Konten dari Pengguna

Mental Health: Apa Itu Playing Victim dan Victim Blaming?

Siti Nurjanah
Staf Pengelola Data di Direktorat Pengabdian dan Pemberdayaan Manusia Universitas Indonesia
30 April 2024 14:30 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Siti Nurjanah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Sumber : unsplash.com
zoom-in-whitePerbesar
Sumber : unsplash.com
ADVERTISEMENT
Dewasa ini, khususnya di kalangan Gen Z pasti sudah tidak asing dengan istilah "Mental Health" atau kesehatan mental.
ADVERTISEMENT
Siapa dari kalian yang sering mengeluh mengenai Mental Health?
Mental Health atau kesehatan mental merupakan salah satu hal penting yang sudah seharusnya kita jaga. Tidak hanya kondisi jasmani, namun juga kondisi mental harus diperhatikan. Bahkan ahli psikologi mengatakan adanya hubungan antara kesehatan mental dengan kesehatan jasmani, di mana ketika mental kita sehat maka jasmani kita juga akan sehat, begitu pun sebaliknya.
Di era serba digital dan kondisi dunia yang saat ini, tidak sedikit manusia yang mengalami tekanan secara mental. Sosial media yang diperuntukkan menyebar informasi penting, tak jarang dijadikan media untuk saling mencemooh. Pandemi yang berkepanjangan juga menjadi faktor besar dalam kesehatan mental manusia saat ini.
Mungkin beberapa dari kalian pernah mendengar istilah Playing Victim dan Victim Blaming?
ADVERTISEMENT
Playing victim merupakan istilah yang menggambarkan kondisi di mana seseorang akan menempatkan dirinya sebagai korban. Di mana ia akan bertingkah layaknya seorang korban walau terkadang dialah pelaku dalam peristiwa tersebut.
Lalu apakah ini sebuah gangguan kejiwaan?
Playing victim lebih tepat dikatakan sebagai mental illness atau yang disebut juga gangguan kesehatan mental, di mana istilah ini mengacu pada berbagai kondisi yang mempengaruhi pemikiran, perasaan, suasana hati, atau perilaku seseorang.
Seseorang mengalami playing victim bisa terjadi karena beberapa faktor, antara lain seperti trauma di masa lalu, tekanan dari lingkungan sekitar dan tidak adanya rasa bertanggung jawab. Penyebab paling umumnya adalah rasa tidak ingin disalahkan.
Ketika seseorang mengalami kejadian tertentu lalu muncul rasa tidak ingin disalahkan, maka orang itu akan cenderung melakukan playing victim. Pelaku playing victim juga cenderung melimpahkan kesalahannya pada orang lain agar ia terlihat berada di kubu positif.
ADVERTISEMENT
Lalu bagaimana dengan Victim Blaming?
Jika playing victim merupakan kondisi yang terjadi pada sudut pandang seseorang yang terlibat langsung dalam sebuah peristiwa, maka victim blaming merupakan sikap yang diambil seseorang untuk merespons.
Victim blaming ini merupakan kondisi di mana seseorang akan menunjukkan sikap menyalahkan korban tanpa mendengarkan penjelasan terlebih dahulu. Sikap ini biasanya didasari oleh ketidaktahuan dan ketidakpedulian seseorang terhadap detail dari sebuah peristiwa.
Misalnya saja ketika ada peristiwa pemerkosaan, pelaku victim blaming ini akan cenderung menyalahkan si korban. Mereka akan menganggap peristiwa tersebut terjadi karena si korban yang sering pulang malam atau si korban yang sering memakai baju mini sehingga memancing pelaku pemerkosaan.
Kedua kondisi ini akan terjadi ketika kita tidak bisa membedakan mana yang benar dan mana yang salah, ketika kita tidak bisa menerima kenyataan, atau bahkan karena kondisi tertentu. Maka tentu saja kita harus bisa memanajemen diri sendiri agar terhindar dari playing victim dan victim blaming ini.
ADVERTISEMENT
Baik playing victim dan victim blaming bisa kita hindari dengan selalu berpikir positif, mencoba menerima keadaan dan menganalisis terlebih dahulu apa yang terjadi secara objektif. Karena setiap sikap yang kita ambil akan menentukan bagaimana diri terbentuk. Dari penyikapan yang tepat pula kita dapat menghindari kondisi menyakiti diri sendiri atau pun menyakiti orang lain.