Menilik Situasi Kasus Diskriminasi pada Kisah Mahabharata dan Masa Kini

Siti Rohimah
Mahasiswi Sastra Indonesia di Universitas Pamulang, Tangerang Selatan
Konten dari Pengguna
20 September 2022 12:09 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Siti Rohimah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi by Fixabay.com
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi by Fixabay.com
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Dilansir dari ruangguru.com diskriminasi merupakan pembedaan perlakuan terhadap sesama warga negara, atau perlakuan dan tindakan yang tidak adil yang dilakukan oleh individu atau kelompok terhadap individu atau kelompok lainnya. Diskriminasi sulit diberantas di masyarakat. Banyak kelompok merasa dominan dalam menindas mereka yang mereka anggap lemah.
ADVERTISEMENT
Diskriminasi sering terjadi di negara-negara homogen dimana mayoritas penduduknya berasal dari ras yang sama dengan gaya hidup yang sama. Oleh karena itu, tidak jarang penduduk dari negara-negara homogen merasa lebih baik daripada penduduk negara lain. Diskriminasi juga terjadi pada kisah Mahabharata, seolah hal tersebut sudah sangat lumrah terjadi di masa lalu.
Kisah Mahabharata merupakan kisah perwayangan yang terkenal di dunia, tidak terkecuali di Indonesia. Di dalamnya terdapat syarat makna mendalam dan nilai moral tinggi bagi kehidupan. Mahabharata merupakan wiracarita, cerita kepahlawanan yang ditulis kembali oleh S.Nyoman Pendit. Buku terbitan Gramedia ini, dikemas dengan bahasa yang mudah dipahami tanpa menghilangkan gambaran negara India sebagai asal muasal cerita tersebut.
Ada hal menarik di bab dua puluh yang berjudul “Krishna Menerima Penghormatan Tertinggi”. Menceritakan Sisupala yang sangat membenci Krishna, hingga dia terjerumus pembicaraan yang mengarah pada diskriminasi kala itu, dia berkata; “Dengar kalian semua! Orang yang diberi kehormatan utama ini sesungguhnya berasal dari keluarga gila dan dibesarkan sebagai pengecut! Apakah ia pantas menerima kehormatan utama?!” (Halaman 156 versi Ebook). Pada kalimat yang dilontarkan Sisupala, ia mengatakan bahwa Krisna berasal dari keluarga yang gila dan tidak pantas mendapatkan penghormatan.
ADVERTISEMENT
Lalu kemudian di halaman 157 versi Ebook. Sasupala melanjutkan perkataannya: “Basudewa, ayah Krishna, hanyalah salah satu budak Raja Ugrasena. Ia tidak berdarah kesatria dan bukan keturunan raja-raja. Apakah kesempatan ini sengaja kau gunakan untuk mempertunjukkan sikap berat sebelahmu kepada Krishna …” Pada kalimat ini pun sama, Sasupala menegaskan bahwa Krishna tidak layak mendapatkan penghormatan, karena hanya keturunan raja-raja lah yang bisa mendapatkannya.
Kisah-kisah seperti itu sering kali masih terjadi di masa kini. Misalnya, di negara India, perbedaan antara kaya dan miskin. Sistem kasta yang mendiskriminasi orang. Kasta sering membuat orang menganggap diri mereka sangat bermartabat dan merendahkan karena garis keturunan mereka. Laporan BBC menyebut, sistem kasta India adalah salah satu bentuk stratifikasi sosial tertua yang bertahan di dunia. Padahal, masyarakat yang terkahir India tidak akan pernah bisa terlahir memilih lahir dari seorang yang kaya atau miskin.
ADVERTISEMENT
Dalam kisah Mahabharata, sikap Sasupala sangat mengecewakan dan menyakitkan hati seorang manusia. Jika menilik masa kini, diskriminasi juga kerap terjadi di lingkungan kita. Misalnya saja, sekolah membedakan antara status orang tua. Ini bisa menjadi pelajaran bagi kita, jangan melihat orang hanya karena dia tidak terlahir dari orang terpandang. Diskriminasi tidak dapat dibenarkan dengan cara apa pun, sehingga sebagai warna Indonesia yang baik, kita harus saling menghormati, menghargai, dan menerima perbedaan untuk kehidupan yang damai.