Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.100.8
Konten dari Pengguna
Rewang dalam Perspektif Budaya Jawa: Antara Kebersamaan dan Ketulusan
31 Maret 2025 7:40 WIB
·
waktu baca 3 menitTulisan dari Siti lina Lutfiana tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Mengurai Makna Rewang dalam Budaya Jawa
Budaya Jawa memiliki kekayaan tradisi yang sarat akan nilai-nilai luhur dalam kehidupan bermasyarakat. Salah satu tradisi yang masih terjaga hingga saat ini adalah rewang. Dalam bahasa Jawa, "rewang" berarti membantu secara sukarela dalam kegiatan sosial, terutama dalam acara hajatan atau perayaan. Tradisi ini tidak hanya menggambarkan kerja sama fisik, tetapi juga mencerminkan semangat kebersamaan, ketulusan, dan gotong royong yang menjadi ciri khas budaya Jawa.
ADVERTISEMENT
Kegiatan rewang umumnya dapat dilihat dalam acara-acara seperti pernikahan, khitanan, syukuran, pengajian, hingga kegiatan adat lainnya. Dalam acara-acara tersebut, para tetangga, keluarga, dan kerabat berkumpul untuk membantu tuan rumah dalam mempersiapkan segala kebutuhan acara. Hal yang istimewa adalah bantuan ini diberikan secara sukarela dan penuh keikhlasan, tanpa mengharapkan imbalan.
Nilai rewang sangat erat kaitannya dengan konsep "guyub rukun" dalam masyarakat Jawa, yang berarti hidup berdampingan dalam suasana harmonis dan saling menolong. Tradisi ini berperan sebagai perekat sosial yang memperkuat solidaritas serta mempererat tali persaudaraan di antara warga. Meskipun perkembangan zaman dan modernisasi terus berlangsung, tradisi rewang tetap memiliki makna istimewa dalam kehidupan masyarakat Jawa sebagai wujud nyata kepedulian dan kebersamaan.
ADVERTISEMENT
Makna Filosofis dalam Tradisi Rewang
Nilai utama yang terkandung dalam tradisi rewang adalah kebersamaan dan ketulusan. Dalam kegiatan ini, masyarakat datang membantu secara sukarela dengan menyisihkan waktu dan tenaga demi kelancaran suatu acara, tanpa mengharapkan imbalan. Sikap ikhlas menjadi dasar dari kegiatan ini, di mana setiap orang terlibat dengan tujuan mulia untuk meringankan beban pihak yang mengadakan acara. Sikap tersebut mencerminkan pandangan masyarakat Jawa bahwa kebersamaan merupakan kekuatan dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Ketulusan dalam rewang juga mengajarkan pentingnya memberi bantuan tanpa pamrih, bukan untuk mengharapkan balasan, melainkan sebagai bentuk pengabdian kepada sesama. Sikap ini menumbuhkan rasa saling percaya dan mempererat hubungan sosial dalam masyarakat. Ketulusan menjadi dasar dalam membentuk hubungan yang harmonis, tidak hanya dalam lingkungan keluarga tetapi juga dalam masyarakat yang lebih luas.
ADVERTISEMENT
Tradisi rewang juga mencerminkan prinsip "guyub rukun," yang bermakna hidup berdampingan secara harmonis dan saling mendukung dalam setiap keadaan. Melalui rewang, masyarakat diajarkan untuk mengutamakan kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi. Kebersamaan dalam tradisi ini menumbuhkan rasa tanggung jawab kolektif dalam menjaga nilai-nilai kekeluargaan dan kekerabatan. Hal ini dapat terlihat ketika warga desa saling membantu dalam mempersiapkan acara besar, seperti pernikahan, khitanan, dan kegiatan adat lainnya. Setiap orang memiliki tugas dan peran masing-masing, mulai dari mempersiapkan bahan makanan, mendirikan tenda, mengatur tempat duduk, hingga melayani tamu. Semua dilakukan dengan penuh kesadaran dan ketulusan, menciptakan suasana kekeluargaan yang erat. Suasana rewang juga menjadi kesempatan untuk berinteraksi dan memperkuat hubungan antarwarga. Dalam kegiatan bersama ini, masyarakat dapat saling mengenal lebih dekat, bertukar cerita, dan berdiskusi tentang kehidupan sehari-hari. Keharmonisan dan rasa kebersamaan yang terjalin dalam rewang menguatkan solidaritas sosial dalam lingkungan masyarakat Jawa.
