Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Konten dari Pengguna
Kamis, 4 Januari 2018
5 Januari 2018 0:43 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:12 WIB
Tulisan dari Siro Manungso tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Seorang teman memutuskan untuk keluar dari pekerjaannya. Bukan sesuatu yang luar biasa. Toh untuk alasan yang bermacam-macam tiap hari orang keluar dari pekerjaan mereka.
ADVERTISEMENT
Dengan mengukur badan sendiri, ketika mendengar alasan pengunduran dirinya saya bisa mengerti.
Teman ini merasa makin menua. Merasa makin tertinggal di bidang yang ia tekuni. Tidak lagi mampu bersaing dengan mereka-mereka yang lebih muda.
Tetapi saya susah untuk tak menyimpan kekecewaan. Ia keluar dengan meninggalkan banyak persoalan.
Banyak sekali hal yang menjadi tanggung jawabnya belum terselesaikan. Kepergiannya meninggalkan pekerjaan rumah yang luar biasa banyak bagi penggantinya.
Persoalan melebar dan menjadi-jadi karena ia kemudian begitu saja meninggalkan posisinya tanpa melakukan alih tugas selama masa transisi. Plung pergi begitu saja.
Adalah sang pengganti yang menemukan banyak persoalan belum terselesaikan. Bukan hanya persoalan teknis tetapi juga organisasional.
Teman ini seperti meninggalkan ruangan penuh kotoran dan orang lain yang harus kemudian melakukan bersih-bersih.
ADVERTISEMENT
Saya tidak mengerti bagaimana perasaan teman dengan semua ini. Saya belum menanyakan. Mungkin saya juga tidak akan pernah menanyakan.
Saya hanya bisa mengatakan pada diri saya sendiri, ‘’Tanggung jawab memang merupakan persoalan pelik. Tetapi bukankah ukuran kita sebagai manusia, salah satunya adalah ketika dibebani tanggung jawab kita menuntaskannya. Bukankah tanggung jawab adalah sebuah utang? Wajib lunas hukumnya.’’