Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0
Konten dari Pengguna
Warung Kopi ala Muhammad Syukri
9 Maret 2017 12:39 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:18 WIB
Tulisan dari Siva Armanda tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Siang ini dengan kondisi yang sangat terbatas sehabis kecelakaan rabu pagi, saya kembali memantau semua media sosial milik saya yang terus berbunyi hingga kini, banyak yang berbelasungkawa atas kejadian ada juga yang menanyakan kabar dan kondisi, dan ada yang menyemangati dengan pemberian sebuah foto yang menampilkan cangkir kopi espresso. Saya terheran, seorang sahabat lama saya menunjukan suatu ekspresi yang berbeda dengan icon gambar kopi serta ajakannya untuk berbincang mengenai kopi tanpa menyinggung sama sekali mengenai kejadian kecelakaan saya. Sahabat ini merupakan photographer ternama yang sudah lama melepas profesi nya tersebut dan membanting setir menjadi pengusaha kopi, ia sering membicarakan keseruannya dalam menekuni bisnis kopi, menjelaskan cara Coffee Roasted yang baik atau menyuruh saya untuk lebih teliti dalam memilih kopi, pernah suatu hari yang lampau teman saya mencoba melemparkan sebuah pertanyaan iseng, seperti "Minum Kopi Grade Berapa, siv?" yang saya tahu hanya menganga dan mendadak K.O karena tidak memiliki ilmu kopi selihat sahabat saya itu.
ADVERTISEMENT
Mengingat saya minim ilmu mengenai dunia kopi, saya kembali membongkar lemari dan menemukan sebuah buku menarik mengenai kopi karya Bapak Muhammad Syukri berjudul Hikayat Negeri Kopi. Beliau merupakan seorang penggiat dan penggila kopi gayo khas Aceh Tengah, buku tersebut dengan gaya bahasa yang sangat ringan menjelaskan banyak hal mengenai kopi di Aceh. Salah satu tulisan kritisnya mengenai Gaya Hidup yang menjelaskan bahwa Kafe dan Warung Kopi: Ruang Pertemuan antar-Stratifikasi Sosial yang menggelitik saya untuk menulis.
Banyak yang memiliki pemikiran idealis bahwa akan menuju sebuah kafe atau warung kopi yang rasa kopi nya enak, atau nendang atau kuat. Tidak perduli bagaimana keadaan kafe atau warung kopi tersebut, tetapi tulisan Bapak Muhammad Syukri menjelaskan bahwa sebetulnya kebiasaan nongkrong dan ngobrol di warung kopi atau kafe menjadi sebuah ruang pertemuan untuk berinteraksi, yang pasti beliau berpendapat animo pengunjung warung kopi tidak mutlak disebabkan oleh rasa dan aroma yang disajikan, namun lebih dipengaruhi oleh keinginan untuk bersosialisasi, apalagi beliau mempertegas meski di Aceh dan dimanapun masih banyak masyarakat mencari kafe atau warung kopi yang menyediakan kopi arabika atau espresso atau americano yang sedap dilidah dengan rasanya yang nendang, tentu tujuan pada akhirnya akan bercengkrama sebagai wahana hiburan pelepas lelah. Warung Kopi pada akhirnya mejadi ruang publik multifungsi, sebagai rumah aspirasi, dari ruang tersebut berbagai informasi mau candaan, fakta, data terus diperbarui. Beliau juga memberikan pendapat bahwa memahami fungsi warung kopi sebagai rumah aspirasi selalu hadir di ruang publik. Sehingga tidak ada jarak antar stratifikasi. Meski tentu di kota sentralis dalam memilih warung kopi atau kafe dapat disesuaikan dengan budget masing-masing.
Foto ini saya ambil pada saat saya bingung memilih kopi sejati ala teman saya, yang sewaktu-waktu melontarkan pertanyaan aneh yang membuat saya ternganga. Dia kembali berceloteh dengan mengungkapkan bahwa kopi dengan bahan baku grade 1 akan terasa enak dilidah, sebaliknya kalau meminum kopi kemasan dengan harga cukup murah, kemungkinan bahan bakunya berasal dari biji garde 4b, grade 5 atau grade 6. Dan, ia menunjuk green tea coffee di cangkir saya dan mengatakan, "Ini green bean? pasti bukan, mau ya minum kopi grade 6!" dan, sekarang saya baru engeh. Dia meledek selera saya.
ADVERTISEMENT
Ya sudahlah, Yuk Ngopi!