Seni Gaya Hidup Frugal

Fransisca Ripert
Ibu rumah tangga, penulis, penikmat sejarah, tinggal di Kota Arles, Prancis.
Konten dari Pengguna
12 Februari 2023 17:21 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Fransisca Ripert tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Menjalani gaya hidup frugal dimulai dari rumah. (Foto: Dokumentasi pribadi Fransisca Ripert)
zoom-in-whitePerbesar
Menjalani gaya hidup frugal dimulai dari rumah. (Foto: Dokumentasi pribadi Fransisca Ripert)
ADVERTISEMENT
Beberapa pengamat mengatakan 2023 adalah tahun yang berat. Pandemi corona yang masih masih mengintai dari Tiongkok dan perang Rusia-Ukraina yang tak kunjung reda membuat perekonomian dunia makin tidak menentu.
ADVERTISEMENT
Untuk Indonesia, jangan abaikan juga peringatan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mengenai banjir, kebakaran hutan, gempa, serta tsunami yang akan lebih sering terjadi pada tahun kelinci air ini.
Di saat seperti ini, penganut gaya hidup frugal makin banyak. Frugal maksudnya hemat, irit, atau sederhana. Sedangkan hidup frugal (frugal living) adalah seni gaya hidup yang bijak dalam mengkonsumsi makanan, uang, maupun waktu.
Sedikit berbeda dengan gaya minimalis yang berfokus pada objek bendawi, hidup frugal mempertimbangkan segala aspek, termasuk keberlanjutan Bumi.

Bukan Tren Baru

Sejak pandemi Covid-19 dan serangan Rusia pada 24 Februari 2022, kebutuhan mendasar seperti terigu, minyak goreng, dan bensin sulit diperoleh di Prancis. Maklum, Prancis cukup dekat dengan lokasi perang.
ADVERTISEMENT
Setiap hari, sosialisasi penghematan makin gencar dilakukan pemerintah melalui media cetak dan elektronik. Bahkan, reparasi barang-barang elektronik juga diterapkan. Pendeknya, gaya hidup frugal kian terasa.
Padahal, saat ini, negara-negara subtropis sedang memasuki musim dingin. Bisa dibayangkan betapa menyiksanya ketika gas untuk memanaskan air, menghangatkan ruangan, serta memasak harus dibatasi.
Sebagian warga bahkan mulai membeli kayu bakar. Fenomena ini mengingatkan kita akan cara penghuni tanah Eropa, seperti Cro Magnon atau Manusia Neanderthal, saat berjibaku melawan bekunya cuaca.
Ya, hidup frugal sejatinya bukanlah fenomena kekinian. Sebab, manusia-manusia purba pun telah melakukannya puluhan milenium silam. Bukan hanya untuk bertahan hidup dari cuaca dan hewan buas, melainkan juga untuk bersaing dengan homo sapiens.
ADVERTISEMENT
Dalam konteks kepercayaan, hidup frugal pun bukan konsep yang asing. Pemuka agama kerap mengingatkan kita untuk berhemat demi masa depan. Kita dianjurkan menabung amal dan ibadah demi meraih surga. Soal duniawi, agama pun melarang kita berfoya-foya dan mubazir.
Sikap tenang dan tawakal ini mirip dengan ajaran stoikisme yang berkembang sejak abad ketiga sebelum Masehi di Yunani kuno. Mazhab filsafat yang dipelopori oleh Zeno dari Citium ini mengajak kita untuk lebih mampu mengendalikan diri dan tidak mudah terganggu oleh hal-hal eksternal yang negatif.
Ajarannya masih relevan hingga hari ini: jangan terpengaruh oleh opini buruk orang lain, jangan takut diabaikan orang lain, dan tidak perlu menyuburkan fear of missing out (FOMO) alias budaya “tak mau kalah/ketinggalan” dalam diri kita.
ADVERTISEMENT

