Konten dari Pengguna

Melukis Perang dengan Kata: Trisnojuwono dan Karya-karya Revolusionernya

Siti Nurannisa
Mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
18 Juli 2024 6:58 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Siti Nurannisa tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Gambar: Lembaran Buku Sumber: Foto milik sendiri
zoom-in-whitePerbesar
Gambar: Lembaran Buku Sumber: Foto milik sendiri
ADVERTISEMENT
Judul: Pagar Kawat Berduri
Penulis: Trisnojuwono
ISBN: 978-623-221-692-1
Trisnojuwono, seorang tokoh sastra Indonesia, mengawali perjalanan hidupnya pada 12 November 1925 dan meninggal dunia pada 29 Oktober 1996. Perkenalan pertamanya dengan dunia sastra terjadi dalam situasi yang tidak biasa, yaitu ketika ia berada di penjara Benteng Ambarawa. Di tempat itu, ia bertemu dengan Kapten Nusyirwan Adil Hamzah yang memperkenalkannya pada beberapa karya puisi, membangkitkan minatnya terhadap sastra. Pengalaman ini menjadi titik balik bagi Trisnojuwono. Ia mulai mempelajari sastra secara lebih mendalam dan mencoba menulis karyanya sendiri. Karya-karya yang dihasilkannya sering kali menggambarkan suasana tegang dengan latar belakang masa revolusi dan kehidupan militer. Ciri khas tulisan Trisnojuwono adalah penekanannya pada aspek kemanusiaan. Ia sering mengangkat tema tentang nasib korban perang dan dampak konflik terhadap masyarakat. Salah satu karyanya yang paling dikenal adalah novel "Pagar Kawat Berduri" yang terbit pada tahun 1961. Novel ini mendapatkan pengakuan berupa Hadiah Sastra Yayasan Yamin pada tahun 1964, menunjukkan kualitas dan dampak karyanya dalam dunia sastra Indonesia.
ADVERTISEMENT
Sinopsis singkat: Novel ini menceritakan tentang pergolakan antara warga lokal dengan penjajah Belanda, “Pagar Kawat Berduri” ini sebagai metafora yang menggambarkan tentang kesulitan para pejuang kemerdekaan Indonesia untuk mencapai kebebasan dari pedihnya jeratan bangsa kolonial. Banyak ketegangan yang dirasakan bangsa Indonesia pascakemerdekaan pada tahun 1960, pedihnya penderitaan bangsa Indonesia pada masa itu sangat menyayat hati, di mana keadaan sudah merdeka tetapi belum bisa merasakan kehidupan yang bebas. Kisah ini bermula dari penyamaran para warga lokal yang sedang memperjuangkan kemerdekaan, pada masa itu sedang maraknya rumor banyak pedagang yang dianggap menjadi mata-mata republik untuk mencari keterangan-keterangan tentang kemungkinan Belanda melakukan serangan terhadap kita, tetapi ada juga yang dianggap sebagi mata-mata belanda. Seyogyanya memang begitu pada tahun 1960-an banyak perempuan yang menjadi pedagang, pembantu rumah tangga, pengasuh, dan pelacur sebagai penyelundup atau memang betulan pedagang yang mencari keuntungan besar dengan memasuki kawasan penduduk Belanda. Akan tetapi, ada juga pejuang yang memang betulan seorang pejuang bangsa seperti tokoh Herman dan Toto mereka dua orang anggota militer dari pasukan terbaik yang bertugas di Ambarawa, Salatiga dan Semarang ini sedang menyamar menjadi seorang pelajar saat menjalankan tugas khusus untuk mencari kapten pimpinan di bawah tanah yang hilang. Dikisahkan dari malangnya nasib dua tentara itu yang tertangkap oleh serdadu Belanda dan akhirnya ditahan di markas Belanda untuk dimintai keterangan, mereka mengalami kekerasan dari sersan pimpinan serdadu Belanda karena tidak mau mengaku sebagai penyelundup. Dalam penjara jika mereka tidak mau mengaku maka mereka akan disiksa sampai mau buka mulut. Mereka yang bernasib baik dan tidak banyak membantah tidak akan lama ditahan, akan dikeluarkan dan menlajani hidup semestinya, tetapi tidak dengan Toto dan Herman mereka mengalami banyak gencatan penyerangan dari sersan Belanda, penyamaran mereka gagal dan kapten yang mereka cari ketemu di penjara nahasnya kaptenya pun gagal dalam penyamarannya dan berakhir ditemabak oleh serdadu Belanda.
ADVERTISEMENT
Keunikan: Keuinikan dari Novel “Pagar Kawat Berduri” karya Trisnojuwono ini sangat menarik perhatian karena karyanya berlatar belakang masa perjuangan pada awal kemerdekaan dan terdapat nilai nasionalisme yang kuat. Penulis juga mengemukan bahwa novel ini ditulis terinspirasi dari kumpulan-kumpulan cerpen pada tahun 1960 yang menjadikannya novel karya Trisnojuwono berbeda dari karya-karya lain karena tulisannya sering mereflesikan kondisi sosial-politik pada zamannya.
Gambar: Tea time Sumber: Foto milik sendiri
Target pembaca: Selain keunikannya, novel ini sangat diminati oleh berbagai kalangan khususnya bagi yang tertarik pada karya sastra Indonesia di era 1950-1960-an, novel ini banyak dicari oleh peminat sejarah karena menggangkat isu-isu perjuangan warga lokal pada awal kemerdekaan. Karya ini juga menarik perhatian mahasiswa dan akademisi khususnya yang mendalami bidang sastra Indonesia.
ADVERTISEMENT
Penilaian singkat:Novel “Pagar Kawat berduri” sangat menarik, menurut penulis dengan rating: 4/5 bintang. "Pagar Kawat Berduri" menggambarkan dengan tajam pergolakan sosial-politik Indonesia di masa awal kemerdekaan. Trisnojuwono berhasil memadukan narasi yang kuat dengan karakter yang mendalam. Meski ada beberapa bagian yang terasa lambat, novel ini tetap menjadi potret sejarah yang memikat.