Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.87.1
Konten dari Pengguna
Cinta Tanah Air ala Opa Carel van Drieberge
1 April 2018 14:40 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:10 WIB
Tulisan dari Siti Asiyah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Opa Carel van Drieberge (Foto: Facebook Carel van Drieberge)
Lahir di Perkebunan Sungai Putih Deli Serdang pada tanggal 7 Februari 1932, Carel van Drieberge merupakan sulung dari tiga bersaudara keturunan dari ibu yang berdarah Sunda dengan ayah keturunan China-Belanda. Dibesarkan di lingkungan perkebunan membuatnya sangat mencintai tanaman. Tak heran jika kehidupannya tidak jauh-jauh dari perkebunan dan tanaman-tanaman kesukaannya. Saking cintanya, saat ini Opa Carel tinggal di sebuah rumah di Schotelweg, Suriname yang memiliki pekarangan seluas 2 hektar dengan berbagai macam tanaman yang sebagian besar dibawanya dari Indonesia. Apabila ditanya oleh-oleh apa yang ingin beliau peroleh dari Indonesia, seringkali jawabnya adalah majalah Trubus dan bibit buah asli Indonesia.
ADVERTISEMENT
Tumbuh pada saat Indonesia dikuasai penjajah, Opa Carel memiliki pengalaman yang tidak akan pernah dilupakannya. Pada saat usianya masih remaja dan duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama, tiba-tiba serdadu-serdadu Jepang datang ke sekolahnya dan menculik semua anak-anak keturunan Belanda, Arab, India dan beberapa anak Indonesia lainnya. Opa Carel beserta teman-temannya diangkut dengan truk dan disekap dalam bunker selama kurang lebih 3 tahun bersama dengan para pejuang kemerdekaan yang tertangkap. Orang tuanya sangat panik dan hampir gila karena selama bertahun-tahun tidak dapat menemukannya. Setelah kemerdekaan Indonesia, beliau bersama tawanan-tawanan lainnya baru dilepaskan oleh tentara Jepang.
Opa Carel kemudian melanjutkan pendidikan dan ketertarikannya pada tanaman membuatnya mempelajari tentang tanaman dan perkebunan. Pada tahun 1959 – 1969, beliau dikontrak oleh perusahaan perkebunan di Wageningen, Suriname. Bersama anak dan istrinya, Opa Carel yang berusia 27 tahun pindah ke Suriname yang saat itu masih dikuasai Belanda. Pada tahun 1964, beliau terpaksa merubah kewarganegaraannya menjadi Belanda untuk memudahkan pekerjaannya. Setelah selesai kontrak tahun 1969, kecintaan Opa Carel terhadap Indonesia mendorongnya kembali ke Indonesia meskipun kehidupannya di Suriname bisa dibilang sudah cukup mapan.
ADVERTISEMENT
Pada tahun 1973, Opa Carel kembali ke Suriname karena dikontrak perusahaan HVA untuk merevitalisasi perkebunan Victoria di distrik Brokopondo. Setelah selesai kontrak dengan HVA dan Suriname telah merdeka, Opa Carel diangkat menjadi Direktur Teknik Shell Suriname sampai dengan pensiun tahun 1992 di usianya yang ke-60. Beliau juga diberikan kewarganegaraan Suriname untuk mempermudah pekerjaannya.
Meskipun telah berubah kewarganegaraan Suriname, kecintaan dan rasa nasionalisme Opa Carel terhadap Indonesia tidak berubah dan masih tetap kuat. Hal tersebut dibuktikan dengan seringnya beliau mengikuti upacara Bendera dalam rangka merayakan kemerdekaan Indonesia setiap tanggal 17 Agustus yang diadakan oleh KBRI Paramaribo di Suriname. Beliau juga aktif mengikuti kegiatan-kegiatan yang diadakan oleh KBRI, baik itu acara perkenalan staf, bazar, atau acara keagamaan seperti tarawih bersama, open house Idul Fitri dan perayaan Natal. Meskipun beliau harus mengendarai mobil sejauh kurang lebih 22 kilometer, Opa Carel dengan senang hati melakukannya demi mengobati kerinduannya dan bertemu dengan saudara-saudaranya dari Indonesia.