Dalam Kehidupan Modern

Hemat dalam konsep frugal living lebih kompleks dari sekadar urusan ekonomi. Teknik-teknik umumnya seperti menjauhi pemborosan, jebakan marketing, iklan manipulatif, hustle culture (hidup serba terburu-buru dalam iklim materialistis yang sangat kompetitif), dan sebagainya.
Sementara banyak orang pindah ke kota besar untuk mengincar pekerjaan bergaji tinggi, seorang frugalis akan bertanya-tanya, Berapa harga makanan di kota besar? Berapa biaya sewa/beli rumahnya? Seberapa dekat dengan tempat kerjaku? Berapa biaya transportasinya?
Apakah kesehatan mental akan baik-baik saja bila setiap hari harus menghadapi kemacetan, polusi, lingkungan kerja yang saling sikut? Dengan cara hidup serba terburu-buru begitu, bisakah aku membangun keluarga yang normal?
Berikutnya, ia akan membandingkan gaji di kotanya yang kecil (tetapi penuh ketenangan) dan gaji tinggi di kota besar yang penuh pengorbanan itu. Sebandingkah? Kalau kurang-lebih sama, mengapa susah-susah pindah ke kota besar?
ADVERTISEMENT
Ini seperti seorang perokok yang mengatakan bisa tetap sehat dengan terapi oksigen. Seorang frugalis akan lebih berpikir praktis, kenapa tidak sekalian berhenti merokok saja? Irit uang, hemat waktu, bahkan mengurangi polusi!
Hidup frugal memang juga didasari oleh semangat untuk membangun bumi yang berkelanjutan. Hal-hal kecil yang dapat dilakukan, contohnya, memilih pakaian minim bahan poliester untuk mengurangi limbah tekstil, belanja dengan membawa tas sendiri untuk mengurangi sampah plastik, atau membiasakan jalan kaki untuk tujuan-tujuan dekat.
Bukan hanya untuk individu, banyak juga perusahaan yang mengadopsi konsep frugal untuk mengurangi pengeluaran. Sebelum era COVID-19, saat musim panas dan El-Nino, alih-alih menyalakan pendingin ruangan, beberapa perusahaan di Prancis menganjurkan pegawainya tidak mengenakan jas.
ADVERTISEMENT
Saat musim dingin, alih-alih menyalakan banyak pemanas ruangan, para karyawan diminta bekerja dalam satu ruangan dan menghasilkan panas alami dari karbondioksida pernafasan.
Jauh sebelum terjadi krisis pangan dan energi akibat perang, pemerintah Prancis pun “memaksa” supermarket-supermarket berhenti membuang makanan yang tak terjual. Misalnya, sebelum masa kedaluwarsa makanan berakhir, beragam bahan pangan diberi diskon khusus.
Lalu, untuk mendukung program antilimbah, pemerintah juga membolehkan rumah makan membungkuskan makanan yang tidak dihabiskan oleh pelanggan untuk dibawa pulang (kebijakan anti-gaspillage). Hal ini menjawab temuan Organisasi Pangan dan Pertanian di PBB (FAO), bahwa sepertiga produksi pangan dunia, atau 1,3 miliar ton per tahun, terbuang sia-sia.
Di sisi transportasi, penganut hidup frugal di seluruh belahan dunia sudah dan sedang memanfaatkan transportasi massal yang murah. Begitu pula untuk jasa ekspedisi. Pergeseran kebiasaan belanja warga dari mal ke lokapasar secara daring memunculkan fasilitas bebas ongkir yang didukung oleh banyak pemain besar jasa pengiriman.
ADVERTISEMENT

Hemat dan Cermat

Dalam menjalankan gaya hidup frugal, kita selalu fokus pada nilai produk atau aktivitasnya untuk sekarang maupun ke depannya. Jadi selain hemat, kita juga dituntut cermat.
Taruhlah ada ponsel mahal dan murah. Layanan purnajual ponsel murah biasanya parah. Ponselnya sendiri tidak awet. Dalam setahun, sudah serbalemot. Dalam hal ini, seorang frugal justru takkan memilih ponsel murah. Sebab, ia tahu, membeli barang murah justru membuat tekor ke depannya. Bahkan berpotensi mempercepat timbunan sampah elektronik, karena daur hidup produk itu jauh lebih singkat.
Di titik inilah, hidup frugal mengajarkan kita untuk tidak asal hemat, pelit, atau tidak mau keluar uang. Kecermatan sangat dibutuhkan. Bagaimanapun, jika dilakukan dengan benar, hidup frugal bukan hanya akan membuat dompet kita tersenyum. Planet ini pun niscaya ikut berterima kasih kepada kita.
ADVERTISEMENT