Ternyata, 60%-80% Ibu Baru Alami Baby Blues, lho!

Skata
SKATA adalah sebuah inisiatif digital yang mendukung pemerintah Indonesia dalam membangun keluarga melalui perencanaan yang lebih baik. SKATA lahir tahun 2015 melalui kerjasama antara Johns Hopkins CCP dan BKKBN.
Konten dari Pengguna
25 Desember 2019 7:19 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Skata tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ternyata, 60%-80% Ibu Baru Alami Baby Blues, lho!
zoom-in-whitePerbesar
ADVERTISEMENT
Momen pasca persalinan merupakan waktu yang berhubungan erat dengan perubahan fisik dan emosi secara intens. Hal ini dapat menyebabkan munculnya kecemasan dan gangguan mood. Gangguan ini dapat memiliki tiga derajat keparahan yaitu baby blues, postpartum depression, dan postpartum psychosis. Postpartum blues (PPB) atau yang dapat disebut juga baby blues merupakan tingkat paling ringan dan juga paling sering terjadi pada setiap kasus melahirkan. Biasanya terjadi pada hari pertama hingga ketiga setelah melahirkan. Beberapa gejalanya antara lain perubahan mood yang cepat, hilang kesabaran, mudah tersinggung, sulit tidur, sering menangis, kecemasan (anxiety), kesepian, dan perasaan rapuh yang berlebihan.
ADVERTISEMENT
Sekitar 60% - 80% ibu baru mengalami baby blues. Kabar baiknya, baby blues jarang membutuhkan obat untuk pemulihannya karena dukungan moral dan edukasi lingkungan terdekat ibu lebih berpengaruh untuk kesembuhan. Meskipun demikian, lebih dari 20% ibu yang mengalami baby blues memiliki kecenderungan untuk mengalami postpartum depression (PPD) dan secara langsung menimbulkan konsekuensi terhadap perkembangan kognitif anak.
Penyebab dari baby blues sendiri tidak diketahui. Namun, berbagai macam faktor seperti perubahan hormonal, faktor sosiokultural, kondisi ekonomi, dan konflik dalam hubungan memiliki andil dalam kejadian ini. Karenanya, mereka yang mengalami baby blues harus mampu memastikan bahwa mereka sudah sepenuhnya pulih atau belum.
ADVERTISEMENT
Diagnosis awal dari baby blues dan identifikasi dari faktor risiko yang bersangkutan akan memudahkan tenaga kesehatan untuk dapat mencegah terjadinya baby blues. Banyak wanita yang menutupi stres setelah melahirkan dan tetap diam akibat dari stigma sosial mengenai gangguan ini.

Tekanan sosial jadi penyebabnya

Pada salah satu studi di India mengenai keadaan baby blues, ditemukan hubungan yang kuat dan konsisten antara variable demografis dan sosiokultural dengan baby blues. Jenis kelamin bayi berkontribusi terhadap tekanan yang dialami ibu, terlebih lagi pada mereka yang hidup di lingkungan dengan status ekonomi rendah.
Studi ini juga mengungkapkan ibu yang telah melahirkan anak perempuan namun telah memiliki anak perempuan sebelumnya akan terjadi peningkatan 69% tingkat stres yang terjadi. Terdapat pula hubungan yang kuat antara pendapatan keluarga dengan baby blues ini. Dengan bertambah satu anggota keluarga lagi, maka akan bertambah pula tingkat stres yang terjadi pada ibu dengan tingkat pendapatan yang rendah.
ADVERTISEMENT
Maka dari itu, perencanaan keluarga yang matang melalui konseling menjadi sangat penting. Bukan hanya untuk membuat jarak antar anak, namun juga dapat mengatur keuangan keluarga dengan lebih baik.
Meskipun demikian, ibu yang berasal dari lingkungan ekonomi menengah ke atas pun dapat mengalami baby blues. Kurangnya bantuan emosional dan fisik dari keluarga sendiri menjadi salah satu faktor vital yang dilihat dalam penelitian ini.

Cara kurangi gejala baby blues

Jika Anda merasa mengalami baby blues, berikut cara yang bisa dilakukan untuk dapat mengurangi gejalanya:
• Berbicara dengan orang yang dipercaya tentang perasaan Anda
• Mengatur pola makan yang baik dan sesuai. Baru mempunyai bayi membuat Anda tidak makan dengan teratur sehingga sedikit karbohidrat saja akan membuat perubahan mood dengan cepat
ADVERTISEMENT
• Jika memungkinkan, tambah aktivitas di luar ruang agar dapat menghirup udara segar
• Meminta bantuan orang lain untuk melakukan pekerjaan domestik seperti memasak dan bersih-bersih, atau bantuan apa pun yang memungkinkan Anda untuk fokus pada kegembiraan memiliki bayi baru
• Jangan terburu-buru untuk mampu menguasai semua skill yang dibutuhkan oleh ibu baru. Cobalah untuk fokus beradaptasi terlebih dahulu dengan rutinitas yang baru dengan bayi.

Apakah baby blues dapat dicegah?

Karina Negara, psikolog dari platform konseling online KALM, menyarankan cara mencegah baby blues untuk calon ibu dan ibu baru: don’t take things personally. Kalau ada komentar negatif dari keluarga atau lingkungan sekitar, jangan diambil hati.
ADVERTISEMENT
“Ibu, mertua, tante, atau siapapun dapat memaksakan pemahaman mereka tentang cara merawat bayi. Dan Anda harus mengantisipasi bahwa hal tersebut akan terjadi. Tidak perlu dimasukkan ke hati, ambil keputusan yang terbaik untuk diri sendiri dan anak. Jangan bergantung dengan “kata si ini, kata si itu”,” jelas Karina.
Tidak lupa, suami yang peka dengan perubahan istri serta mengetahui tentang apa itu baby blues beserta penyebabnya menjadi faktor penting untuk mencegah terjadinya baby blues.