news-card-video
26 Ramadhan 1446 HRabu, 26 Maret 2025
Jakarta
chevron-down
imsak04:10
subuh04:25
terbit05:30
dzuhur11:30
ashar14:45
maghrib17:30
isya18:45
Konten dari Pengguna

Derita Perempuan di Dunia Serba Patriarki Industri Hiburan Hallyu Wave

S Hanifa Azanda
Peneliti Ilmu Sosial dan Pemerhati Gender dan Kesehatan Mental
25 Maret 2025 12:48 WIB
·
waktu baca 6 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari S Hanifa Azanda tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Awalnya dimulai pada sekitar tahun 2024, setahunan lalu. Seorang aktris muda bernama Kim Sae Ron mengunggah fotonya bersama dengan aktor unggul Hallyu Kim Soo Hyun. Saat itu tepat pada bulan Ramadhan tahun lalu, drama Kim Soo Hyun berjudul Queen of Tears sedang booming dan digandrungi para penikmat drama Korea dari negaranya sendiri hingga mancanegara. Reaksi pun bermunculan. Kebanyakan hingga mayoritas para penggemar dan netizen di Korea Selatan sendiri menghujat Kim Sae Ron sebagai seorang “panjat sosial” dan ingin mencuri perhatian. Hingga akhirnya, tidak tahan dengan hujatan dan cemoohan para netizen, Kim Sae Ron pun menghapus unggahan foto yang terlihat cukup mesra tersebut dari akun media sosialnya.
ADVERTISEMENT
Semua berawal dari tahun 2022, dimana Kim Sae Ron mengalami kecelakaan mobil dengan menabrak pohon dan trafo listrik di Cheongdam-dong, Gangnam-gu, Seoul. Kim Sae Ron terbukti mengemudi dalam keadaan mabuk. Kejadian ini menyebabkan nama dan reputasinya menjadi buruk. Begitu banyak komentar-komentar negatif para netizen Korea Selatan, hingga sang artis pun diboikot dari industri hiburan. Bahkan drama yang rencanakanya akan ditayangkan di Netflix pun dibatalkan penayangannya. Sejak saat ini, Kim Sae Ron pun memiliki citra yang buruk dan tidak lagi bekerja di industri di hiburan. Kontraknya dengan agensi Gold Medalist yang merupakan milik dari Kim Soo Hyun pun dicabut. Sang aktris harus membayar penalti sebesar 700 juta won (sekitar Rp 7,8 miliar).
ADVERTISEMENT
Hingga pada tanggal 16 Februari 2025, Kim Sae Ron ditemukan meninggal dunia di rumahnya. Hari kematiannya bertepatan dengan ulang tahun ke-37 Kim Soo Hyun. Polisi menyimpulkan bahwa penyebab kematiannya adalah bunuh diri. Dari sini mulai muncul merebak isu-isu dan teori konspirasi. Pada tahun 2025 ini, di bulan Maret ini, saluran YouTube Garosero Research Institute (Hoverlab) mengungkap klaim dari seorang perempuan yang mengaku sebagai bibi Kim Sae Ron. Perempuan ini mengungkapkan bahwa Kim Sae Ron telah menjalin hubungan cinta dengan Kim Soo Hyun sejak berusia sekitar 13 tahun dengan Kim Soo Hyun yang saat itu berusia 27 tahun. Hubungan romantis yang mereka jalin selama sekitar 6 tahun. Saat itu pula, Kim Soo Hyun karirnya mulai menanjak dan mendirikan agensi Gold Medalist dengan Kim Sae Ron ikut bergabung dalam agensi tersebut.
ADVERTISEMENT
Permasalahan yang diungkapkan mengenai hubungan kekasih antara pria dewasa dengan wanita dibawah umur. Selain itu, saat Kim Sae Ron terkena musibah kecelakaan pada tahun 2022 dan terkena dampak reputasi buruk, Gold Medalist justru tidak melindunginya sebagai aktris dalam naungan manajemennya. Kim Sae Ron tiba-tiba menerima surat resmi dari Gold Medalist yang menuntut pembayaran atas perbuatan kesalahan yang diperbuatnya. Merasa terpojok, Kim Sae Ron mencoba menghubungi Kim Soo Hyun melalui berbagai cara, termasuk dengan menggunakan nomor sepupunya. Namun, ia tidak mendapatkan respons. Lebih mengejutkan lagi, para jurnalis mulai menghubungi sepupu Kim Sae Ron, yang membuatnya curiga bahwa Kim Soo Hyun memberikan nomor tersebut kepada media.
Hal ini yang menyebabkan, Kim Sae Ron akhirnya menggungah foto mesranya dengan Kim Soo Hyun pada akun media sosialnya. Sang aktris mencoba menghubungi sang aktor, sebenarnya. Tapi yang didapatkan hanyalah hujatan, cacian, dan penolakan keras yang akhirnya mengguncang mental Kim Sae Ron.
