Konten dari Pengguna

Ecogenks Beraksi: Melihat Pemimpin Masa Depan Melalui Projek Sejuta Aksi Baik

Siti Sa'diyah
Mahasiswa Ilmu Politik Universitas Indonesia
1 Mei 2024 8:10 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Siti Sa'diyah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Pelaksanaan Projek Ecogenks Beraksi: Penyampaian Materi Jenis-jenis sampah. Sumber: Dokumen Pribadi
zoom-in-whitePerbesar
Pelaksanaan Projek Ecogenks Beraksi: Penyampaian Materi Jenis-jenis sampah. Sumber: Dokumen Pribadi
ADVERTISEMENT
Menarik untuk menceritakan bagaimana hari-hari terakhir di bulan April berlalu. Siang itu (26/04/24), Penulis dan seorang sejawat berpikir keras tentang bagaimana kami bisa melaksanakan aksi baik yang bernilai sejuta. Ini menjadi konsep yang begitu abstrak dalam bayangan kami. 'Anda harus memberikan manfaat kepada sedikitnya 10 orang', begitu kira-kira instruksi yang kami terima. Kelompok penulis saat itu beranggotakan enam orang, semuanya mahasiswa UI.
ADVERTISEMENT
Merasa tertantang, penulis menilai secara subjektif bahwa pendidikan adalah pilar pembangunan bangsa sehingga ketika ingin memperbaiki bangsa, pendidikan adalah hal yang pertama perlu disasar. Gagasan ini masih terlalu abstrak dan ambigu. Konsep bangsa meliputi makna yang begitu luas, begitupun pendidikan. Namun, setidaknya penulis menemukan bagaimana sebuah aksi baik dapat bernilai sejuta, bahkan lebih. Sekolah dasar menjadi tempat ideal di mana nilai-nilai penting kehidupan ditanamkan.
Selanjutnya, penulis dan seorang sejawat bersepakat memilih isu pemilahan sampah sebagai masalah yang ingin kami selesaikan melalui aksi kami. Seluruh anggota kelompok kami menyetujuinya. Sayangnya, dua orang di antara kami tidak bisa melanjutkannya hingga aksi terlaksana.
Pentingnya Pendidikan Pemilahan Sampah: Kajian Teoritis
Pandangan antroposentris terhadap ekosistem menyatakan bahwa aktivitas manusia beroperasi pada ekosistem, bukan sebagai bagian dari ekosistem. Hal ini keliru dan menimbulkan berbagai masalah lingkungan yang disebabkan oleh aktivitas manusia. Keyakinan berlebihan terhadap kemampuan teknologi ciptaan manusia untuk menyelesaikan masalah lingkungan merupakan salah satu contoh dari pandangan antroposentris terhadap ekosistem (Robles-Piñeros & Tateo, 2023).
ADVERTISEMENT
Menurut Sanjatmiko (2021), hubungan manusia dan alam sebetulnya bersifat resiprokal. Dengan memahami bahwa hubungan alam-manusia bersifat resiprokal, manusia akan lebih memperhatikan bagaimana ia bersikap terhadap alam. Oleh karenanya, dibutuhkan upaya perubahan cara pandang manusia terhadap hubungannya dengan alam, dan hal ini dapat dimulai dari dunia pendidikan.
Berdasarkan hasil pengamatan Robles-Piñeros dan Tateo (2023) terhadap konsep ekologi (perhatian terhadap lingkungan) siswa sekolah dasar di Kolombia, didapati bahwa persepsi pemilahan sampah dan daur ulang memiliki pengaruh besar dalam mendorong terwujudnya sikap peduli lingkungan siswa sekolah. Di Indonesia, pemilahan sampah diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 81 Tahun 2012 tentang Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga, yakni dilakukan melalui kegiatan pengelompokan sampah menjadi sedikitnya lima jenis sampah (Andina, 2019). Hasil kajian literatur yang kami lakukan meyakinkan kami untuk memilih siswa sekolah dasar sebagai sasaran penerima manfaat aksi baik. Teknis pelaksanaan pembelajaran kami rancang dalam waktu singkat, dengan latihan yang singkat pula. Metode yang kami canangkan adalah pembelajaran berbasis diskusi, dengan harapan peserta didik dapat berpartisipasi aktif.
