Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Anak Mudah Menyerah, Katakan Hal Ini Padanya
14 Juli 2023 9:04 WIB
·
waktu baca 3 menitTulisan dari Skata tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
“Raka, kemaren coach laporan katanya kamu nggak mau latihan lagi. Kenapa?“
ADVERTISEMENT
“Iya, temen-temen ngetawain aku soalnya kalo shoot jarang masuk. Aku nggak mau ah basket lagi!”
Rasanya cepat sekali anak berkata enggan, menggugurkan niat ketika terjadi hambatan. Raka, salah satunya. Padahal, awalnya Raka yang meminta ibunya untuk ikut ekskul basket dan ini belum sampai sebulan ia latihan. Inginnya tentu anak bisa konsisten dengan pilihannya dan tidak mudah menyerah akan sesuatu. Tapi, di sisi lain, ibu Rara pun tak ingin memaksakan kehendaknya. Kalau sudah begini bagaimana menghadapinya, ya?
Pertama, cari tahu mengapa ia mendadak ingin berhenti.
Contoh kasus Raka, ia ingin berhenti karena merasa gagal dalam melakukan shooting. Bisa jadi, ia memang merasa tidak sanggup melakukannya atau ada rasa tidak nyaman yang lain. Tekanan, misalnya. Ketika sang ibu bertanya, rupanya Raka merasa malu saat harus melakukan shooting berulang di depan teman-temannya karena ia tak mampu melakukannya dengan benar.
ADVERTISEMENT
Jika Anda mengalami situasi yang sama, jangan langsung berasumsi, tanyakan pada Ananda mengapa ia ingin berhenti.
Lalu, coba ajak anak untuk menuliskan hal positif dan negatif dari kegiatannya.
Saat anak masih dalam kondisi tidak nyaman, tentu saja akan banyak daftar negatif dari kegiatan yang ingin ia hentikan. Tunggu momen yang tepat, bicara saat anak sudah merasa nyaman. Ajak ia untuk menuliskan apa yang ia suka dan tidak suka, serta hal positif dan negatif yang ia dapat.
Kalau menurut Raka, ia senang main basket karena bisa meniru film Slam Dunk yang kerap ditontonnya. Ia pun senang belajar teknik bermain basket dan merasa bugar setelahnya. Namun, ia tak senang ketika teman-temannya menertawakannya. Hal ini membuat percaya dirinya turun dan enggan melakukannya lagi.
ADVERTISEMENT
Ketiga, cari solusi bersama.
Tentu saja, Anda sebagai orang tua ingin anak untuk tetap meneruskan kegiatan yang sudah ia lakukan. Siapa yang ingin anak tidak tuntas dalam melakukan sesuatu, walaupun hanya sekedar ekskul? Apalagi, ada kekhawatiran kejadian tersebut akan terulang kembali jika Anda membiarkannya menyerah di tengah jalan. Sebelum berpikir jauh, pikirkan dulu kenyamanan anak dan alasan di balik ia menyerah.
Setelah berdiskusi dan menemukan alasan mengapa ia ingin berhenti, kini saatnya Anda memberikan masukan (juga semangat) untuknya kembali berjuang.
“Raka nggak senang ya, diketawain? Apakah semua menertawakan Raka? Atau, hanya 1-2 orang saja? Kira-kira, bisa enggak Raka abaikan saja dan fokus memperbaiki teknik shooting biar bolanya bisa masuk? Kalau sering dilatih, pasti lama kelamaan Raka bisa."
ADVERTISEMENT
Berikan pemahaman dan solusi untuk anak. “Kalau Raka mau, ibu bisa bantu sampaikan ke coach alasan Raka tidak nyaman les basket. Tapi Raka tetap semangat latihan lagi. Mau, ya?”
Tetap berikan semangat dan kepercayaan bahwa ia tetap bisa melanjutkan. Jelaskan bahwa hambatan pasti ada, itu bagian dari proses menuju sukses. Kalau tak pernah melewati tantangan, sukses menjadi tak berarti, bukan?
Jika anak bersikeras untuk berhenti..
Boleh saja, karena kita tidak bisa memaksakan kenyamanan anak. Namun, ini boleh dilakukan jika ia sudah berusaha lagi setelah hambatan yang terjadi. Tandanya, ia sudah berusaha tapi ternyata sudah tidak nyaman untuk melangkah.
Kecewa? Pasti ada. Tapi, proses belajar dan berani untuk mencoba lagi setelah kendala, menjadi pengalaman dan pelajaran berharga untuk anak. Ia akan belajar untuk berpikir lagi sebelum memutuskan sesuatu dan berhati-hati dalam mengambil keputusan di kemudian hari. Dan ini, adalah salah satu antisipasi anak untuk menyerah di tengah jalan.
ADVERTISEMENT