Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0
Konten dari Pengguna
Misteri Cinta Polaris (Bab 24)
10 Juli 2021 6:30 WIB
Diperbarui 13 Agustus 2021 13:57 WIB
Tulisan dari Fransisca Susanti tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Bab 24 Bintang
Nurani
Dear Kay,
Terima kasih atas kiriman suratmu yang begitu manis dan menyentuh hatiku. Aku tak bisa percaya kau masih mau mendukungku setelah segala perbuatan buruk yang kulakukan?
ADVERTISEMENT
Aku menyerahkan diriku secara sukarela ke polisi. Hukuman mati pun tak bisa menebus kesalahan yang kuperbuat. Aku heran hakim hanya menjatuhkan hukuman kurungan seumur hidup untukku. Mungkin ini kesempatan yang diberikan Tuhan untukku agar aku menyadari segala kesalahanku dan berubah lebih baik.
Aku hanya mengetahui dari gosip tetangga bahwa ibuku bunuh diri ketika Ayah meninggalkannya. Ia gantung diri karena gelap mata. Tadinya aku tidak pernah mengetahui mengapa ayahku meninggalkan kami. Nenek pun tak pernah menceritakan aib ini. Nenek hanya berkata Ayah dan Ibu tidak cocok sehingga mereka sering bertengkar.
Aku baru mengerti ketika 19 tahun yang lalu Ayah dan istri keduanya tewas karena kecelakaan lalu lintas di Bangkok. Aku dan nenekku terkejut ketika sampai di sana, jenazah Ayah sudah ada yang membawa pulang. Kami pulang kembali ke Indonesia dengan tangan hampa. Kebingunganku terjawab ketika aku mendapat panggilan dari Pak Sandy, pengacara Ayah di Jakarta. Ketika itu aku melihat sosok Narak di kantor Pak Sandy. Tapi, Narak tak melihatku. Ia pun tak pernah tahu keberadaanku. Saat itu aku baru tahu aku memiliki seorang adik tiri.
ADVERTISEMENT
Aku menanyakan data pribadi Narak kepada Pak Sandy. Aku terkejut umur kami tak berbeda jauh, hanya 1 tahun. Berarti, istri kedua Ayah sedang mengandung Narak ketika ayah meninggalkan kami. Tepatnya, ketika umurku baru berusia 1 tahun. Kesadaran menghampiriku seperti amukan air bah bahwa Ayah mengkhianati Ibu. Oleh karena itu, Ibu tak bisa menerima kenyataan ayahku lebih memilih ibu Narak. Aku memaksa Pak Sandy untuk tidak memberitahukan Narak bahwa ia mempunyai seorang kakak tiri. Kebetulan Pak Sandy sahabat ibuku. Aku berkata padanya aku ingin memberitahu Narak jika aku sudah siap. Aku ingin mengejutkan Narak bahwa ia masih memiliki seorang kakak. Akhirnya, ia menyanggupi permintaanku tanpa banyak bertanya. Setahun kemudian Pak Sandy meninggal dunia karena sakit kanker kelenjar getah bening. Ia membawa rahasia hubungan darah antara aku dan Narak. Aku senang tak perlu membungkamnya. Rencanaku tak akan sempurna jika Narak mengetahui hal ini. Bertahun-tahun aku menyusun rencana ini.
ADVERTISEMENT
Semua kerumitan hidupku terjadi karena hadirnya Narak ke duniaku. Aku tak puas jika hanya membunuh Narak. Aku ingin mengambil segalanya dari Narak. Kay. Ya, kamu Kay. Aku tahu kau berharga bagi Narak begitu melihat sikap kalian satu sama lain. Aku sering mengintai kalian. Ibumu, Bu Dianka adalah sahabat baik bibiku yang sudah kuanggap ibu kandungku sendiri. Ibumu panik akan keselamatanmu karena masalah utang piutangnya. Ia menunjukkan fotomu ke Bibi Sofi dan aku. Otakku yang jahat, langsung ingin merebutmu. Aku ingin Narak merasa semuanya meninggalkannya. Aku tak pernah menyadari kau Kay yang sama dengan Kay mungil di masa laluku.
