Konten dari Pengguna

Pembajakan Buku di Yogyakarta: Ancaman Serius bagi Industri Penerbitan Lokal

Sekarningrum Karuniajati
Menempuh studi di jurusan Ekonomi Universitas Sanata Dharma mendorong saya untuk memahami sistem ekonomi memengaruhi kehidupan masyarakat. Dengan pemahaman ekonomi ini, saya berharap dapat berkontribusi dalam lingkungan masyarakat luas.
12 November 2024 13:32 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Sekarningrum Karuniajati tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

Fenomena Pembajakan Buku

ADVERTISEMENT
Tingginya permintaan terhadap buku akademik dan non-akademik menciptakan pasar yang besar, yang kemudian dieksploitasi oleh pihak-pihak tidak bertanggung jawab. Mereka memproduksi salinan ilegal dari buku-buku laris dan menjualnya dengan harga jauh di bawah harga asli, menyebabkan kerugian besar bagi penerbit dan penulis lokal.
ADVERTISEMENT
Fenomena pembajakan buku di Yogyakarta telah mengkhawatirkan, dengan praktik pembajakan yang terjadi baik secara online maupun offline. Masalah ini tidak hanya mengancam secara ekonomi, tetapi juga menyoroti lemahnya penegakan hukum dan rendahnya kesadaran masyarakat akan pentingnya hak cipta. Pada saat pandemi Covid-19 tahun 2020, hasil survei Ikatan Penerbit Indonesia menunjukkan bahwa sebanyak 1.126 judul buku yang diterbitkan oleh 11 penerbit telah dibajak.
Kios Penjualan Buku di Yogyakarta (Foto: dokumen pribadi Sekarningrum Karuniajati)

Penjualan Buku Bajakan

Pembajakan buku di Yogyakarta terjadi melalui jalur online dan offline. Secara offline, buku bajakan dijual di pasar buku dan kios -kios kecil dengan harga yang murah. Selain itu, dengan perkembangan teknologi, penjualan buku bajakan kini semakin masif di platform e-commerce dan marketplace. Konsumen yang ingin kemudahan dalam membeli buku dengan harga murah lebih memilih membeli buku bajakan melalui jalur online. Platform-platform ini menyediakan akses mudah bagi pelaku pembajakan untuk menjual buku secara ilegal, tanpa menghadapi banyak hambatan hukum.
ADVERTISEMENT
Dalam survei yang dilakukan oleh Ikatan Penerbit Indonesia (IKAPI) saat masa pandemi Covid-19, lebih dari setengah penerbit melaporkan menemukan buku terbitan mereka beredar di platform lokapasar daring. Selain itu, sebanyak 20,8 persen penerbit menemukan versi PDF ilegal dari buku-buku mereka beredar secara online. Ini menunjukkan bahwa pembajakan secara digital telah menjadi masalah yang signifikan dan menyebabkan kerugian besar bagi penerbit lokal. Dalam satu tahun tersebut, potensi kerugian penerbit dari pembajakan buku mencapai Rp253,3 miliar.

Dampak Terhadap Industri Penerbitan Lokal

Pembajakan buku memiliki dampak langsung terhadap industri penerbitan lokal di Yogyakarta. Para penulis yang karyanya dibajak kehilangan pendapatan yang seharusnya mereka terima dari royalti penjualan buku asli. Pendapatan yang berkurang ini mempengaruhi kesejahteraan mereka dan mengurangi motivasi untuk terus berkarya. Penerbit lokal pun mengalami penurunan penjualan yang signifikan akibat keberadaan buku bajakan yang mendominasi pasar.
ADVERTISEMENT
Bagi industri penerbitan lokal di Yogyakarta, pembajakan ini tidak hanya merusak secara finansial, tetapi juga menciptakan tantangan dalam mempertahankan kualitas dan kreativitas. Jika pembajakan terus berlangsung, penulis dan penerbit akan semakin kehilangan semangat untuk menghasilkan karya baru, sehingga bisa mempengaruhi perkembangan literasi di kota ini. Padahal, Yogyakarta dikenal memiliki budaya literasi yang kuat, dan pembajakan ini berpotensi merusak reputasi kota sebagai pusat pendidikan.

Faktor Penyebab

Budaya menyalin buku secara informal sudah menjadi bagian dari kebiasaan masyarakat, terutama di kalangan mahasiswa. Banyak orang yang tidak sadar bahwa menyalin buku tanpa izin adalah pelanggaran hukum. Selain itu, norma sosial yang rendah terhadap penghargaan hak cipta membuat pembajakan ini tidak dianggap serius oleh sebagian masyarakat terlebih lagi kurangnya pemahaman masyarakat tentang pentingnya hak cipta membuat pembajakan ini sulit diatasi secara menyeluruh.
ADVERTISEMENT
Faktor ekonomi juga memainkan peran penting. Harga buku bajakan yang jauh lebih murah dibandingkan buku asli menarik konsumen, mereka cenderung memprioritaskan harga murah tanpa memperhatikan legalitas. Di sisi lain, distribusi buku asli yang belum merata juga memicu maraknya pembajakan. Banyak konsumen beralih ke buku bajakan karena mereka sulit menemukan buku yang diinginkan di toko atau situs resmi.

Penegakan Hukum Lemah

Lemahnya penegakan hukum terkait hak cipta di Yogyakarta juga menjadi alasan mengapa pembajakan buku terus berlangsung. Meskipun ada Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, penerapannya di lapangan sering kali tidak efektif. Pelaku pembajakan seringkali lolos dari hukuman dengan kerugian yang ditimbulkan.

Solusi

Untuk mengatasi ancaman serius pembajakan buku, diperlukan langkah-langkah yang komprehensif. Edukasi kepada masyarakat mengenai pentingnya menghormati hak cipta harus ditingkatkan. Masyarakat perlu memahami bahwa membeli buku bajakan merugikan penulis dan penerbit, serta mengancam keberlanjutan industri kreatif.
ADVERTISEMENT
Selain itu, pemerintah perlu memperkuat penegakan hukum dan memberikan sanksi tegas kepada pelaku pembajakan untuk menciptakan efek jera. Platform online seperti marketplace dan e-commerce perlu pengawasan lebih ketat untuk mencegah penyebaran buku bajakan. Di sisi lain, penerbit harus berupaya menawarkan buku dengan harga yang lebih terjangkau serta memperbaiki distribusi buku agar konsumen lebih mudah mendapatkan buku asli.