ADVERTISEMENT
Tantangan Selanjutnya: Keterlampauan Kuantitas Siswa
Menjadi seorang pendidik nyatanya merupakan pekerjaan yang begitu menantang. Kelompok penulis diharuskan mengaplikasikan kemampuan beretorika dan mengasuh anak-anak usia 7-9 tahun dalam satu waktu. Antusiasme mereka begitu tinggi. Keadaan ini begitu menggembirakan, melihat bagaimana anak-anak tersebut bernalar dan bermain. Antusiasme tersebut menutupi kekhawatiran kelompok penulis akan asingnya konsep pemilahan sampah bagi siswa kelas 1-3 SD (meskipun ini juga karena iming-iming hadiah).
Sayangnya, persiapan singkat kami nyatanya belum begitu matang. Hal-hal seperti batasan jumlah siswa luput dari pandangan kelompok penulis. Pelaksanaan aksi menjadi kurang kondusif karena menggabungkan 252 siswa kelas 1-3 SD dalam satu waktu (27/04/24). Banyak siswa yang bercanda, berteriak, hingga menangis karena berebut hadiah.
ADVERTISEMENT
"Menurutmu, apakah aksi kita berdampak positif?" bisik kawan sejawat penulis tepat setelah kami menutup projek pendidikan pemilahan sampah. Sontak saja, penulis tertegun, pertanyaannya bukan tanpa alasan. Kami langsung saja mendapati beberapa sampah plastik yang ditinggalkan begitu saja di aula sekolah. Ini menimbulkan pertanyaan tentang apakah sebenarnya menggelar aksi merupakan langkah yang tepat. 
Rekonseptualisasi Makna Aksi Baik
Perasaan gagal menghantui kelompok kami saat itu. Namun, bukankah dalam kebaikan manusia memang selalu ada kesalahan? Kelompok penulis kemudian mencoba merangkai kembali makna setiap langkah kami hari itu, dimulai sejak bergadang hingga dini hari, mobilisasi antar kota pagi buta, serta bermain dan belajar bersama para siswa. Ya, bersama. Bukan hanya kami yang mengajarkan mereka, tetapi kami juga belajar dari mereka. Belajar bagaimana menyederhanakan komunikasi sehingga dapat dipahami orang banyak, belajar bagaimana menyatukan suara, juga belajar bagaimana menghargai setiap hadiah. Antusiasme para siswa untuk mendapat hadiah serta senyuman tulus mereka ketika menerima hadiah jajanan ringan mengajarkan kami banyak hal, setidaknya untuk menghargai seluruh upaya kami hari itu.
ADVERTISEMENT
Dari 70 jajanan ringan yang kami bagikan sebagai hadiah atas partisipasi para siswa, setidaknya kami hanya mendapati kurang dari 10 bungkus jajanan yang ditinggalkan begitu saja di aula. Optimisnya, meskipun materi yang kami sampaikan hari itu belum mampu diresapi oleh seluruh peserta, setidaknya terdapat mereka yang akan mengajarkan kembali kepada sejawatnya tentang urgensi pemilahan sampah yang coba kami sampaikan.
Ecogenks Beraksi memang bukanlah sebuah projek yang sempurna, yang tidak begitu saja mampu menyelesaikan isu ketidakterolahan sampah yang dihadapi TPST Bantar Gebang setiap saat. Namun, esensi dan nilai yang kami dapat dan berikan menunjukkan bahwa terdapat harapan yang terkandung dalam semangat belajar siswa. Hal ini membentuk bayangan positif tentang bagaimana kepemimpinan generasi kelahiran 2014 dan seterusnya akan berdampak baik bagi lingkungan hidup yang dihuni berbagai makhluk.
ADVERTISEMENT