Aku ingin menjelaskan semuanya dalam surat ini. Mungkin dalam persidangan ada hal yang terlewat. Aku orang yang perfeksionis. Aku ingin kau dan Narak mengerti bagaimana sempurnanya aku merancang pembunuhan berantai ini. Ternyata aku bisa mengalahkan Narak yang terkenal jenius dengan penelitiannya.
ADVERTISEMENT
Kalian pasti heran bagaimana mungkin aku bisa keluar masuk ruang pasien VIP dengan mudahnya. Itu hal yang sederhana. Aku mempunyai kaki tangan yang cukup setia, Renata. Tepatnya, dokter Renata Adriana. Aku mengancam Renata. Ia mempunyai rahasia masa lalu yang gelap. Ia pernah aborsi karena hubungan cintanya dengan dokter Amar. Renata yang ambisius tidak rela karirnya hancur hanya karena aibnya.
Hahaha, Renata yang munafik. Aku kesal dengan sikapnya yang plinplan. Ia terus-menerus melakukan hal konyol dengan mengirimkan paket dan surat kaleng untuk menakut-nakuti dan memperingatkan Narak dan Kay. Sebenarnya, Renata hanya berpura-pura mencintai Narak. Ia mencintaiku. Kejutan, bukan? Aku tidak mencintai Renata. Aku hanya memperalatnya.
Pak Haris, pasien pertama Narak yang tewas. Ia pria tua yang sebatang kara. Aku berpura-pura menjenguk pasien di sebelah ruangannya. Kemudian, mengajak Pak Haris berkenalan. Aku menawarkan jasaku untuk membantunya minum obat. Sebenarnya, ia tidak bodoh. Ia bersikeras pil Digoksin yang telah kutukar dan kusodorkan padanya, terlihat berbeda dengan obat yang diberikan dokter Narak. Pria tua itu membuatku terkejut. Ia begitu teliti. Ia mempunyai stok pil-pil digitalis tersebut dalam tasnya. Percuma aku repot-repot menukar pil Digoksin di atas nakas. Ia sengaja membeli dalam jumlah agak banyak karena harganya lebih murah dan ia tidak tenang jika tidak mempunyai stok. Ia menderita Congestive Heart Failure alias gagal jantung. Penyakitnya sudah kronis. Ia menunjukkan pil-pil Digoksin-nya yang benar dengan penuh kebanggaan. Aku mengalah. Untung aku memiliki rencana cadangan. Aku terinspirasi dari perkataan Hippocrates. “Biarkan makanan menjadi obatku dan obat menjadi makananku.” Tapi, dalam hal ini aku mengubah kebaikan Hippocrates menjadi racun.
ADVERTISEMENT
Aku mengetahui bahwa Pak Haris sangat menyukai hidangan Eropa karena ia pernah studi di sana. Maka, aku membuat sup comfrey istimewa ala hidangan Inggris dengan menggunakan daun-daun foxglove. Tanaman ini berhasil kudapatkan dengan order melalui internet. Kemudian, kutanam di kebun miniku. Foxglove mempunyai efek digitalis dan bersifat toksik. Di negara Barat banyak orang yang keracunan karena menyangka foxglove adalah comfrey yang biasa dipakai sebagai bumbu memasak. Jika Pak Haris mengetahui kejahatan yang kulakukan, pensiunan sersan itu pasti menembakku tepat di tengah dahi. Tidak akan ia bercerita padaku dengan penuh semangat tentang masa bertugasnya yang penuh peperangan. Sebenarnya, aku agak menyukainya. Setidaknya, Pak Haris tewas setelah mengalami hari-hari yang menyenangkan bersamaku.
