Konten dari Pengguna

ART IDOL (Bab 4)

Fransisca Susanti
Hai, nama panggilanku Sisca. Aku lulusan Teknik Kimia Universitas Jenderal Achmad Yani dan master graduate Manajemen Bisnis SB IPB. Sekarang kerja sebagai translator dan kolabarasi blog. Hobby-ku mengarang. Salam kenal.
15 November 2024 23:19 WIB
·
waktu baca 7 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Fransisca Susanti tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Sinopsis:
Elizabeth Goldspencer alias Liza, harus mengalami kenyataan pahit. Ayahnya, Erick Goldspencer yang seorang CEO alat olahraga mengalami kebangkrutan akibat kecanduan slot judi. Ia pun kabur ke tanah kelahirannya, Amerika Serikat tanpa mempedulikan nasib istri dan anak gadis semata wayangnya. Eliana Goldspencer yang masih jelita dalam usianya yang menginjak 35 tahun pun segera menikah lagi dengan teman SMU-nya, Andara Setiawan. Karena ia sangat membenci Erick Goldspencer, ia tak mau menerima Liza. Sang anak tiri pun harus hidup mandiri.
ADVERTISEMENT
Dengan rekomendasi dari sang ayah tiri, Liza pun bekerja sebagai ART di rumah indah milik Andrew Juana (Andy), CEO muda berusia 27 tahun yang merupakan jenius IT. Ia yang biasa hidup mewah, harus merasakan suka duka menjadi ART. Tak hanya sikap Andy yang sedingin es yang harus ia hadapi, melainkan Bu Juana, sang sosialita gaek yang tahu benar cara menindas si ART amatiran.
Liza terkenal sebagai ART idol di lingkungan Nirvana, perumahan elit tersebut. Tak hanya cantik jelita, ia pun sangat modis persis KIdol. Tentu saja Liza merupakan ancaman berat bagi para emak-emak bersuami.
Sumber gambar: pixabay.com.
Bab 4
Tanpa sepengetahuan Liza, banyak tetangga yang menginterogasi Andy, baik kaum emak-emak yang cemburuan maupun kaum bapak-bapak yang kembali puber. Sungguh menjengkelkan. Ia yang biasanya hidup tenang tanpa gangguan dari tetangga, sekarang harus berfungsi sebagai jubir pribadi Liza, sang ART jelita. Herannya, para tetangga itu bisa tahu jam tertentu saat ia berada di teras rumah.
ADVERTISEMENT
“Pak Juana, kok Bapak bisa tahan tinggal bareng dengan Liza?” Tanya Pak Adam yang kumisnya sehitam jelaga dan setebal kumis Pak Raden. Kaus putihnya basah kuyup oleh keringat. Tampaknya ia jogging dan sengaja lewat ke depan rumah hanya untuk menyapa Andy. Tanpa meminta izin, Pak Adam masuk ke dalam halaman rumah Andy dan duduk manis di samping Andy. Ah, Andy sungguh menyesal tak mengunci pintu pagar rumahnya.
“Memangnya mengapa, Pak?” Tanya Andy heran. Ia menghirup espresso-nya dengan nikmat.
Pak Adam menggeleng-gelengkan kepala. Dengan sok akrab, ia mengalungkan tangan kanannya ke bahu Andy. Tanpa mempedulikan paras Andy yang panik akibat serangan bau keringat, Pak Adam berbisik, “Paras Liza, ART-mu itu luar biasa. Benar-benar tipe gadis impian saya. Ia secantik K-Idol. Kulitnya putih. Matanya indah cokelat keemas-emasan. Rasanya, saya bisa orgasme hanya dengan menatap keelokan parasnya. Tingkahnya pun menyenangkan. Saya paling jenuh dengan perempuan jutek seperti Juminten. Bagaimana jika kita tukar ART? Juminten juga lumayan bahenol dan pandai mengurus rumah tangga.”
