Konten dari Pengguna

Ormas Keagamaan Kelola Tambang: Mensejahterakan atau Menjinakkan Masyarakat?

Siti Azzahra C
Mahasiswa Universitas Airlangga
19 Juni 2024 11:31 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Siti Azzahra C tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
sumber: https://www.freepik.com/free-photo/closeup-shot-ongoing-construction-with-tracks-bulldozer-abandoned-land_13499733.htm#fromView=search&page=1&position=2&uuid=834fa4f5-dc91-4154-ab3e-8a7e3eec1e99
zoom-in-whitePerbesar
sumber: https://www.freepik.com/free-photo/closeup-shot-ongoing-construction-with-tracks-bulldozer-abandoned-land_13499733.htm#fromView=search&page=1&position=2&uuid=834fa4f5-dc91-4154-ab3e-8a7e3eec1e99
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Penerbitan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 Tahun 2024 mengenai Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara menuai kontroversi dari berbagai pihak. Peraturan baru tersebut mengandung Pasal 83A terkait penawaran prioritas bagi badan usaha miliki organisasi kemasyarakatan keagamaan untuk mengelola Wilayah Izin Usaha Pertambangan Khusus (WIUPK) . Perubahan ini dianggap tidak memiliki urgensi yang jelas dan juga bertentangan dengan UU Minerba yang telah ada sebelumnya.
ADVERTISEMENT
UU Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Undang-Undang tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara Pasal 75 ayat (3) dan (4) menyatakan bahwa prioritas Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) hanya diberikan kepada BUMN/BUMD. Adapun untuk badan usaha swasta, IUPK diberikan dengan pelelangan. Diselipkannya badan usaha ormas keagamaan sebagai prioritas IUPK membuat UU Minerba yang telah ada menjadi rancu. Kerancuan ini dikhawatirkan dapat menimbulkan dampak tidak baik kedepannya.
Ketua Komite Tetap Kadin Minerba, Arya Rizqi Darsono, menyampaikan saran berupa revisi undang-undang atau penerbitan Perpu khusus agar PP Nomor 25 Tahun 2024 dapat berjalan dan tidak bertentangan dengan UU Minerba yang sudah ada.
Kendati demikian, rupanya Presiden Jokowi telah menjanjikan konsesi tambang kepada ormas keagamaan sejak dua tahun silam. Beliau mengatakan bahwa penawaran konsesi ini adalah upaya pemberdayaan ekonomi umat. Penawaran ini juga telah disambut dengan tangan terbuka oleh salah satu ormas keagamaan Nadhatul Ulama (NU).
ADVERTISEMENT
Setelah lama tak terdengar, isu terkait penawaran konsesi tambang ini muncul kembali ke permukaan ketika Menteri Investasi/Kepala BKPM Bahlil Lahadalia mengungkapkan sudah sepatutnya ormas keagamaan diberi perhatian lebih oleh pemerintah atas jasanya memperjuangkan kemerdekaan Indonesia pada era penjajahan. Bahlil dengan pasti mengatakan bahwa tambang akan dikelola secara profesional dan pembagian IUP kepada ormas akan dilakukan tanpa adanya benturan kepentingan.
Menanggapi hal tersebut, Muhammad Arman, Direktur Advokasi Kebijakan, Hukum dan HAM Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) menangkis pernyataan Bahlil dengan mengutarakan keresehannya terkait konflik horizontal antar umat agama tertentu dengan masyarakat adat. Beliau mengatakan bahwa isu yang mudah merebak ketika terjadi konflik horizontal adalah isu SARA.
Pada era serba digital yang memudahkan tiap-tiap individu dalam bersosial media dan menyuarakan opininya, rentan adanya penggiringan opini terkait umat agama tertentu akibat pertentangan antara ormas keagamaan tertentu dan masyarakat adat. Kelakuan salah satu ormas keagamaan ini tentunya dapat mencoreng nama baik umat agama tersebut. Ormas keagamaan yang seharusnya menjadi salah satu representasi dari umat agamanya dan berpihak kepada masyarakat malah justru berada di pihak yang dapat merugikan masyarakat itu sendiri. Jika sudah begini, ormas keagamaan akan kehilangan marwahnya di hadapan umatnya sendiri maupun masyarakat luas. Ia akan dianggap sebagai bagian dari industri ekstraktif pemerintah yang menguras sumber daya alam, bukan sebagai wadah bagi umat beragama untuk mengawasi dan mengkritisi industri tersebut.
ADVERTISEMENT
Pada akhirnya, industri pertambangan memang industri yang menggirukan. Bayangan akan derasnya aliran pundi-pundi rupiah hasil kerukan tambang terlalu sulit untuk dilewatkan begitu saja. Namun, sebagai suatu organisasi masyarakat yang bijak dan bermoral, perlunya tinjauan terkait proses pengelolaan ini sangat perlu diperhatikan. Apakah pada praktek lapangannya memang pembagian hasil tambang ini sebagian besar diperuntukkan kepada ormas keagamaan yang kemudian disalurkan kepada komunitas untuk mensejahterakan anggotanya, atau rupanya penawaran menggiurkan ini hanyalah upaya penjinakkan yang pada akhirnya hanya menjadikan ormas keagamaan sebagai tameng hitam di atas putih.
Sumber:
https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20240601170644-85-1104655/kronologi-singkat-terbit-aturan-izin-ormas-keagamaan-kelola-tambang
https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20240606141024-85-1106654/pengusaha-sebut-prioritas-izin-tambang-ormas-agama-langgar-uu-minerba
https://gusdurian.net/2024/06/03/bahaya-ormas-agama-ikut-main-tambang/
https://twitter.com/NarasiNewsroom/status/1799452756098564553?t=jD6fgtAPaqFEH3LsXNWwpA&s=19