Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Konten dari Pengguna
Maraknya Penjualan Buku Bajakan di E-Commerce
9 Desember 2022 9:48 WIB
Tulisan dari Siti Humayroh tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Saat ini pembelian buku dimudahkan dengan adanya e-commerce seperti Shopee, Tokopedia, Lazada dan lain-lain. Kemudahan ini bukan hanya memberikan dampak positif saja, melainkan dampak negatif sekaligus. Dengan adanya kemudahan ini penjual buku bajakanpun turut ikut merasakan kemudahan dalam menjual buku-buku bajakan. Hal ini tentunya bukan hal yang positif, karena banyak sekali kerugian yang dapat dirasakan, baik dari pihak penulis, penerbit, maupun pembaca buku. Seperti kualitas buku yang diberikan sangatlah buruk dan tidak bagus, penulis tidak akan mendapatkan royalti sepeserpun, serta melanggar undang-undang.
ADVERTISEMENT
Pembajakan buku adalah upaya memperbanyak buku dengan cara dicetak, difotokopi atau cara lain tanpa mendapat ijin tertulis dari pencipta, dan dari penerbit buku terkait (Njatrijani,2020).
Bagi pembeli ataupun pembaca buku, kualitas buku adalah hal yang sangat penting. Karena pembaca akan merasakan kenyamanan dalam membaca buku yang memang cetakannya bagus, rapih, serta tebal tinta cetakan yang pas. Berbeda halnya dengan buku bajakan, apabila pembaca membaca buku bajakan, tentu itu sangat mengganggu. Seperti kualitas buku yang diberikan sangatlah buruk dan tidak bagus, contohnya terdapat pada kualitas kertasnya yang sangat buram dan membekas di telapak tangan apabila dipegang, maupun tinta cetakannnya yang cenderung kurang tebal sehingga membuat tulisan di dalam buku tersebut tidak dapat dibaca, juga halaman kosong yang hampir selalu didapatkan ketika membeli buku bajakan. Pembeli ataupun pembaca bukupun pasti akan merasakan kerugian dan merasa tertipu, apabila membeli buku bajakan yang dijual oleh si penjual buku bajakan.
ADVERTISEMENT
Berikut adalah contoh buku bajakan:
Bagi penulis buku, bukan hanya tentang keinginan karya buku yang mereka hasilkan ramai pembacanya serta diminati para pembaca, melainkan juga tentang royalti yang mereka dapatkan. Royalti yang didapatkan ialah bersumber dari hasil karya buku mereka yang diproduksi serta dijual. Apabila buku-buku yang mereka hasilkan dibajak serta dijual oleh penjual buku bajakan, maka penulis tidak akan mendapatkan royalti sepeserpun. Tentu itu adalah sebuah kerugian dan bukan hal yang positif. Karena, karya yang mereka hasilkan dengan ide-ide yang besar dan luar biasa itu, telah dijual oleh penjual buku bajakan, dan mereka tidak akan medapatkan apapun dari hasil penjualan buku tersebut.
Berikut postingan penulis buku yang karyanya sudah terjual dan terkenal dimana-mana, Tere Liye. Di akun Instagram @tereliyewriter, postingan tersebut menyatakan bahwa jika kita membeli buku bajakan, maka penulis tidak akan mendapatkan royalti, alias tidak dibayar.
ADVERTISEMENT
Buku Original:
Buku Bajakan:
di postingan tersebut @tereliyewriter juga mengatakan bahwa, alasan buku bajakan itu murah, yaitu karena mereka tidak bayar apapun.
"Kenapa buku bajakan murah? Karena mereka tidak bayar apapun."
Juga ada pendapat penulis Jombang Santani Khairen, atau yang biasa dikenal sebagai J.S Khairen terkait Royalti penulis, ditulis pada akun Twitternya @JS_Khairen. Ia menyatakan pajak royalti itu sangat besar, tetapi pajak tersebut tidak dipakai untuk menumpas kejahatan terkait penjualan buku bajakan ini.
ADVERTISEMENT
Di era yang sudah serba mudah ini, tentunya pembelian buku dimudahkan dengan adanya e-commerce seperti Shopee, Tokopedia, Lazada dan lain lain. Kemudahan ini bukan hanya tentang dampak positifnya saja melainkan juga dampak negatif yang membuat penulis buku resah. Kemudahan ini datang akibat pihak e-commerce yang kurang selektif terkait barang-barang yang akan dijual oleh si penjual, misalnya penjual buku bajakan yang bisa bebas menjual buku bajakannya di aplikasi e-commerce ini.
Berikut ialah keresahan Tsana atau biasa dikenal sebagai Rintik Sedu, yang melihat langsung karyanya telah di bajak dan di jual di e-commerce (shopee).
Juga ada postingan penulis buku (J.S Khairen) yang menunjukkan bahwa e-commerce (Tokopedia) terang-terangan mengiklankan buku bajakan karya Risa Saraswati, dan bahkan yang diiklankan tersebut adalah paket untuk 7 buku sekaligus yang dibajak dan dijual.
