Konten dari Pengguna

ART IDOL (Bab 2)

Fransisca Susanti
Hai, nama panggilanku Sisca. Aku lulusan Teknik Kimia Universitas Jenderal Achmad Yani dan master graduate Manajemen Bisnis SB IPB. Sekarang kerja sebagai translator dan kolabarasi blog. Hobby-ku mengarang. Salam kenal.
15 November 2024 22:59 WIB
·
waktu baca 7 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Fransisca Susanti tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Sinopsis:
Elizabeth Goldspencer alias Liza, harus mengalami kenyataan pahit. Ayahnya, Erick Goldspencer yang seorang CEO alat olahraga mengalami kebangkrutan akibat kecanduan slot judi. Ia pun kabur ke tanah kelahirannya, Amerika Serikat tanpa mempedulikan nasib istri dan anak gadis semata wayangnya. Eliana Goldspencer yang masih jelita dalam usianya yang menginjak 35 tahun pun segera menikah lagi dengan teman SMU-nya, Andara Setiawan. Karena ia sangat membenci Erick Goldspencer, ia tak mau menerima Liza. Sang anak tiri pun harus hidup mandiri.
ADVERTISEMENT
Dengan rekomendasi dari sang ayah tiri, Liza pun bekerja sebagai ART di rumah indah milik Andrew Juana (Andy), CEO muda berusia 27 tahun yang merupakan jenius IT. Ia yang biasa hidup mewah, harus merasakan suka duka menjadi ART. Tak hanya sikap Andy yang sedingin es yang harus ia hadapi, melainkan Bu Juana, sang sosialita gaek yang tahu benar cara menindas si ART amatiran.
Liza terkenal sebagai ART idol di lingkungan Nirvana, perumahan elit tersebut. Tak hanya cantik jelita, ia pun sangat modis persis KIdol. Tentu saja Liza merupakan ancaman berat bagi para emak-emak bersuami.
Sumber gambar: pixabay.com.
Bab 2
“Liza, kau bisa menjelaskan hal ini?” Tanya Bu Juana dengan nada datar. Ia menelengkan kepalanya ke tumpukan kardus yang luar biasa banyak di teras rumah.
ADVERTISEMENT
“Ada apa, Bu…eh, Kak Alya?” Tanya Liza dengan bingung sembari mengelap kedua tangannya yang basah ke celemek katun tartannya. Ia baru saja membuat strawberry chewy cookies, kue favorit sang majikan utama, Andy. Lidah Liza masih terasa kaku jika memanggil ibu majikannya tersebut dengan panggilan Kak Alya. Tapi perintah adalah perintah. Dan perintah Kak Alya sebagai komandan tertinggi kedua patut dilaksanakan ART amatir seperti Liza. SIAP!
Bu Juana menyipitkan mata ketika menatap Liza yang tampak tak berdosa. Siapa tahu gadis ini memiliki dua kepribadian.
“Coba Pak Kurir yang berbicara,” ujar Bu Juana sembari memijat pelipisnya. Ia membalikkan tubuh dan meninggalkan Liza dengan sang kurir. Kepalanya yang pening menuntut untuk segera tidur siang.
ADVERTISEMENT
“Saya, Dimas, kurir Cinta Express yang bertugas mengantarkan seluruh pesanan ini. Silakan Nona Liza menandatangani surat tanda terima paket dan juga membayar produk senilai 20 juta Rupiah.”
“Maaf, saya tak memesan produk apa pun. Apa isi seluruh paket ini?”
“Pakaian. Ini sistem Cash On Delivery (COD). Jadi, Nona harus membayarnya sekarang juga.”
Liza menekuk wajahnya. “Saya tak peduli. Sudah saya katakan itu semuanya bukan paket saya. Kok Bapak maksa, sih?”
“Aduh! Ini masalah besar,” gerutu Pak Dimas. Ia menepuk jidatnya dengan gemas.
Liza pun menggunakan senjata andalannya yang sudah diakui keefektifannya selama jutaan tahun. Air mata.