ADVERTISEMENT
“Aduh, maaf nih, Pak Adam. Liza ini anak kenalan saya. Keluarganya sedang tertimpa musibah. Jadi, ia bukan sembarang ART,” ujar Andy. Sebenarnya, ia jijik dengan diri Pak Adam yang menganggap Liza sebagai obyek seks. Padahal Pak Adam sudah berusia 60 tahun. Tak bercerminkah dirinya?
Pak Adam menghela napas. “Bagaimana jika ditambah dengan uang 5 juta Rupiah sebagai ganti rugi saya menukar ART? Lumayan untuk jajan Pak Juana.”
Andy terperangah, “Mana mungkin saya barter? Ibu saya pasti murka karena Liza selain ART, ia juga berfungsi sebagai asisten pribadi ibu saya. Lagipula tidak etis. Ia kan manusia, bukan barang.”
“Sepuluh juta Rupiah,” bujuk Pak Adam. “Saya sungguh tak bisa hidup tanpa diri Liza. Awalnya, ia akan menjadi ART saya. Witing tresno jalaran soko kulino. Lama-kelamaan Liza pasti luluh dengan kejantanan saya. Ia pasti hidup enak dan nyaman jika menjadi istri siri saya.”
ADVERTISEMENT
Andy termangu. Tetangganya yang satu ini tak sadar usia. Walaupun Pak Adam kaya raya dan bangga dengan kemachoan dirinya, Liza tipe gadis yang berbeda. Ia bukan tipe gadis materialis, melainkan gadis yang tergila-gila dengan budaya Korea yang sangat mementingkan penampilan. Mana mau Liza menjadi istri siri Pak Adam yang genit dan penampilannya slebor.
“Pak Adam, sekarang kan tidak boleh nikah siri.”
“Oh begitu? Saya sanggup menikahi Liza di KUA. Bukankah seminggu yang lalu Liza berulah? Saya dengar dari Juminten, ada 3 orderan fiktif atas nama Liza.”
“Orderan fiktif itu bukan salah Liza. Ada orang iseng yang mengatasnamakan dirinya,” bela Andy yang tak terima ART-nya disalahkan begitu saja. Walaupun sikap Andy sedingin es, ia tak suka membully orang.
ADVERTISEMENT
“Bagaimana jika Liza berulah lagi? Apakah Pak Juana tidak kesal harus mengatasi orderan fiktif terus-menerus?”
Pak Adam yang meyakini benar bahwa Liza akan kembali mendatangkan masalah, malah membuat Andy curiga. Jangan-jangan si kumis singa laut ini yang membuat masalah? Cinta ditolak, orderan fiktif pun terjadi? Pria jika sudah jatuh cinta mendalam, biasanya bertingkah konyol. Sepertinya, Andy harus meletakkan Pak Adam dalam orang yang paling dicurigai.
“Saya sih mudah saja menyelesaikan masalah orderan fiktif ini. Saya kan ahli IT. Ada no handphone pengirim orderan tersebut. Saya juga sudah cek lokasinya melalui GPS. Ternyata yang order itu orang sekitar sini juga,” tegas Andy. Ia menatap si kumis lekat-lekat. Terus terang ia penasaran bagaimana reaksi tetangganya ini.
ADVERTISEMENT
Pak Adam mengusap peluh di pelipisnya yang tiba-tiba bercucuran. Kumisnya bergetar seperti garputala. Suaranya pun bergetar ketika bertanya, “Apa Bapak sudah tahu pelaku tak tahu malu itu?”
“Saya sudah tahu. Tapi saya masih memberi kesempatan karena pelakunya ialah tetangga. Jika ia masih saja melakukan perbuatan menyebalkan seperti itu, saya akan melapor pada polisi agar ia jera. Liza ini masih remaja. Tak patut dibully seperti itu atas dasar alasan apa pun. Saya juga tak suka pekerja saya diganggu.”
“Hebat! Pak Juana tegas sekali. Saya tak menyangka Bapak membela seorang ART sedemikian rupa.”
“Mengapa tidak? Liza berada di bawah perlindungan saya,” ujar Andy. Ia menatap wajah Pak Adam yang sepucat kertas.
“Ehm, saya baru teringat ada rapat zoom setengah jam lagi. Sebagai CEO perusahaan pinjol Pinjami, saya sibuk sekali.”