ADVERTISEMENT
Opa Carel van Drieberge di salah satu acara KBRI Paramaribo (Foto: Shaprisky Kartowikromo)
Opa Carel juga sangat senang mengundang keluarga besar KBRI Paramaribo untuk datang ke rumahnya di Schotelweg memetik buah-buahan Indonesia langsung dari kebun yang luasnya lebih dari 2 hektar. Di kebun itu, beliau menanam pohon buah-buahan dari Indonesia seperti Jeruk Bali, Rambutan, Manggis, Duku, Salak, Kelengkeng, Belimbing, Mangga Golek, Mangga Harum Manis, berbagai jenis jambu dan pohon Durian yang belum mau berbuah meskipun usia pohon mencapai 29 tahun. Awalnya, beberapa tanaman buah di kebunnya tidak dapat ditemukan di Suriname. Namun sekarang, kita sudah banyak menemui buah-buahan seperti Jeruk Bali, Rambutan, Manggis, dan Duku di Suriname. Sambil menikmati buah-buahan dan makanan khas Jawa Suriname, seringkali Opa Carel bercerita tentang masa kecil dan kerinduannya akan Indonesia dengan Bahasa Indonesia yang masih fasih. Beliau menyampaikan bahwa ketika memandang kebun dan tanaman buah asli Indonesia, ingatannya kembali ke masa kecilnya di perkebunan Sungai Putih Deli Serdang. Kebun dan tanaman merupakan salah satu cara beliau mengobati kerinduan akan tanah air Indonesia.
Panen Jeruk Bali di Kebun Opa Carel van Drieberge (Foto: Senen Kartowikromo)
ADVERTISEMENT
Dulu sewaktu masih muda, secara reguler beliau pulang ke Indonesia untuk menemui keluarga dan mengobati kerinduannya akan kampung halaman, saudara-saudara dan tanah airnya. Namun, kondisi kesehatannya yang menurun karena memasuki usia senja membuat Opa Carel tidak dapat sering bepergian jauh apalagi ke Indonesia yang memiliki waktu tempuh sedikitnya 23 jam penerbangan belum termasuk waktu transit. Saat ini diusianya yang sudah mencapai 86 tahun, Opa Carel tinggal bersama dengan istri keduanya yang merupakan orang Suriname keturunan Jawa, ibu Soetijem. Sementara anak cucunya dari isteri pertama tinggal di Belanda dan Amerika. Adik-adik dan semua saudara beliau tinggal di Medan, Tebing Tinggi, Lubuk Pakam, Lhokseumawe, Meulaboh, Surabaya dan Bandung.
Sudut Rumah Opa Carel dengan Bendera Indonesia dan Lambang Garuda (Foto: Shaprisky Kartowikromo)
ADVERTISEMENT
Meskipun secara resmi kewarganegaraannya telah berganti menjadi Suriname, namun kecintaan Opa Carel akan tanah kelahirannya masih tetap mengakar kuat di sanubari dan beliau tetap menganggap dirinya bangsa Indonesia. Rasa cinta itu dapat dapat kita rasakan apabila mendengar langsung dan melihat ekspresi beliau saat bercerita. Bagaimana antusias dan bahagianya beliau menceritakan masa mudanya di Medan dan keinginannya untuk kembali menghabiskan sisa usia bersama dengan saudara-saudaranya di Indonesia. Keinginan dan rasa cintanya tersebut seringkali terbawa mimpi. Di rumahnya, kita masih dapat menemui bendera Indonesia, lambang Garuda Pancasila dan buku-buku tentang Indonesia. Bagi Opa Carel, kecintaan akan tanah kelahirannya Indonesia tidak akan pernah hilang dari nafasnya.