Konten dari Pengguna

Napas Indonesia di Selatan Amerika

Siti Asiyah
a mother who always misses her loved ones
23 Februari 2018 12:04 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:11 WIB
comment
8
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Siti Asiyah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Napas Indonesia di Selatan Amerika
zoom-in-whitePerbesar
ADVERTISEMENT
Imigran Jawa di Suriname (gambar: koleksi tropen museum)
Bagi sebagian orang, Suriname adalah negara yang asing ditelinga mereka. Negara yang berjarak lebih dari 11.000 kilometer dengan ibukota Paramaribo tersebut terletak di Amerika Selatan.
ADVERTISEMENT
Ya, tidak semua orang mengenal negara terkecil yang merupakan satu-satunya negara di Amerika Selatan yang memiliki penduduk keturunan Indonesia. Kurang lebih 70.000 atau sekitar 14% dari seluruh penduduk Suriname merupakan keturunan Indonesia.
Suriname dan Indonesia sama-sama merupakan bekas jajahan Belanda. Banyaknya perkebunan Belanda di Suriname yang memerlukan ribuan tenaga buruh menjadikan Pemerintah Belanda mengirim orang-orang Indonesia yang sebagian besar berasal dari Jawa ke Suriname melalui kapal laut.
Mereka awalnya ditawarkan untuk bekerja secara kontrak di perkebunan milik Belanda di Sumatera. Namun pada kenyataannya, mereka dibawa ke Suriname melalui kapal laut yang ditempuh selama kurang lebih 3 bulan. Banyak dari pekerja tersebut jatuh sakit dan meninggal selama perjalanan.
ADVERTISEMENT
Masa kontrak kerja mereka rata-rata 5 tahun dan mereka dapat kembali pulang ke Indonesia setelah masa kontraknya berakhir. Namun mengingat jarak tempuh yang terlalu jauh, banyak dari mereka tidak ingin kembali ke Indonesia dan menetap serta membangun rumah di Suriname.
Sejak saat itulah masyarakat keturunan Indonesia tinggal di Suriname bersama dengan kebiasaan dan kebudayaan yang tetap mereka praktekkan.
Ketika berkunjung ke Suriname, kita dapat temui beberapa hal yang dapat dikenali sebagai bagian budaya Indonesia, khususnya suku Jawa. Soto, Mie goreng, Kupat Tahu, dan Pecel adalah sebagian makanan yang dapat kita temui hampir di semua warung Jawa disana. Tentunya dengan sedikit perbedaan rasa dan tampilan yang disesuaikan dengan lidah masyarakat setempat.
ADVERTISEMENT
Soto atau Saoto Suriname berisi bihun yang digoreng, tauge dan potongan kentang goreng sebesar korek api dengan telur ayam rebus sebagai pelengkapnya. Mie goreng yang biasa disebut Bakmie disajikan dengan dua potong ayam semur dan oseng kacang panjang. Sementara untuk pecel, tidak banyak yang berubah kecuali rasa yang disesuaikan dengan lidah penduduk setempat.
Makanan kecil atau snack khas Indonesia yang dapat kita nikmati disana antara lain Wajik, Peyek, Putu Ayu, Bolu Kukus, Risoles, Sate Ayam, dan Kue Apem. Beberapa jenis makanan ringan tersebut biasanya hanya dapat kita temui saat ada pameran dan bazaar, atau harus dipesan pada pembuatnya.
Peta Suriname, Mekkah, dan Jawa. (Foto: Bagus Permadi/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Peta Suriname, Mekkah, dan Jawa. (Foto: Bagus Permadi/kumparan)
Dibidang budaya, kita masih dapat menikmati pertunjukan wayang kulit, tarian tradisional dan jaran kepang serta ludruk pada sebuah peringatan atau bazaar. Bagi teman-teman yang suka menari, tidak sedikit anak muda Suriname yang menguasai tarian tradisional Indonesia. Bukan hanya tarian Jawa, tetapi juga yang berasal dari Sumatera, Bali, Sulawesi atau bahkan Papua.