ADVERTISEMENT
“Jangan terburu-buru, Pak Adam! Saya sangat senang berbincang dengan Bapak. Bukankah perusahaan pinjol juga pandai menyelidiki identitas orang? Mungkin Bapak bisa membantu saya melacak pengorder fiktif ini? Saya sudah tahu orangnya, tapi saya ingin second opinion (opini kedua) agar lebih obyektif.”
“Maaf, saya tak punya keahlian IT sehebat Pak Juana,” ujar Pak Adam sembari melirik jam tangan Rolex-nya. “Sudah pukul sepuluh pagi. Saya pamit dulu,” ujar Pak Adam. Ia tak bisa menyembunyikan keresahan hatinya. Bahkan, ia tersandung dan menabrak pagar rumah ketika terburu-buru keluar dari halaman rumah Andy.
Andy menyeringai senang. “Hati-hati, Pak Adam.”
Baru saja Andy menarik napas lega, datang lagi gangguan di akhir pekan yang indah ini. Jack Ferdian yang suaranya menggelegar, menggantikan posisi Pak Adam.
ADVERTISEMENT
“Wow, Pak Juana menyimpan harta karun. Bagi-bagi dong! Masa mau dimakan sendiri,” seru Pak Jack sembari menyeringai.
“Maksudnya?” Tanya Andy heran. “Pak Jack ingin minum espresso juga?”
“Ish, masa espresso. Liza-lah harta karun itu. Gadis perawan yang sangat cantik hingga hadir dalam mimpiku,” seru Pak Jack penuh semangat.
Andy ingin menimpuk wajah mesum Pak Jack jika tak teringat sekarang zaman viral. Berkelahi dengan tetangga pasti ujungnya divideokan dan diupload ke media sosial. Bukan publisitas yang bagus untuk bisnis IT-nya. Apalagi Pak Jack walaupun tingginya jauh lebih pendek, tapi tubuhnya sangat kekar dan berotot. Maklumlah Pak Jack ini tentara berpangkat letnan dua yang biasa bertugas ke area-area terpencil. Sebisa mungkin, ia berusaha menghindari pertikaian dengan tetangga yang tampak pemberang ini. Andy tahu Pak Jack ini berasal dari keluarga terpandang, yaitu tuan tanah yang kaya raya di Jambi. Pak Jack terlalu dimanjakan oleh keluarganya sehingga terbiasa untuk memperoleh segala sesuatu dengan mudah. Sebenarnya sih ia cukup baik hati, terlepas dari kecentilannya. Tapi pria mana sih yang tidak menjadi centil jika berhadapan dengan Liza?
ADVERTISEMENT
Baru saja Pak Jack mengucapkan kalimat menggebu penuh pemujaan terhadap Liza, sang petaka sudah datang. Bu Ferdian datang seperti angin tornado.
Bu Ferdian menjewer telinga Pak Jack. “Aku minta dibelikan gula merah, malah asyik mengganggu Pak Juana.”
“Aduh, Bu! Lepaskan! Malu aku dilihat Pak Juana. Masa kau anggap aku anak kecil?”
“Maafkan kelakuan suami saya, Pak Juana! Ia pasti mengganggu Bapak karena keganjenan. Malam tadi saja ia mengigau dan memanggil-manggil Liza. Istri mana yang tidak kesal melihat suami tak tahu diri.”
Andy pun menyeringai melihat drama rumah tangga di hadapannya. “Pak Jack hanya menyatakan ia sungguh beruntung memiliki istri secantik Ibu kok.”
“Ah, Pak Juana bisa saja. Tak mungkin suami saya berbicara seperti itu. Dia selalu memanggil saya si karung beras. Jika saya boleh memilih, ingin benar saya lahir di masa kini dan menjadi istri Pak Juana yang tampan dan tidak begajulan,” ujar Bu Ferdian dengan suara semanis madu. Tak urung pipinya merona tomat.
ADVERTISEMENT
“Heh, malu kau! Sekarang yang ganjen itu siapa?” Tanya Pak Jack dengan gusar.