Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0
Konten dari Pengguna
Semesta Pendidikan dan Literasi sebagai Jembatan Ilmu untuk Mewujudkan Perubahan
12 Mei 2025 16:10 WIB
·
waktu baca 6 menitTulisan dari Siti Naila Suhailah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Pendidikan di Indonesia saat ini masih menghadapi berbagai tantangan, salah satunya adalah rendahnya minat baca di kalangan pelajar. Padahal, membaca merupakan aktivitas dasar yang sangat penting dalam proses pembelajaran karena mampu membuka wawasan, menambah pengetahuan, serta meningkatkan kemampuan berpikir kritis. Sayangnya, semangat membaca di kalangan pelajar Indonesia masih tergolong rendah. Hal ini sangat kontras jika dibandingkan dengan negara-negara maju seperti Jepang, yang sejak dini sudah membudayakan membaca sebagai bagian dari kehidupan sehari-hari. Di Jepang, siswa terbiasa menghabiskan waktu di perpustakaan dan menjadikan membaca sebagai kebiasaan yang menyenangkan, bukan sekadar kewajiban. Ketimpangan ini menunjukkan bahwa sistem pendidikan di Indonesia perlu lebih serius dalam mendorong budaya literasi, misalnya dengan menghadirkan program membaca yang menarik, memperbaiki akses terhadap buku, serta menanamkan kesadaran akan pentingnya membaca sejak usia dini. Tanpa adanya perubahan yang signifikan, ketertinggalan dalam bidang literasi akan terus menjadi hambatan besar dalam pembangunan pendidikan nasional.
ADVERTISEMENT
Rendahnya minat baca di kalangan pelajar Indonesia tentu membawa dampak yang cukup serius terhadap kualitas pendidikan. Salah satu dampak yang paling nyata adalah terbatasnya kemampuan berpikir kritis dan analitis siswa dalam menyerap informasi. Mereka cenderung hanya menghafal materi tanpa benar-benar memahami isi dan konteksnya. Selain itu, rendahnya literasi juga berpengaruh terhadap kemampuan menulis dan berbicara, karena kurangnya kosakata dan wawasan yang didapat dari membaca. Dalam jangka panjang, hal ini dapat menciptakan generasi yang kurang siap bersaing di tingkat global, terutama di era digital yang menuntut kecepatan berpikir dan kemampuan menyaring informasi yang valid. Oleh karena itu, persoalan rendahnya minat baca tidak bisa dianggap sepele, karena menyangkut fondasi dari pembentukan sumber daya manusia yang unggul.
ADVERTISEMENT
Melihat urgensi tersebut, berbagai pihak mulai berupaya menumbuhkan kembali semangat literasi di lingkungan pendidikan. Program Gerakan Literasi Sekolah (GLS) yang dicanangkan oleh Kementerian Pendidikan adalah salah satu langkah konkret yang mendorong siswa untuk membiasakan diri membaca sebelum kegiatan belajar dimulai. Selain itu, hadirnya berbagai komunitas literasi, perpustakaan digital, hingga platform belajar daring menjadi bagian dari ekosistem pendidikan yang semakin luas dan terhubung. Literasi bukan lagi sekadar keterampilan membaca, tetapi telah menjadi kunci dalam menjembatani ilmu pengetahuan dan membentuk karakter generasi masa depan. Dengan budaya literasi yang kuat, pendidikan mampu menjadi ruang tumbuh bagi siswa untuk menjadi individu yang kritis, terbuka terhadap perubahan, dan siap menghadapi tantangan zaman.
Sudah saatnya kita menyadari bahwa pendidikan yang bermakna tidak dapat berdiri sendiri tanpa didukung oleh budaya literasi yang kuat. Membaca bukan hanya kegiatan sepele, tetapi merupakan landasan penting dalam menumbuhkan pola pikir yang terbuka, kreatif, dan solutif. Jika generasi muda Indonesia dibiasakan untuk mencintai literasi sejak dini, maka mereka akan tumbuh menjadi individu yang tidak hanya cerdas secara akademis, tetapi juga mampu berpikir kritis dan memberi kontribusi nyata bagi masyarakat. Melalui penguatan literasi dalam setiap lini pendidikan, kita sedang membangun jembatan ilmu yang kokoh menuju perubahan, sebagaimana harapan besar yang tertanam dalam semesta pendidikan kita hari ini.
