Konten dari Pengguna

Naskah Drama sebagai Bentuk Imitasi dari Realitas Kehidupan

Siti Sofiah
Mahasiswi Universitas Pamulang, Fakultas Sastra, Program Studi Sastra Indonesia
11 Desember 2022 20:20 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Siti Sofiah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Sumber: Pexels. Topeng.
zoom-in-whitePerbesar
Sumber: Pexels. Topeng.
ADVERTISEMENT
Drama merupakan salah satu karya sastra yang menyuguhkan konflik berdasarkan naskah. Drama sebagai salah satu bentuk karya sastra yang pada umumnya merupakan wujud dari hasil pemikiran atau proses kreatif pengarang dalam menggambarkan peristiwa kehidupan melalui media bahasa, baik dari persoalan pengalaman internal maupun pandangannya terhadap fenomena yang terjadi di sekitarnya. Hal ini membuat makna yang terkandung dalam karya sastra, biasanya memuat bentuk kritik terhadap fenomena yang terjadi sebagai bentuk kemampuan pengarang dalam menuangkan pandangan secara sadar maupun tidak sadar.
ADVERTISEMENT
Walaupun termasuk karya imajinatif yang bersifat fiksi, namun potret realitas kehidupan yang dilakonkan dan didramatisir oleh tokoh-tokohnya juga dapat dijadikan sebagai pesan moral untuk menjadi renungan di kehidupan. Bahkan tak jarang, karya sastra yang bersifat fiktif itu juga mampu membuat emosi para pembaca dan penontonnya mengharu biru saat menikmati bentuk karya sastra tersebut.
Hal ini sejalan dengan naskah drama ‘Minah Tetap Dipancung’ karya Isti Nugroho. Naskah drama tersebut dibuat berdasarkan puisi esai karya Denny Januari Ali. Naskah drama tersebut menggambarkan potret diskriminasi terhadap TKW (Tenaga Kerja Wanita) di Arab Saudi yang bernama Minah.
Untuk beberapa orang, menjadi seorang TKI (Tenaga Kerja Indonesia) yang didistribusikan ke luar negeri menjadi idaman atau keinginan yang ingin terwujud. Hal tersebut disebabkan karena hal-hal yang identik dengan luar negeri selalu menjadi ikon modernitas, hingga untuk di sebagian orang yang telah berkunjung ke luar negeri, baik untuk berwisata maupun bekerja karena tuntutan ekonomi, akan dianggap keren dan dan superior. Namun, untuk kasus Minah dalam naskah drama ‘Minah Tetap Dipancung’ Minah tak punya pilihan lain karena krisis ekonomi yang melanda keluarga kecilnya.
Sumber: Pexels. Perempuan.
Hal tersebut bagai potret realitas kehidupan, di mana persoalan kemiskinan ekonomi masih seringkali menjerat tanah air. Dalam hal ini, pengarang juga menyinggung persoalan mengenai korupsi para petinggi dalam bentuk satire.
ADVERTISEMENT
Narator: Begitu pula dalam soal anggaran. Anggaran yang semestinya untuk hajat hidup orang banyak, bisa berubah menjadi uang bancakan bagi para siluman. Apakah mereka korupsi? O tidak! Seratus persen tidak! Mereka itu jujur-jujur. Saya jamin itu. Mereka itu bukannya nyolong, tapi sekadar menyalurkan bakat-bakat kreatifnya dalam permainan sulap atas anggaran. Tujuannya pun sangat mulia. Pertama, memperkaya diri sendiri, keluarga, dan kroninya. Kedua, mendidik rakyat untuk selalu hidup serba kekurangan.
Hal ini seakan menegaskan bahwa karya sastra dapat digunakan sebagai senjata untuk melawan sekaligus menggambarkan realita kehidupan kala pemerintah mulai bertindak sewenang-wenang. Pengarang berusaha menyelipkan sebuah kritik terhadap fenomena yang terjadi di kehidupan nyata. Bentuk satire lainnya juga terdapat dalam salah satu dialog lagi.
ADVERTISEMENT
Calo: Saya harus rajin ngasih upeti ke berbagai petinggi. Maklum, di negeri ini, yang namanya petinggi itu kayak siluman, harus disajeni. Kalau tidak, mereka akan ngamuk. Dan seluruh marcapada percaloan akan guncang dan kacau. Dan ini mengancam eksistensi saya sebagai calo!