“Bapak tak iba dengan saya? Mana mungkin saya sanggup membayar seluruh pesanan ini? Saya ini hanya seorang ART. Masa kerja saya saja baru seminggu. Bapak saya bangkrut. Ibu saya menikah lagi tanpa mempedulikan nasib saya.”
ADVERTISEMENT
Liza tampil begitu menyedihkan seperti ekspresi selir Joseon yang dianiaya istri pertama. Wajahnya semurung bunga mawar yang terkena hujan badai. Bahkan, ia sengaja membuat bibir mungilnya bergetar. Orangtuanya pasti bangga jika melihat akting putri tunggal mereka yang tak kalah dengan artis Hollywood.
Tak urung sebersit rasa iba hadir dalam benak Pak Dimas. Tapi ia mengeraskan hati. Ia benci mengurus prosedur pengembalian seluruh barang ini. Salah atau tidak salah, bukan itu hal yang utama dalam masalah ini. Pasti Pak Odang, suvervisornya yang super bawel seperti ikan bawal kerasukan ikan hiu, akan mencecar Pak Dimas habis-habisan. Ia sungguh tak memiliki energi untuk menghadapi dakwaan atasannya itu. “Hey, mau bayar atau tidak? Nona hendak mempermainkan saya, ya? Wajah Nona cantik, tapi tukang tipu. Saya akan laporkan Nona ke polisi.” Ia sengaja menakut-nakuti gadis jelita ini. Memangnya ia bodoh? Mana mungkin gadis rupawan dengan penampilan serapi ini merupakan ART.
ADVERTISEMENT
“Bapak mengancam saya? Sudah jelas ini orderan fiktif. Kemarin saja ada orderan fiktif makanan. Seharusnya, pesanan sebanyak dan semahal ini tak bisa COD begitu saja. Saya juga tak mengerti mengapa ada orang iseng yang memesan seluruh orderan ini atas nama saya,” isak Liza. Ia sengaja mengeraskan tangisannya. HUWE!
“Itu bukan urusan saya,” balas Pak Kurir tak ramah. Ia sungguh gusar harus menghadapi masalah pengiriman ini. Padahal masih banyak paket lain yang harus ia kirimkan.
“Seharusnya, Bapak menyelidiki siapa yang membuat orderan fiktif. Bukan menekan saya terus-menerus. Jika berbuat jahat seperti ini, apa Bapak mau mendapat karma menjadi ikan teri di kehidupan Bapak selanjutnya?” Rajuk Liza. Ia sungguh sebal dengan kekeraskepalaan kurir berusia setengah baya ini.
ADVERTISEMENT
Bu Juana yang tak bisa tidur karena mendengar bisingnya perdebatan tersebut, kembali melangkahkan kaki ke teras. “Pak, sudah jelas ini orderan fiktif. Mengapa Bapak terus mempermasalahkannya?”
“Bagaimana saya harus menjelaskan hal ini pada supervisor saya?”
“Mengapa harus cemas? Ini kan bukan kesalahan baik dari diri saya maupun Bapak,” sahut Liza agak gusar karena sikap Pak Kurir yang bertele-tele.
“Kau pasti terlibat pinjaman online atau pun slot judi sehingga kau diteror orderan fiktif seperti ini,” tuduh Pak Kurir. Matanya berapi-api seolah sanggup membakar sekujur tubuh Liza. Ia pun menoleh pada Bu Juana dan bergumam, “Seharusnya, ia dipecat saja…”
“Fitnah. Saya tak pernah terlibat hal seperti itu. Untuk apa? Semua kebutuhan saya sudah tercukupi dengan bekerja di sini,” seru Liza dengan penuh gusar. Hilang sudah aktingnya untuk tampil selembut gulali. Ia merasa Bu Juana pasti akan membela dirinya seperti saat kasus orderan fiktif ayam geprek.
ADVERTISEMENT
Bu Juana membaca teliti daftar paket yang seluruhnya atas nama Elizabeth Goldspencer. Seluruhnya ialah pakaian. “Liza, ada yang janggal di sini.”
Liza mengangkat alisnya penuh tanda tanya. “Maksudnya?”
