Megatrends Kemaritiman

Siswanto Rusdi
Direktur The National Maritime Institute (Namarin)
Konten dari Pengguna
2 Mei 2023 10:49 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Siswanto Rusdi tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi: Megtrends kemaritiman Foto: Dok. Istimewa
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi: Megtrends kemaritiman Foto: Dok. Istimewa
ADVERTISEMENT
Ketika buku “Megatrends: Ten New Directions Transforming Our Lives” diluncurkan oleh John Naisbitt pada 1982, sang penulis menyajikan beberapa hal atau tren yang akan mempengaruhi kehidupan manusia di masa depan. Pengaruh ini meliputi semua bidang, termasuk bidang kemaritiman tentunya. Namun, seperti apa spesifiknya tren di bidang kemaritiman yang diramalkan oleh sang futuris AS itu tidak terbaca di dalam karya pertamanya tersebut. Paling tidak oleh penulis.
ADVERTISEMENT
Setelah lebih dari empat dekade barulah tren (megatrends) dalam bidang kemaritiman terkuak dengan lebih jelas. Adalah Thang Nguyen, lead economist di Oxford Economics Singapura yang membukanya dalam tulisannya yang dikutip oleh laman Splash247 baru-baru ini. Kegagalan memahami tren itu, ungkapnya, akan membuat para CEO firma kemaritiman global terlempar dari sistem perdagangan dunia. Kemunculan tren ini dipicu oleh pandemi Covid-19, tambahnya. Lantas, apa tren yang dia maksudkan itu?
Ada tiga megatrends yang disulut oleh Covid-19 dalam perdagangan internasional yang sebelumnya sudah terlalu dahulu mengalami disrupsi. Karena bisnis kemaritiman, dalam hal ini pelayaran, sangat terkait dengan perdagangan maka dengan sendirinya tren itu berlaku atau terjadi pula dalam aktivitas pelayaran. Pertama, pemanfaatan teknologi digital. Sebetulnya dunia perdagangan dan pelayaran sudah menggunakannya jauh sebelum pandemi meraja lela. Saat Covid-19 merusak pendayagunaannya makin digeber kencang.
ADVERTISEMENT
Bermunculanlah berbagai aplikasi, piranti lunak dan lain-lain untuk memfasilitasi pemesanan barang/komoditas di sebuah negara oleh pembeli di negara lainnya dalam hitungan detik, misalnya. Sementara di kalangan pelayaran, pelaku usahanya berlomba membangun aplikasi yang mendekatkan layanan mereka kepada para shipper atau pemilik barang dalam memesan ruang muat kapal. Juga dalam hitungan detik. Yang terbaru adalah digitalisasi bill of lading yang sekian masih memakai kertas.
Kedua, makin dalamnya fragmentasi (fragmentation) dalam aktivitas bisnis. Fragmentasi di sini sampai derajat tertentu dapat diartikan sebagai pendelegasian atau membagi pekerjaan kepada bagian-bagian di dalam sistem perusahaan. Bila disebut makin dalam, itu berarti bukan hanya pekerjaan yang difragmen-kan namun termasuk juga kewenangan. Dalam kalimat lain, makin sedikit otoritas berada dalam genggaman tangan pemimpin puncak perusahaan, diselesaikan kepada level di bawahnya.
ADVERTISEMENT
Dalam perdagangan internasional dan usaha kemaritiman – khususnya logistik – fragmentasi terlihat dari munculnya pihak ketiga yang mewakili pelaku utama. Menariknya, pelibatan pihak ketiga ini makin dominan seiring dengan dinamika geopolitik dunia, salah satunya perang antara Rusia dan Ukraina, di mana pelaku utama berusaha menghindari berbagai sanksi yang diluncurkan oleh AS dan sekutu-sekutunya sejurus pecahnya perang tersebut. Pihak ketiga dipilih karena sebagai entitas yang independen (non-state actor) mereka bebas bermanuver. Berbentuk perusahaan cangkang dari sisi perdagangan internasional dan forwarder dari sisi perlogistikan.