ADVERTISEMENT
Aku tidak mau menonjol pada pembunuhan yang pertama ini. Aku tidak ingin membuat Pak Haris tewas seketika sehingga aku tidak memberikannya dosis lethal. Aku memasak berbagai variasi makanan dengan menggunakan foxglove dan menyeduh teh campuran daun comfrey dan foxglove. Pak Haris sama sekali tidak curiga ketika kukatakan teh herbal comfrey ini baik untuk mualnya. Bahkan, ia menyukai rasanya. Jumlah foxglove yang kugunakan makin lama makin banyak. Bak iringan musik, pembunuhan pertama ini adalah intro. Aku ingin ketegangan dan kecemasan Narak meningkat secara bertahap. Tak perlu membangkitkan kecurigaan yang berlebihan. Semuanya harus dilakukan dengan penuh kesabaran dan perhitungan. Digitalis menimbulkan gambaran khas pada EKG bahwa pasien sedang dalam pengobatan dengan digitalis. Tapi, EKG tidak dapat digunakan untuk mempredikisi besar tidaknya dosis digitalis yang diberikan. Kecuali, dilakukan visum. Untuk sementara, posisiku aman tersembunyi dalam bayangan. Jika sampai ada pihak yang mencurigai makanan atau minuman yang kuberikan, aku bisa berdalih bahwa aku keliru dalam membedakan foxglove dan comfrey.
ADVERTISEMENT
Dengan bantuan Renata, aku mengetahui Narak memberikan obat penenang Phenobarbital kepada Nadira, pasien kedua Narak yang kubunuh secara tak langsung. Phenobarbital digunakan untuk penderita Sinus tachycardia. Nadira, gadis berwajah manis yang membosankan. Ia selalu mengeluh dan sering panik. Aku tidak merasa iba padanya. Ia parasit muda, hanya menyusahkan orang lain. Begitu berbeda dengan Pak Haris tua yang setiap sel tubuhnya berteriak penuh semangat. Beberapa pertemuan cukup membuat gadis kesepian itu jatuh cinta pada diriku. Suatu waktu aku menceritakan sebuah kisah menyedihkan yang kukarang sendiri, yaitu kisah tragis Lyra, keponakanku. Lyra seorang gadis penyakitan yang diam-diam mengumpulkan obat penenang dari dokternya. Ia tidak meminumnya, tapi menyembunyikannya. Atau, mengaku obatnya hilang. Lama kelamaan persediaan obat penenangnya menumpuk. Suatu pagi perawat menemukannya tergeletak tewas. Ia meninggalkan sepucuk surat berisi permintaan maaf kepada keluarga dan kekasihnya. Ia tak ingin menjadi beban lagi. Aku berdebar-debar menunggu reaksi Nadira. Apakah taktik pembunuhan ini berhasil? Aku tak perlu menunggu lama untuk mengetahui jawabannya. Keesokan harinya, Nadira memberiku salinan resep Narak. Ia mengaku obatnya hilang. Padahal aku mengetahui bahwa Phenobarbital masih tersimpan di laci nakasnya. Aku berteriak senang saat itu, “Rasakan kau, Narak. Hidupmu tak akan sempurna lagi."
Makin lama aku makin keranjingan. Aku ingin membuat perangkap yang sesempurna mungkin untuk Narak. Aku tidak pernah menyadari aku berdarah dingin. Kepribadianku yang halus dan tenang menyembunyikan kecenderunganku yang sadis dengan sempurna. Satu pembunuhan membuatku keranjingan untuk melakukan pembunuhan lainnya. Ada kepuasan tersendiri ketika aku merenggut nyawa mereka. Aku yang menentukan hidup matinya mereka. Kali ini aku ingin pembunuhan yang lebih spektakuler. Aku telah mempelajari letak kamera CCTV. Aku merusakkannya malam itu. Aku mempersiapkan semuanya dengan cermat. Jika aku lengah, rencanaku akan hancur berantakan. Aku menginstruksikan Renata untuk meniru suara salah satu perawat yang bertugas jaga malam itu, yaitu suara Suster Ina. Ia meminta Narak agar datang ke rumah sakit dengan alasan salah satu pasien VIP-nya dalam keadaan gawat. Aku membunuh Bu Lidya dengan mudah. Ia tewas dengan tenang. Aku bangga melihat kinerjaku yang rapi. Aku bersumpah ia tak merasa kesakitan saat tewas. Satu suntikan maut mengantarnya secepat kilat ke gerbang kematian. Kemudian, aku masuk ke kamar Pak Surya, mematikan lampu, dan menyuntikkan digitalis ke lengan kanan Pak Surya yang sedang tertidur lelap. Ia sudah kuberi obat tidur sebelumnya, yaitu campuran bening pada air minumnya. Aku tidak menyuntikan semua cairan digitalis pada suntikan. Sengaja kuletakkan jebakan jarum suntik di kamar Pak Surya. Renata yang kusuruh berdandan sebagai dokter pria, bertugas memancing Narak agar mendatangi kamar Pak Surya. Ketika Narak berada di dalam kamar Pak Surya, aku sengaja melempar kaleng kosong di depan kamar Pak Surya sehingga menimbulkan suara gaduh. Oleh karena itu, dokter Dimas, perawat-perawat, dan pak satpam yang sedang tegang menunggu terjadi tidaknya pembunuhan, terpancing untuk datang dan memergoki Narak. Dengan cepat aku menyelinap ke area parkir. Diriku tetap aman.