ADVERTISEMENT
Anak-anak tersebut rajin mengikuti latihan menari di sanggar-sanggar tari atau di KBRI Paramaribo. Selain tarian tradisional, juga dikembangkan tarian poco-poco yang digawangi oleh KBRI Paramaribo dan pemuda-pemudi Suriname yang memperoleh beasiswa ke Indonesia.
Selain tertarik dengan tarian poco-poco, para generasi tua juga memiliki ketertarikan yang tinggi dengan Bahasa Jawa dan Bahasa Indonesia. Mereka tak segan menempuh jarak puluhan kilometer untuk belajar dan mempraktekkan Bahasa Jawa dan Bahasa Indonesia.
Sebagian besar masyarakat Suriname keturunan Jawa masih menggunakan Bahasa Jawa dalam kehidupan sehari-hari mereka. Mereka mempelajari Bahasa Jawa Krama (halus) di KBRI Paramaribo. Selain Bahasa Jawa, Bahasa Indonesia juga dipelajari oleh sebagian masyarakat Suriname keturunan Indonesia.
Tujuan utama mempelajari Bahasa Indonesia adalah supaya dapat berkomunikasi ketika mereka mengunjungi Indonesia. Salah satu keinginan terbesar dalam hidup masyarakat Suriname keturunan Indonesia adalah mengunjungi tanah leluhur mereka dan jika memungkinkan menemukan kembali saudara yang telah terpisah ribuan kilometer selama ratusan tahun.
Napas Indonesia di Selatan Amerika (2)
zoom-in-whitePerbesar
Siraman/ Mitoni (gambar: micro cosmic)
ADVERTISEMENT
Saat ini masih terdapat masyarakat keturunan Jawa yang mempraktekkan adat Jawa lengkap dengan simbol-simbol dan urutan upacaranya. Sebagian juga masih merayakan upacara tujuh bulanan bagi wanita yang hamil dan siraman sebelum menikah. Perayaaan “bersih desa” yang diselenggarakan setahun sekali juga masih dapat kita temui di beberapa wilayah.
Upacara tersebut biasanya dimeriahkan dengan pertunjukan wayang kulit oleh dalang yang sudah jarang ditemui di Suriname. Jumlah dalang yang benar-benar menguasai teknik mendalang dan sejarah pewayangan saat ini hanya ada 1 orang yang telah berusia lebih dari 80 tahun yaitu Ki Dalang Sapto Sopawiro.
Namun demikian, beberapa tokoh keturunan Jawa di Suriname memiliki concern untuk melestarikan wayang kulit dengan mengadakan pelatihan dalang bagi masyarakat yang tertarik.
ADVERTISEMENT
Teknik mendalang juga telah disesuaikan dengan Bahasa dan budaya Suriname. Kebiasaan dan budaya Indonesia di Suriname tersebut tidak hanya dinikmati oleh masyarakat keturunan Indonesia namun juga keturunan Hindustani, Creol/Amerindian, dan masyarakat keturunan China.
Promosi Indonesia juga pernah dilakukan melalui program memasak makanan khas Indonesia “Dapur Indonesia” di televisi lokal Suriname, TV Mustika. Dapur Indonesia menjadi salah satu program yang menggambarkan bahwa Indonesia bukan hanya Jawa, tetapi ada Sumatera, Sulawesi, Bali, Papua dan provinsi lainnya.
Berbagai masakan nusantara diperkenalkan lengkap dengan cara memasaknya sehingga masyarakat paham bahwa Indonesia memiliki banyak suku, bahasa dan budaya masing-masing.
Napas Indonesia semakin terasa dengan dibukanya restoran khas Indonesia “Lenggang Indonesia” oleh Chef Yudhi Harijono bekerjasama dengan pengusaha setempat, Mr. Ismanto Adna pada tanggal 13 Februari 2018 lalu di Hermitage Mall Paramaribo.
ADVERTISEMENT
Lenggang Indonesia semakin menguatkan dan memberikan sentuhan asli Indonesia melalui rasa otentik makanan yang disajikan sehingga napas Indonesia tetap dapat dinikmati di negara yang berjarak ribuan kilometer dari tanah air.
Imigran Jawa pekerja kebun di Suriname (Foto: Wikimedia Commons)
zoom-in-whitePerbesar
Imigran Jawa pekerja kebun di Suriname (Foto: Wikimedia Commons)
(Siti Asiyah)