Konten dari Pengguna

Mengenal Adat Istiadat dalam Hikayat Raja Bandjar dan Kotaringin

Siti Hafifah
Saat ini sedang menempuh pendidikan di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia.
22 Oktober 2022 15:35 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Siti Hafifah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Foto: dokumen pribadi penulis
zoom-in-whitePerbesar
Foto: dokumen pribadi penulis
Adat Istiadat merupakan aturan budaya turun-temurun yang memiliki peranan penting dan harus diterapkan di setiap daerah. Setiap suku memiliki adat istiadat yang berbeda, namun memiliki tujuan yang sama yaitu untuk menanamkan nilai karakter budi pekerti kepada masyarakat. Penerapan adat istiadat di masyarakat dapat dilihat di dalam manuskrip karya sastra.
ADVERTISEMENT
Hikayat Raja Bandjar dan Kotaringin merupakan salah satu naskah karya sastra melayu yang berasal dari Kalimantan Selatan. Naskah ini ditulis menggunakan huruf Arab dengan berbahasa Melayu. Naskah ini dapat ditemukan di Perpustakaan Nasional atau melalui situs web Khastara. Ukuran fisik naskah ini antara lain 10x16 cm dan ukuran sampul 10.5 x 17 cm. kondisi kertas naskah ini cukup baik dan tulisannya dapat terbaca dengan jelas.
Hikayat Raja Bandjar dan Kotaringin menceritakan tentang sejarah awal dari raja, mangkubumi, dan pembesar Kerajaan Dipa, Daha, dan Banjarmasin. Di dalam naskah ini tidak ditemukan angka tahun yang menjelaskan tentang kepengarangannya, namun dari yang dikisahkan dalam hikayat ini memuat sejarah yang mempunyai arti dalam terbentuknya Kerajaan Banjarmasin.
ADVERTISEMENT
Awal mula kisah dalam hikayat ini adalah bercerita tentang kemunculan Negara Dipa. Negara Dipa merupakan negara yang didirikan oleh Ampu Jamatka, putra dari Saudagar Mangkubumi. Saudagar Mangkubumi adalah saudara dari Keling yang sangat kaya raya. Sebelum meninggal, Saudagar Mangkubumi mempunyai wasiat kepada Ampujamatka, agar segera meninggalkan daerah Keling dan mencari daerah baru. Selepas kepergian Saudagar Mangkubumi, Ampujamatka segera melaksanakan perintah ayahnya. Ia pun bergegas memanggil Hulubalangnya untuk mempersiapkan keberangkatannya bersama keluarga.
Setelah beberapa lama mereka berlayar, Ampujamatka belum menemukan apa yang dicari. Mereka memutuskan untuk beristirahat terlebih dahulu dan Ampujamatka pun menyempatkan untuk tidur. Di dalam tidurnya, Ia bermimpi diperintahkan oleh Ayahnya untuk menabur sekepal tanah di tempat itu pada malam hari. Tanpa ragu Ampujamatka langsung melaksanakan perintah ayahnya di malam hari. Tanah yang Ia taburkan panas dan berbau harum, menurut kepercayaan itu artinya pertanda baik. Akhirnya, Pulo Hujung Tanah ditetapkan sebagai daerah barunya dan di sana ia mendirikan kerajaan yang dikenal dengan Negara Dipa.
ADVERTISEMENT
Dalam naskah ini disebutkan bahwa Negara Dipa mewajibkan rakyatnya untuk berpakaian adat Jawa. Selain itu dalam naskah ini banyak menceritakan tentang pelaksanaan upacara adat tradisional yang dikenal dengan nama Dudus. Salah satunya terdapat dalam kutipan:
“Maka Pangeran Kasumaalam didudus oleh Pangeran di darat dan Ratu Kotawaringin dan Raden Jakaria, Raden Aria Segara, dan Pangeran Tapasana mendudus itu mahastukan menjadi raja di mana sultan saa’dilah dalam khotbah yang dileherkan disebut orang Ratu Anum.” (Hlm.161)
Kutipan di atas menjelaskan pendudusan sedang dilakukan karena adanya pengangkatan raja. Dudusan selalu diadakan saat kelahiran keluarga raja, penobatan raja, pernikahan, dan kematian. Selain itu dalam naskah ini juga selalu mengandung nilai-nilai kemasyarakatan yang dapat menjadi contoh teladan bagi masyarakat pada saat itu. Seperti ajaran untuk selalu berbuat baik, karena Tuhan akan selalu melihat dan menghitung amalan hamba-Nya. Sesama manusia juga diterangkan agar kita tidak mengambil hak orang lain. Pesan moral ini terdapat pada kutipan sesaat sebelum Saudagar Mangkubumi wafat. Berikut kutipannya:
ADVERTISEMENT
“…. Adapun lamun aku sudah mati baik-baik angku lawan kaluwargamu dan lawan sakhabat handaimu dan lawan segala hambamu supaya kasih padamu, dan jangan kamu kikir hendaklah kepadamu membuat murah… dan preaka hendaklah berbuat sabar…” (Hlm. 2)
Anjuran untuk berbuat baik merupakan pesan dari Saudagar Mangkubumi kepada anaknya sebelum meninggal. Ampujamatka sebagai anak juga selalu menuruti perkataan ayahnya. Sehingga ini bisa menjadi contoh kepada pembaca agar selalu berbakti kepada orang tua.
Dengan demikian, terciptanya karya sastra yang berupa naskah-naskah sejarah dapat digunakan sebagai pedoman untuk masyarakat agar dapat menjalani kehidupan yang lebih baik.