ADVERTISEMENT
Kadang aku heran pada kesabaran diriku. Aku tahan menunggu bertahun-tahun untuk membalas dendam. Aku merancang dan mengubah plot berulang kali. Orang-orang hanya mengenalku sebagai pengusaha tambang sukses. Mereka tidak mengetahui bahwa aku lulusan Farmasi yang cukup mahir dalam meracik obat-obatan. Aku biasa mencampurkan berbagai herbal yang cukup langka dari berbagai penjuru daerah, misalnya herbal spesial yang membuat pikiran Narak terganggu dan berhalusinasi. Aku ingin Narak merasa bingung dengan dirinya sendiri sehingga merasa ia yang telah membunuh pasien-pasiennya. Aku juga yang menyuruh Renata meletakkan botol digoksin dan digitalis di rumah Narak.
Aku hampir mendekati titik kritis yang menentukan kemenanganku. Belum pernah aku merasa begitu hidup dan begitu percaya diri. Sentuhan terakhirku yang cantik dengan melakukan taktik psikologis. Aku tidak ingin mengotori tanganku untuk membunuh Narak. Biarkan ia mengakhiri hidupnya sendiri. Aku meletakkan botol obat tidur dosis tinggi, formulir pendaftaran rumah sakit jiwa, dan foto ayah kami serta ibu kandung Narak di atas nakas. Aku memprediksi Narak akan merasa putus asa dan bunuh diri. Ia akan merasa malu dan kecewa pada dirinya sendiri. Ia tak akan tahan membayangkan dirinya terpenjara di rumah sakit jiwa. Untuk orang seidealis Narak, ia akan menganggap rumah sakit jiwa lebih mengerikan daripada penjara. Dugaanku terbukti benar, Narak memakan umpanku dengan mudah.
ADVERTISEMENT
Balas dendamku akan sempurna jika aku tidak gegabah menyerangmu, Kay. Itu kesalahanku yang terbesar. Aku terlalu takut ketahuan. Aku terlalu ingin semuanya sempurna. Aku ingin semuanya berada di bawah kontrolku. Tapi, memang sudah saatnya permainan maut ini berakhir. Bahkan, Nemesis pun harus menyerah pada segel kenangan manis bersama seorang gadis cilik bernama Kay. Aku tidak tega membunuhmu.
Maafkan aku, Kay. Sekali lagi maaf, walaupun tak ada kata maaf yang pantas untukku. Sebenarnya, dulu aku yang menabrak Kitty, anak kucingmu dengan motorku. Ia terlihat begitu bahagia. Aku sangat iri pada rasa bahagia. Bahkan, pada seekor kucing mungil yang sedang asyik bermain. Aku sangat menyesalinya begitu melihatmu menangis. Kamu terlihat sangat kesepian, sama seperti diriku. Kau kehilangan hal yang sangat berharga akibat perbuatan egoisku. Aku tidak berani mengakuinya karena merasa malu. Oleh karena itu, aku menebusnya dengan menuruti permintaanmu untuk mengubur anak kucingmu di halaman belakang rumahmu. Bahkan, aku memberikan kotak musik Polaris-ku padamu. Sebelum Ibu mengembuskan napasnya yang terakhir, ia berpesan pada Nenek agar aku melakukan amanat ayahku, yaitu menyimpan kotak musik Polaris dengan baik beserta secarik surat tentang harapannya bahwa Polaris akan menemaniku. Kalimat yang kuhapal walapun aku ingin menghapusnya. Aku membenci Ayah. Tapi, aku tak sanggup membuangnya. Lebih baik kotak musik Polaris itu ada di tanganmu. Terbukti kamu menjaganya dengan baik.