ADVERTISEMENT
Menurut Dispatch, media jurnalistik hiburan Korea Selatan, tekanan finansial menjadi faktor besar dalam kematiannya. Setelah menerima surat tuntutan pembayaran, Kim Sae Ron mencoba melunasi utangnya dengan menjual aset, termasuk mobil dan obligasi konversi. Hanya saja, ia hanya mampu mengumpulkan sekitar 200 juta won, jauh dari jumlah yang diminta.
"Aku sedang berusaha untuk bangkit kembali. Aku akan mencicil utang ini dengan setiap proyek yang aku ambil. Aku tidak menolak membayar, tapi jika aku harus membayar 700 juta won sekaligus, aku benar-benar tidak bisa. Haruskah ini benar-benar berujung pada gugatan? Tolong selamatkan aku… Aku mohon, berikan aku waktu."
Dilansir dari Koreaboo, Dispatch juga merilis pesan teks yang diduga dikirim Kim Sae Ron kepada Kim Soo Hyun pada 19 Maret 2024.
ADVERTISEMENT
Konstruksi Gender yang Selalu Ada
Keberadaan pria dan wanita memiliki jarak yang jauh dalam struktur sosial. Wanita selalu menjadi bayang-bayang pria dan sebaliknya, pria menjadi pihak yang unggul diatas wanita. Hal ini merupakan konstruksi sosial yang terbentuk dalam kehidupan bermasyarakat. Peter L. Berger dan Thomas Luckmann, mengembangkan teori konstruksi sosial, yang menyatakan bahwa realitas sosial bukanlah sesuatu yang objektif, melainkan hasil konstruksi sosial yang diciptakan melalui interaksi dan makna yang diberikan oleh individu dan kelompok. Wanita dikonstruksikan lebih rendah dibandingkan para pria sedari dulu hingga sekarang.
Ilustrasi Ketimpangan Gender, Sumber: Shutterstock
Korea Selatan yang masih kental dengan budaya patriarki-nya, menganggap wanita kedudukannya dibawah pria. Banyak sekali kasus-kasus dalam dunia hiburan Hallyu sejak dulu yang menguntungkan para pria dibandingkan para wanita. Aktris dan penyanyi pria yang terkena skandal, seperti judi, mengendarai mobil dalam keadaan mabuk, pelecehan seksual, hingga pemerkosaan, masih bisa bekerja dalam industri hiburan Korea Selatan. Berbanding terbalik 180 derajat dengan para wanita yang hanya terbongkar sifat aslinya saja yang dinilai buruk akan dicemooh hingga karirnya pun akan menurun drastis. Sulit sekali untuk para wanita aktris dan penyanyi Korea Selatan yang pernah terkena skandal untuk berjaya kembali di dunia hiburan. Ironisnya, para penghujat wanita-wanita ini dari kalangan wanita sendiri yang mengidolakan dan mengagungkan para oppa-oppa-nya.
Ilustrasi Para Fangirl, Sumber: Shutterstock
Adanya kesenjangan gender yang begitu tajam antara wanita dan pria di Korea Selatan, terutama dalam industri hiburan Hallyu. Ironisnya, para penggemar Hallyu kebanyakan dari kalangan wanita yang biasanya menggemari drama-drama romantis produksi Korea Selatan. Baik dari dalam negerinya sendiri dan mancanegara. Hal ini merupakan konstruksi sosial gender, suatu teori yang menjelaskan bahwa gender adalah identitas sosial yang terbentuk melalui interaksi sosial. Berimplikasi pada ketidakadilan gender yang terjadi dan menyengsarakan hingga saat ini di zaman modern sekarang ini.
ADVERTISEMENT
Wanita yang Dibutakan oleh Dominasi Pria
Seperti yang telah diungkapkan pada paragraf sebelumnya, para wanita penggemar Hallyu kebanyakan begitu mengidolakan dan mengagungkan para aktor dan penyanyinya. Mereka berusaha selalu membela oppa-oppa, meskipun sudah terbukti berbuat salah. Berkaca dari kasus penyanyi K-Pop Seungri (Lee Seung-hyun) yang dipenjara tidak begitu lama dan sekarang ini sudah bebas melanglang buana dan terlihat masih memiliki banyak penggemar wanita yang tidak percaya perbuatan bejatnya. Kemudian, di sisi lain jangan lupakan Sulli (Choi Jin-ri) yang juga melakukan tindak bunuh diri pada tahun 2019 lalu. Sebelumnya, Sulli yang merupakan mantan penyanyi K-Pop dan solo karir menjadi aktris sering mengkampanyekan feminisme dan pernah memiliki hubungan romantis dengan pria yang berusia jauh lebih tua darinya. Tindakan dan aksi Sulli ini sering kali dihujat oleh para netizen Korea Selatan. Hingga Sulli sangat tertekan dan terkena depresi berat akibat perundungan siber yang menimpanya tersebut.
ADVERTISEMENT
Hingga kapankah wanita selalu dibayang-bayangi pria? Akankan Sulli dan Kim Sae Ron berikutnya bermunculan kembali? Sampai kapan para wanita memuja-muja para pria dan menolak bahkan menekan habis-habisan sesama wanita. Akankah sesama wanita selalu berada pada penderitaan dalam bayang-bayang budaya patriarki dengan dominasi kaum pria?