisi rumah, ia tidak menemukan ibunya. Didapur tidak ada potongan buah pepaya yang biasanya ibu lakukan untuk berdagang. Rini mulai kosong. Dibukanya pintu dan dihampirinya pekarangan pohon kaktus. Ayah... Sahutnya. Juga tidak ada orang dipekarangan itu.
...
Embun pagi begitu menusuk kulit. Nafaspun dapat terlihat seperti kepulan asap. Sebelum matahari bersinar, embun menjadi kesukaan warga untuk keluar rumah. Tapi tak seorangpun terlihat sejauh mata memandang. Rini berjalan dengan merapatkan penghangat tubuhnya lebih erat. Tidak ada tetangga yang menyahut panggilannya. Teman teman sekolahnyapun tidak ada dirumah. Rini meninggalkan rumah dan tanpa sadar ia berjalan terlalu jauh dan melihat pasar malam lain yang menghibur hatinya.
ADVERTISEMENT
...
Kalimantan, 2012