ADVERTISEMENT
Aku menangis ketika aku menerima surat dari Narak. Di ruang sel yang dingin ini, hatiku yang sedingin es ini perlahan melebur seutuhnya. Bak drama cinta Shakespeare yang sering berakhir tragis, akhir ceritaku pun sama halnya. Andai Romeo lebih teliti memeriksa benar tidaknya kematian Juliet, pasti penikmat sastra dan drama akan menikmati akhir yang berbeda, yaitu akhir yang bahagia. Tapi, dengan akhir yang bahagia apakah orang akan begitu mengingatnya? Entahlah. Itu kisah mereka, bukan kisahku. Andai aku tidak membiarkan dendam menuntunku, mungkin tak akan seperti ini jadinya. Mungkin aku bisa menatapmu, Kay dengan pandangan penuh percaya diri. Mungkin akhir kisah kita akan berakhir bahagia sebagai Sam dan Kay, bukan Bintang dan Kay. Sekarang yang tersisa dari diriku hanya penyesalan, malu, dan sedih, terutama rasa muak akan diriku sendiri. Aku harap kamu tetap mengingatku sebagai Sam yang selalu menyayangimu.
ADVERTISEMENT
Narak menulis dalam suratnya ia menemukan suatu hal yang mengejutkan. Ini karena ia iseng meneliti kedua kotak musik Polaris. Ia membuka kotak musikmu dan kotak musiknya pada saat yang bersamaan. Kebetulan saat itu mati lampu. Betapa terkejutnya ia melihat suatu pola yang bercahaya dalam gelap di bagian dalam tutupnya. Tepat di bawah ornamen bintang Polaris. Narak menyalin dan menyatukan kedua pola tersebut dalam selembar kertas. Pola itu merupakan satu kesatuan yang terpisah menjadi 2 bagian berupa bagian atas dan bawah. Ternyata itu aksara Sunda kuno. Dua kalimat yang berarti, “Maafkan Ayah. Semoga kalian berdua saling menyayangi karena kalian berdua adalah Polarisku.”
Ayah kami benar-benar orang yang unik. Mengapa ia membuat segalanya begitu rumit? Mengapa ia mengukirkan permohonan maaf dan harapannya dengan cat khusus dalam dua kotak musik Polaris sehingga membeku seperti kapsul waktu? Ia setengah berharap kami tak menemukannya karena ia ingin mengubur kenyataan. Tapi, ia juga setengah berharap kami menemukannya. Untuk pertama kalinya, aku merasa dekat dengannya. Aku dapat memahami dirinya. Kami dari gen-gen kesepian yang sama, aku dan Ayah. Berbeda dengan Narak, ia dari gen-gen yang sama denganmu.
ADVERTISEMENT
Rasa benci dan dendam itu telah lenyap. Aku akan menuruti permintaan Ayah yang terakhir. Kay, tolong katakan pada Narak. Aku masih belum berani membalas suratnya. Setelah semuanya yang terjadi, aku baru sadar aku menyayangi kalian berdua. Maaf untuk segala kerusakan yang terjadi. Aku sangat menyesal.
Terima kasih, Kay, kamu menghentikanku rencana jahatku. Terima kasih, Kay karena telah menyelamatkan nuraniku. Kamu menghidupkannya kembali setelah ia mati begitu lama. Aku tidak menyesal jika aku harus menghabiskan seumur hidupku di penjara karena sekarang aku menemukan arti kebahagian yang sesungguhnya. Terima kasih.
Dari sahabat yang selalu menyayangimu,
Bintang alias Sam
PS : Kau belum bercerita mengapa kau meninggalkan Narak tanpa sepatah kata pun? Walaupun tak bisa melihat ekspresinya, suratnya benar-benar mencerminkan kepanikan. Kupikir kalian pasangan yang serasi? Apakah kamu setuju jika aku memberikan alamatmu yang baru kepadanya? Aku harap hubungan kalian baik-baik saja.
ADVERTISEMENT
Keterangan:
Lethal: kematian.