ADVERTISEMENT
Tantangan literasi di Era digital
Di tengah kemajuan teknologi yang begitu pesat, dunia pendidikan Indonesia dihadapkan pada tantangan besar yang tak terelakkan, yakni distraksi digital. Perkembangan gawai dan media sosial membuat pelajar lebih tertarik pada konten hiburan yang mudah diakses daripada pada kegiatan membaca yang membutuhkan konsentrasi lebih. Media sosial, video pendek, dan aplikasi permainan sering kali mengalihkan perhatian mereka dari buku atau bahan bacaan edukatif. Hal ini mengakibatkan literasi, yang seharusnya menjadi prioritas dalam proses pendidikan, semakin terpinggirkan. Fenomena ini terutama terasa di kalangan remaja yang lebih sering terjebak dalam rutinitas digital daripada memperdalam pemahaman melalui membaca.
Namun, di sisi lain, era digital juga membuka peluang besar untuk memperkuat budaya literasi. Akses terhadap informasi dan pengetahuan semakin terbuka lebar melalui berbagai platform digital, seperti e-book, artikel online, dan podcast edukatif. Sayangnya, tanpa kontrol yang tepat serta pendampingan yang berkelanjutan, teknologi justru dapat memperburuk kebiasaan membaca dan memperlebar kesenjangan literasi antar pelajar. Oleh karena itu, diperlukan strategi pendidikan yang adaptif dan kreatif dalam memanfaatkan teknologi untuk mendukung literasi. Dengan pendekatan yang tepat, teknologi dapat menjadi alat yang memperkaya pengalaman belajar, memperluas wawasan, dan memotivasi generasi muda untuk kembali menjadikan membaca sebagai kebiasaan utama dalam kehidupan mereka.
ADVERTISEMENT
Peran Guru dan Lingkungan dalam Menumbuhkan Literasi
Guru memiliki posisi strategis sebagai ujung tombak dalam pembentukan budaya literasi di sekolah. Dengan memberikan contoh nyata seperti rajin membaca buku, merekomendasikan bacaan menarik, serta mengaitkan materi pelajaran dengan referensi literatur, guru dapat memantik rasa ingin tahu siswa. Ketika siswa melihat guru sebagai sosok yang menghargai literasi, maka mereka akan terdorong untuk menirunya. Selain itu, metode pembelajaran yang melibatkan diskusi buku, proyek literasi, atau penugasan yang berbasis bacaan juga dapat memperkuat hubungan siswa dengan kegiatan membaca.
Di sisi lain, lingkungan belajar yang kondusif menjadi faktor pendukung yang tak kalah penting. Sekolah yang memiliki perpustakaan aktif, akses buku yang beragam, serta ruang baca yang nyaman akan menciptakan atmosfer yang mendorong siswa untuk lebih dekat dengan buku. Tidak hanya di sekolah, peran keluarga dan masyarakat juga sangat berpengaruh. Ketika di rumah tersedia waktu membaca bersama atau kebiasaan menceritakan kembali apa yang dibaca, anak akan tumbuh dengan pemahaman bahwa membaca adalah bagian dari kehidupan sehari-hari. Inilah kolaborasi penting antara guru, sekolah, orang tua, dan lingkungan sekitar dalam menumbuhkan budaya literasi yang kuat dan berkelanjutan.
ADVERTISEMENT
Literasi sebagai Akar Perubahan
Kemampuan literasi tidak sekadar tentang bisa membaca teks, tetapi juga tentang memahami makna, mengolah informasi, dan menggunakannya secara bijak dalam kehidupan nyata. Di era informasi seperti sekarang, kemampuan memilah dan memahami informasi menjadi kunci agar seseorang tidak mudah terjebak dalam hoaks atau pemikiran sempit. Literasi memungkinkan seseorang berpikir secara logis, terbuka, dan reflektif kemampuan yang sangat dibutuhkan dalam menghadapi berbagai tantangan sosial, ekonomi, dan budaya. Oleh karena itu, literasi menjadi fondasi dalam
membentuk generasi yang tidak hanya cerdas, tetapi juga bijaksana dan visioner.
Lebih dari itu, literasi berperan penting dalam menciptakan perubahan sosial yang positif. Individu yang literat cenderung lebih aktif dalam komunitasnya, mampu mengidentifikasi masalah di sekitarnya, serta mencari solusi melalui pendekatan yang berbasis pengetahuan. Hal ini menjadi dasar dari masyarakat yang partisipatif dan berdaya. Maka, menumbuhkan budaya literasi bukan hanya tugas dunia pendidikan, tapi merupakan gerakan kolektif yang harus melibatkan semua elemen bangsa. Ketika literasi mengakar kuat, perubahan yang diharapkan bukan hanya sekadar wacana, tetapi akan menjadi kenyataan yang menyentuh seluruh lapisan masyarakat.
ADVERTISEMENT