Berikut bukti penjualan buku di e-commerce yang saya dapatkan langsung, bukti ini didapatkan di aplikasi Lazada dan Bukalapak. Harga yang tertera sangatlah tidak masuk akal, karena tentunya harga tersebut menyatakan bahwa penulis tidak akan mendapatkan royalti. Harga yang tertera adalah harga buku bajakan. Karna harga buku yang originalnya tidak seperti ini.
ADVERTISEMENT
Semua foto yang dilampirkan ini membuktikan bahwa memang ini terjadi akibat pihak e-commerce yang kurang selektif terkait barang-barang yang akan dijual oleh si penjual.
Menanggapi hal tersebut, Direktur Center for Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira menanggap pihak e-commerce seharusnya bisa mencegah peredaran buku bajakan (Kumparan Bisnis, 2022).
Berikut hasil wawancara yang dikutip dari Kumparan Bisnis:
“Sebenarnya dalam platform e-commerce yang memiliki kecanggihan dalam bentuk big data kemudian kecerdasan buatan mereka bisa gunakan teknologi yang dimiliki untuk melakukan seleksi terhadap calon penjual khusus bidang percetakan atau penjualan buku,” ujar Bhima kepada kumparan, Selasa (21/6).
Menurutnya, e-commerce dapat menelusuri keywords yang dapat dilacak. Sehingga mudah melakukan pencegahan terhadap penjualan buku bajakan. Meski demikian, Bhima mempertanyakan apakah e-commerce dapat melakukan upaya sejauh itu. “Sebagai konsumen saya masih banyak melihat buku-buku bajakan di platform yang resmi padahal bukan di sosial media,” ujar Bhima (Kumparan Bisnis, 2022).
ADVERTISEMENT
Segala perbuatan yang dilakukan pasti ada aturan serta hukumnya, semua perilaku kejahatan di Indonesia telah diatur oleh undang-undang yang ada. Sama halnya dengan penjualan buku bajakan yang sangat merugikan pihak manapun itu. Perbuatan yang dilakukan oleh si penjual buku bajakan ialah perbuatan mencuri. Hal tersebut pastinya melanggar undang-undang. Karena, penjual buku bajakan telah menjual karya orang lain, ide orang lain, tanpa memberi keuntungan kepada si penulis bahkan hingga si penulis tidak tau bahwa bukunya telah di bajak. Padahal undang undang tentang pembajakan buku ini sudah di atur dalam Undang-undang nomor 28 tahun 2014 tentang hak cipta (Kumparan Bisnis, 2022).
Berikut hasil wawancara yang dikutip dari Kumparan Bisnis: “seandainya kita menganggap persoalan buku bajakan ini sebagai perkara yang serius, misal seperti narkoba walau mungkin dianggap terlalu jauh, yang artinya buku bajakan adalah produk ilegal yang bisa ditindak secara pidana, saya kira persoalan buku bajakan bisa diselesaikan pelan-pean,” Pungkas Adit.
ADVERTISEMENT
Melihat beberapa kondisi ini, dapat disimpulkan bahwa dengan adanya kemudahan ini penjual buku bajakanpun turut ikut merasakan kemudahan dalam menjual buku-buku bajakan. Hal ini terbukti dari kualitas buku yang diberikan sangatlah buruk dan tidak bagus, penulis tidak akan mendapatkan royalti sepeserpun, serta melanggar undang-undang. Tidak akan ada pihak manapun yang mendapatkan keuntungan dengan adanya penjualan buku bajakan ini, selain si penjual buku bajakan itu sendiri.
Pustaka acuan:
Kumparan Bisnis. (2022). Soal Buku Bajakan Dijual di E-commerce, Penerbit Minta Pelaku Ditindak Tegas. Jakarta: Kumparan. Diakses pada 30 November 2022, dari https://kumparan.com/kumparanbisnis/soal-buku-bajakan-dijual-di-e-commerce-penerbit-minta-pelaku-ditindak-tegas-1yJa7IdKahs
Kumparan Bisnis. (2022). Buku Bajakan Dijual di E-commerce, Apa yang Bisa Dilakukan untuk Memberantasnya?. Jakarta: Kumparan. Diakses pada 7 Desember 2022, dari https://kumparan.com/kumparanbisnis/1yJalXk8d7M?shareID=oT9kGpa8v4MX&utm_source=App&utm_medium=copy-to-clipboard
ADVERTISEMENT
Njatrijani, Rinitami. (2020). Pembajakan Karya Literasi (Buku) di Masa Covid 19. Law, Development & Justice Review. 3 (2). 219-226.
Pustaka Pendukung:
Unggahan Instagram dari akun @tereliyewriter, https://www.instagram.com/p/ClxrhVlBCIg/?igshid=YmMyMTA2M2Y=
Unggahan Twiter dari akun @JS_Khairen, https://twitter.com/JS_Khairen/status/1244995305180770305?s=20&t=npiOJ_3BtYIYAOp4cBgrmg
Unggahan Twiter dari akun @JS_Khairen, https://twitter.com/JS_Khairen/status/1307712307368087555?s=20&t=gArbXaG2B3RXVsyRtUfaMg
Unggahan Twiter dari akun @ntsana_, https://twitter.com/ntsana_/status/1303309010582470658?s=20&t=gArbXaG2B3RXVsyRtUfaMg