Dialog Calo seakan menjadi bentuk satire dalam realitas kehidupan di Indonesia. Calo inilah yang membantu menyalurkan Minah menjadi TKW di Arab Saudi. Minah yang berasal dari Cirebon, tak punya pilihan lain selain berangkat menuju Arab Saudi sebagai TKW demi terus menunjang kebutuhan keluarga kecilnya. Tuntutannya sebagai seorang ibu rumah tangga yang juga harus menjadi tulang punggung keluarga demi menafkahi hidup anaknya beserta sang suami, yaitu Ahmad.
Walau ironisnya, kehidupannya berakhir memilukan di negara asing. Tak seberuntung teman-teman lainnya, majikan Minah yakni Tuan Farouk dan Nyonya Farouk sangat bengis, kejam, temperamental, dan hedonistis.
ADVERTISEMENT
Nyonya Farouk: Minah! Dengar! Di luar atau di dalam kamar, pakaianmu harus rapat! Arab itu negara paling beradab! Paling beradab di dunia! Tidak bar-bar seperti negaramu… apa nama negaramu? Ya… ya… Indo… nesia… negara produsen babu. Kamu tersinggung? Iya?! Mau marah? Iya?! Minah, hanya orang kaya yang berhak marah! Camkan itu. Sekarang bereskan pekerjaanmu. Kamu harus masak, mencuci, seterika, nyapu, ngepel, cuci mobil. Dan yang pasti, kamu tidak boleh tidur sebelum kami tidur. Paham?
Perempuan seringkali mengalami diskriminasi di dunia kerja. Hal ini membuat pengarang menunjukkan bahwa adanya realita dikotomi kelas sosial antara si kaya dan si miskin ataupun majikan dan buruh. Padahal para TKI dan TKW ini merupakan pahlawan devisa yang sudah sepatutnya memiliki hak perlindungan dari negara.
ADVERTISEMENT
Narator: Jadi rakyat kecil itu memang susah. Tapi rakyat kecil yang wanita lebih susah lagi. Yang wanita itu kena diskriminasinya double. Di luar negeri, karena ia orang Indonesia, ia sudah terkena diskriminasi. Eh, di dalam negeri, karena ia wanita, ia juga terkena diskriminasi. Waktu kecil, oleh orang tuanya dibedakan. Sekolah untuk wanita tak usah tinggi. Makanya, banyak TKW kita yang mudah dibodohi. Jelaslah yang TKW itu lebih menderita. Diskriminasi terhadap mereka itu double, bahkan triple.
Dalam sistem patriarki, selalu diposisikan perempuan sebagai warga kelas kedua, hingga tak jarang eksistensi perempuan terabaikan, dan bahkan mendapatkan diskriminasi berupa bentuk-bentuk ketidakadilan seperti marginalisasi, subordinasi, stereotipe, dan beban kerja lebih banyak.
Minah: Aku bukan pelacur! Aku bukan pelacur! Dasar iblis… Kulemparkan uang itu, tepat di wajahnya. Wajahnya berubah merah. Ia menghujamkan pukulan demi pukulan, tendangan demi tendangan. Aku menjerit. Aku melawan. Kuludahi wajahnya. Iblis itu mengamuk. Ia mengacungkan dan mengayun-ayunkan pisau. Pisau itu berkelebatan. Siap menikam tubuhku. Namun, aku sigap menangkisnya. Mendadak Iblis itu merangsek dan menerkam tubuhku. Aku di tindihnya. Tangannya yang kekar hendak menikamkan pisau ke dadaku. Namun aku bisa menahannya. Dalam pergumulan yang sangat tidak seimbang itu, mendadak kurasakan ada tenaga gaib yang mengalir dalam tubuhku. Ada keberanian yang melecut-lecut dalam dadaku. Kurebut pisau itu, dan kutikam dia. Tepat di jantungnya! Darahnya mengalir deras. Iblis itu terkapar tanpa daya. Tewas.
ADVERTISEMENT
Bentuk ketidakadilan tersebut secara utuh dialami oleh Minah. Akibat terlalu sering mendapatkan ketidakadilan dari majikannya, Minah berusaha melawan. Namun, tindakan perlawanannya tersebut membuat Minah harus membayarnya dengan nyawa yang berakhir di tiang pancung.
Bentuk konstruksi sosial dalam budaya patriarki berusaha pengarang sampaikan di dalam naskah drama ‘Minah Tetap Dipancung’. Penolakan terhadap budaya patriarki, pengarang salurkan melalui peristiwa terjadinya kematian Tuan Farouk. Karakter Minah digambarkan sosok yang bertanggungjawab, pekerja keras, tegar, dan berjiwa pemberani, di mana karakter seperti ini biasa diperankan oleh laki-laki.