ADVERTISEMENT
Selain nilai sosial, tradisi rewang juga dianggap sebagai bentuk ibadah dalam kehidupan masyarakat Jawa. Membantu orang lain dengan penuh keikhlasan dianggap sebagai perbuatan baik yang mendatangkan pahala dan berkah. Keyakinan ini berakar pada konsep bahwa setiap kebaikan yang dilakukan akan kembali kepada pelakunya dalam bentuk kebaikan yang lebih besar. Masyarakat Jawa percaya bahwa membantu sesama dengan tulus akan membawa keberkahan dalam kehidupan. Bantuan yang diberikan dalam rewang diyakini sebagai investasi sosial yang memperkuat hubungan antarmanusia. Dalam hal ini, rewang tidak hanya dipandang sebagai kegiatan fisik, tetapi juga sebagai jalan untuk mendekatkan diri kepada Tuhan dengan berbuat baik kepada sesama. Prinsip bahwa kebaikan akan kembali dalam bentuk rezeki, kemudahan hidup, dan kebahagiaan membuat masyarakat Jawa menjalankan tradisi rewang dengan sepenuh hati. Bahkan, dalam beberapa kesempatan, orang-orang yang pernah dibantu dalam kegiatan rewang merasa berkewajiban untuk membalas kebaikan tersebut dalam acara yang sama di masa mendatang. Tradisi ini melahirkan siklus kebaikan yang terus mengalir dalam kehidupan bermasyarakat.
ADVERTISEMENT
Pelaksanaan Rewang dalam Kehidupan Sehari-hari
Tradisi rewang dalam kehidupan sehari-hari kerap terlihat dalam berbagai acara hajatan, seperti pernikahan, khitanan, syukuran, pengajian, serta kegiatan adat lainnya. Biasanya, kegiatan rewang dimulai beberapa hari sebelum acara utama dilaksanakan.
Pada acara pernikahan, misalnya, para ibu-ibu biasanya bergotong royong menyiapkan masakan tradisional dalam jumlah besar. Beberapa orang bertugas mengupas sayuran, meracik bumbu, memasak, hingga menyajikan hidangan untuk para tamu. Sementara itu, kaum pria membantu mendirikan tenda, memasang dekorasi, menata kursi, dan mengatur tempat acara agar nyaman dan tertata dengan baik.
Di wilayah pedesaan, rewang umumnya masih dilaksanakan secara tradisional dan berlangsung selama beberapa hari, mulai dari tahap persiapan awal hingga proses pembersihan setelah acara selesai. Kegiatan ini melibatkan banyak orang dalam suasana kebersamaan dan kegotongroyongan. Sementara itu, di daerah perkotaan, tradisi rewang cenderung lebih singkat dan praktis karena disesuaikan dengan kesibukan serta gaya hidup masyarakat kota yang lebih padat.
ADVERTISEMENT
Dengan adanya tradisi rewang, masyarakat Jawa terus mempertahankan nilai-nilai kebersamaan, ketulusan, dan gotong royong, meskipun bentuk pelaksanaannya mengalami penyesuaian sesuai perkembangan zaman.
Rewang dalam Acara Mantenan di Bojonegoro
Di Kabupaten Bojonegoro, tradisi rewang dalam acara pernikahan masih terjaga dengan baik, terutama di desa-desa yang memegang teguh budaya Jawa. Tradisi ini melibatkan kerabat, tetangga, dan warga sekitar dalam kegiatan gotong royong yang penuh ketulusan.
Di Kecamatan Kepohbaru, kegiatan rewang dimulai beberapa hari sebelum hari pernikahan. Suasana kesibukan terlihat sejak pagi ketika ibu-ibu membawa peralatan dapur dan bahan makanan. Mereka bekerja sama mengolah bumbu, memotong sayuran, dan membersihkan ayam atau daging sapi untuk masakan khas Jawa Timur. Aroma masakan dan suasana hangat penuh canda tawa mencerminkan kedekatan warga desa.
ADVERTISEMENT
Sementara itu, para bapak dan pemuda desa mendirikan tenda, menata kursi, dan memasang janur kuning sebagai simbol kebahagiaan. Remaja putri membantu menghias dekorasi dan menyiapkan hantaran pengantin, sementara anak-anak bermain di sekitar lokasi acara.
Pada hari pernikahan, kegiatan rewang mencapai puncaknya. Sejak subuh, ibu-ibu memasak dalam jumlah besar, menyajikan hidangan seperti rawon, opor ayam, dan nasi liwet untuk para tamu. Para remaja menyuguhkan makanan, sedangkan bapak-bapak mengatur lalu lintas tamu dan menjaga keamanan. Suasana akrab dan hangat terasa saat para ibu berbagi cerita sambil bekerja.
Setelah acara usai, para tetangga yang ikut rewang membantu membersihkan tempat acara dan mencuci peralatan. Sebagai tanda terima kasih, tuan rumah biasanya memberikan bingkisan sederhana berupa nasi bungkus, lauk, atau jajanan tradisional yang diterima dengan syukur.
ADVERTISEMENT
Tradisi rewang dalam acara pernikahan di Bojonegoro tidak hanya membantu pelaksanaan hajatan, tetapi juga mempererat hubungan sosial, menghidupkan semangat gotong royong, dan menjaga warisan budaya yang penuh nilai kebersamaan dan ketulusan.