“Seluruh gaun, kemeja, dan celana panjang ini dipesan dengan ukuranmu, yaitu ukuran M.”
Liza mulai menangis lagi. Kali ini air mata sungguhan. Ia mulai panik. “Kak Alya, sungguh bukan saya yang memesannya. Ini bukan brand pakaian yang saya biasa pakai.”
Bu Juana menghela napas. Ia memandang tajam pada kedua mata Liza yang berbentuk almond. “Kau yakin?”
Liza mengangguk. Ia memasang tampang super memelas. Tak lupa ia mengangkat tangan kanannya tinggi-tinggi sebagai tanda bersumpah. “Sumpah mati…Eh, jangan, sumpah hidup!”
“Hey, Liza. Gaya sumpah apa seperti itu? Kau pasti baru menonton film militer. Lagipula tak baik mudah bersumpah. Apalagi mengacungkan tanganmu seperti itu. Bau keringatmu bercampur adonan cookies tercium. Sungguh mencemari udara,” desah Bu Juana. Ia menjengitkan hidungnya yang sesempurna hidung Cleopatra.
ADVERTISEMENT
Otomatis Liza mengendus kedua ketiaknya. Ugh, aroma kecut bercampur amis telur ini efektif untuk menghilangkan selera makan para penderita obesitas. Seharusnya, ia mempatenkan aroma unik ini dan menjualnya pada perusahaan farmasi.
Bu Juana jadi meragukan pilihan anaknya, Andy, untuk menerima Liza sebagai ART. Gadis dengan kulit sehalus krim stroberi ini memang cantik dan imut, sesuai dengan kriteria Bu Juana yang diam-diam mendambakan anak perempuan. Keinginan terpendam tersebut tak pernah terlaksana karena Pak Juana meninggal dunia dalam usia 40 tahun akibat tekanan darah tinggi. Pak Juana makan hati karena Bu Juana selalu dikejar banyak pria karena keelokan parasnya. Setelah tiadanya sang suami, Bu Juana berhasil mengembangkan usaha properti milik Almarhum. Selain menyalurkan kecanduannya akan dunia fashion, menjadi sosialita juga merupakan ajang untuk mengembangkan relasi dan network.
ADVERTISEMENT
Baru seminggu Liza bekerja sebagai ART di rumah ini, sudah 2 kali Bu Juana harus menangani masalah orderan fiktif. Bagaimana jika ada ketiga kali, keempat kali, keseratus kali, dan seterusnya. Bu Juana bisa ternak uban akibat 4 huruf, yaitu L-I-Z-A. Padahal ia paling benci jika terlihat tua. Ya, ia memang sudah berusia 60 tahun. Tapi, tampak muda membuat dirinya bersemangat menjalani rutinitas hidup. Dan jika mau jujur, siapa perempuan yang tak ingin tampil muda?
“Saya akan adukan masalah ini pada Perusahaan Anda, Pak Kurir. Jika Bapak tidak segera keluar dari rumah ini dan membawa segala paket tersebut, saya akan melaporkan tindakan pengancaman yang Bapak lakukan terhadap pegawai saya.”
“Tak bisa seperti itu, Bu! Ibu juga harus adil.”
ADVERTISEMENT
Bu Juana melotot seperti ikan arwana karena dipanggil sebutan Ibu. “Memangnya saya hakim? Jangan sampai kesabaran saya habis!”
Pak Dimas pun KO. Wibawa Bu Juana sebagai pengusaha dan sosialita sulit untuk dilawan.
Tanpa sepengetahuan Bu Juana yang berdiri menghadap sang kurir, Liza yang berada di belakang Bu Juana pun menjulurkan lidah penuh kemenangan ke sang kurir. Rasakan!
“Dasar gadis kurang ajar! Lihatlah kelakuannya!” Seru Pak Dimas.
Bu Juana menoleh. Tapi ekspresi Liza kembali sesendu awan mendung.
“Keluar!” Pinta Bu Juana sedingin es. Sang kurir pun bergegas pergi dengan seluruh paket celaka tersebut.