Megatrends yang terakhir adalah sustainability atau keberlanjutan. Oleh International Maritime Organization (IMO), organisasi PBB yang membidangi kemaritiman/pelayaran, tren ini dimaknai dengan pewacanaan dekarbonisasi dalam pengoperasian kapal. Lembaga yang berkantor pusat di Kota London, Inggris itu sebetulnya sudah concerned dengan tema ini sejak United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCC) diluncurkan pertama kali pada 1992. Bagaimana tidak. Sektor pelayaran, bersama sektor penerbangan, merupakan penghasil emisi yang cukup besar dan karenanya menjadi sorotan tersendiri dalam Kyoto Protocol.
ADVERTISEMENT
Tidak enak badan “disentil” oleh aturan itu, lembaga tersebut langsung mengamendemen MARPOL Convention dan mengeluarkan resolusi 8 tentang emisi CO2 dari kapal pada 1997. Ketika Paris Agreement diadopsi pada 2016 dorongan agar langkah-langkah dekarbonisasi dalam sektor pelayaran semakin dikencangkan. Soalnya, perhitungan para ahli, emisi dari sektor pelayaran berkisar 2% dari total greenhouse gas (GHG) dunia dan diperkirakan akan terus meningkat dalam tahun-tahun ke depan.
Menyikapi kondisi tadi, pada April 2018, IMO mengeluarkan apa yang dikenal dengan “initial strategy on reduction of GHG emissions from ships” yang bertujuan menekan GHG sektor pelayaran internasional paling sedikit 50% hingga 2050. Target besarnya adalah masalah ini akan berhasil ditangani pada abad ini juga. Saat ini industri pelayaran tengah berupaya menekan emisi dengan mencari bahan bakar alternatif terhadap solar (diesel fuel) yang selama ini diminum kapal. Ada sejumlah opsi bahan bakar yang sudah diperkenalkan kepada pelaku usaha pelayaran.
ADVERTISEMENT
Misalnya berbagai macam gas – LNG, Amonia, dll. Dan, sudah lumayan banyak kapal yang menggunakan bahan bakar tipe ini yang mengarungi lautan. Dunia pelayaran mencatat saat ini ada sepuluh kapal yang menggunakan LNG, antara lain, Creole Spirit, Isla Bella dan Rem Eir. Dicoba juga pemanfaatan angin sebagai penggerak (teknologi wind propulsion). Tenaga nuklir juga dilirik. Menariknya, pemanfaatan bahan bakar alternatif ini ternyata tidak sepenuhnya baru bagi bisnis pelayaran.
Barangkali pembaca masih ingat dengan MV Savannah. Kapal ini merupakan kapal komersial yang digerakkan oleh tenaga nuklir. Kapal ini dibangun pada 1950 dengan biaya 46,9 juta dolar AS dan diluncurkan pada 1959 dan beroperasi hingga 1972. Kemudian ada juga kapal pemecah es bertenaga nuklir buatan Uni Sovyet, Lenin, yang dikonstruksi pada 1957. Pada COP26 (2021) penggunaan energi nuklir untuk penggerak kapal kembali mendapat momentum melalui imbauan John Kerry, mantan menteri luar negeri AS yang kini menjadi duta iklim negeri Paman Sam. Dalam forum tersebut ia mendorong agar dunia pelayaran internasional dapat melihat lebih serius kepada energi nuklir untuk kapal.
ADVERTISEMENT
Bahwa John Naisbitt sudah meramalkan sepuluh tren yang akan terjadi di dunia setelah era 80-an saat menulis buku Megatrends tetapi sepertinya tren kemaritiman jauh lebih rumit. Dunia kemaritiman memang unik; ia memiliki spirit tersendiri. Entahlah.
SELESAI