Kala Remaja Patah Hati, Orang Tua Harus Bagaimana?

Skata
SKATA adalah sebuah inisiatif digital yang mendukung pemerintah Indonesia dalam membangun keluarga melalui perencanaan yang lebih baik. SKATA lahir tahun 2015 melalui kerjasama antara Johns Hopkins CCP dan BKKBN.
Konten dari Pengguna
18 Desember 2019 7:24 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Skata tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Kala Remaja Patah Hati, Orang Tua Harus Bagaimana?
zoom-in-whitePerbesar
ADVERTISEMENT
Sudah seminggu Nala sering diam di kamarnya. Mata sembab, patah semangat, bahkan tak menghiraukan jam makan. Ibu paham, ketika patah hati atau sekedar ‘bertepuk sebelah tangan’ bagi remaja pasti berat rasanya. Nala, di sisi lain baru saja putus dengan pacarnya yang sudah dua tahun bersama, dengan alasan yang sulit diterima Nala. Tak heran, jika ia patah hati. Namun kini sudah saatnya bertindak, pikir Ibunya. Ia tak ingin Nala tenggelam dalam kesedihan dan merusak kehidupan remajanya. Apa yang harus Ibu lakukan?
ADVERTISEMENT
Ayah, Ibu, tahukah Anda bahwa momen patah hati adalah saat tepat untuk mengajarkan anak tentang rasa sakit, penolakan, kekecewaan, kesedihan dan segala emosi yang mungkin muncul pasca perpisahan? Dengan cara yang benar, mereka akan mampu menguatkan diri tanpa merasa lebih buruk dengan keadaan. Ini caranya:

Berikan simpati, pahami perasaannya

Walaupun Anda sudah menyangka hubungan ini tak akan berlangsung lama, tapi anakmungkin membayangkan akhir yang happy ever after. Alih-alih berkata, “Dia memang kurang baik untukmu” atau “Ini bukan masalah besar”, tunjukkan simpati dengan bertanya bagaimana keadaanya, apa yang ia rasakan. Kalimat seperti, “Ayah Ibu tahu ini berat untukmu", "Apa yang bisa kami bantu untuk membuatmu lebih nyaman?”, atau “Ibu pernah mengalami ini, Ibu tau rasanya patah hati, mau cerita sama Ibu?” bisa membuat anak lebih terbuka untuk bercerita.
ADVERTISEMENT
Anda mungkin berpikir anak lelaki akan lebih mudah mengatasi patah hati, padahal belum tentu. Remaja lelaki tak berbeda dengan perempuan dalam mengatasi perpisahan. Bahkan, bisa lebih buruk, tergantung dari karakter anak. Jadi, berikan simpati dan empati yang sama.

Biarkan anak menentukan pilihannya

Hanya karena anak yang memutuskan hubungan, bukan berarti mereka tidak merasakan emosi dibaliknya. Karena patah hati tak hanya terjadi pada ’korban’ perpisahan tapi juga bisa pada pelaku. Siapapun yang memutuskan hubungan, tetaplah berada di belakang anak untuk memberi dukungan. Jangan menyalahkan jika yang memutuskan adalah pihak lawan, jangan pula katakan bahwa ini keputusan yang terbaik (ataupun buruk). Ada kesalahan yang harus Anda biarkan remaja lalui, jadi biarkan mereka yang memutuskan (apapun) pilihannya.
ADVERTISEMENT

Bersiap untuk roller coaster emosi

Hari-hari penuh tangisan, amarah, lagu-lagu galau, pasti akan berlalu. Suatu hari nanti remaja akan mungkin merasa OK dengan perpisahannya namun akan ada lagi masa dimana ia akan kembali merasa terpukul. Berbagai macam fase emosi akan muncul hingga ia bisa berdamai dengan keadaan. Sepanjang itu, usahakan selalu ada di samping mereka.

Mencari bantuan profesional, mengapa tidak?

Tak usah enggan atau ragu untuk meminta bantuan profesional jika Anda merasa anak melakukan hal yang tak sewajarnya. Kita tak bisa menjamin remaja bisa mengatasi masalahnya sesuai harapan. Jika sudah menyakiti fisiknya (baik sekedar mogok makan berhari-hari atau menyakiti diri yang lebih serius) segera hubungi tenaga profesional.
ADVERTISEMENT
Semoga saja anak tidak sampai melakukan hal-hal berbahaya, ya. Agar ia lebih mudah move on, coba simak pengalaman sejumlah remaja berikut untuk mengatasi patah hatinya dengan cara yang positif.