Konten dari Pengguna

Tonic Immobility, Penyebab Korban Kekerasan Seksual Tak Sanggup Melawan

Skata
SKATA adalah sebuah inisiatif digital yang mendukung pemerintah Indonesia dalam membangun keluarga melalui perencanaan yang lebih baik. SKATA lahir tahun 2015 melalui kerjasama antara Johns Hopkins CCP dan BKKBN.
28 Februari 2022 9:54 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Skata tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Tonic Immobility, Penyebab Korban Kekerasan Seksual Tak Sanggup Melawan
zoom-in-whitePerbesar
ADVERTISEMENT
“Kalau cewek itu memang enggak mau, kenapa enggak ngelawan?” komentar sejumlah netizen pada korban kasus pelecehan seksual di media sosial. Kebanyakan orang berpikir, saat seseorang mendapat ancaman, terlebih tindakan kekerasan seksual, seseorang itu akan berusaha untuk melawan. Kenyataannya, tak semua kondisi seperti itu. Lalu, mengapa korban kekerasan seksual tak bisa melawan?
ADVERTISEMENT
Tonic immobility: “lumpuh” sementara
Ketika tubuh kita mengenali ancaman, otak dan sistem saraf otonom kita bereaksi dengan cepat, melepaskan hormon seperti kortisol dan adrenalin. Hormon-hormon ini memicu perubahan fisik yang membantu mempersiapkan kita untuk menghadapi ancaman, baik itu melibatkan bahaya fisik, emosional, atau bahaya yang dirasakan. Namun, tak semua manusia memiliki kondisi yang sama.
Tonic immobility adalah metode pertahanan tubuh yang tak disengaja, di mana seseorang dapat mengalami hambatan motorik sementara atau kelumpuhan sementara sebagai respon dari ketakutan ekstrim.
Tonic immobility dirasakan seperti kehilangan kemampuan untuk menggerakkan badan dan anggota gerak, penurunan detak jantung, dan peningkatan ketegangan otot.
Selain itu, menurut J.M.E. Kuiling, F. Klaassen dan M.A. Hagenaars dalam penelitiannya menyebutkan bahwa tonic immobility juga ditandai dengan penghambatan motorik yang mendalam, kekakuan otot, dan perilaku vokal yang ditekan.
ADVERTISEMENT
Jadi, dalam kondisi tonic immobility, walaupun seseorang menginginkan perlawanan seperti berteriak, mendorong, melawan, dan sejenisnya, namun tubuh malah bertindak sebaliknya.
Kok bisa?
Menurut Arkansas Coalition Against Sexualt Assault (ACASA), tonic immobility ini bisa terjadi karena adanya pengaruh aktivitas hormon tertentu, di antaranya hormon kortikosteroid. Hormon ini memiliki peran besar yang membuat energi berkurang sehingga korban merasa kaku.
Namun, penelitian lain menyebutkan bahwa kejadian ini juga berhubungan dengan post traumatic stress disorder (PTSD) pada masa lalu.
Memangnya semua korban kekerasan seks mengalaminya?
Penelitian yang dilakukan oleh Anna Moller, Hans Peter Sondergaard, dan Lotti Helstrom pada Acta Obstetricia et Ginecológica Scandanavica, menyatakan bahwa dari 298 perempuan yang mengalami kekerasan seksual, ada 70% yang mengalami tonic immobilty dan 48% mengalami tonic immobility ekstrim.
ADVERTISEMENT
Dari data di atas, kita bisa tahu bahwa ternyata cukup banyak yang mengalaminya. Jadi, bila ada kasus korban kekerasan seksual yang hanya diam saja dan tidak melakukan apapun, jangan buru-buru menuduh korban tak melawan.
Bagaimana cara mencegahnya?
Karena hal ini terjadi secara alamiah, maka sebenernya kita pun tak bisa mengelak saat mengalami tonic immobility. Namun, berikut adalah tips yang dapat kita lakukan bila tonic immobility menyerang:
1. Tarik dan buang napas.
Pertama-tama, tarik napas panjang dan keluarkan, ini membantu agar pernapasan kita lebih teratur dan dapat fokus berpikir. Kita juga bisa belajar teknik pernapasan ya, agar memudahkan saat ini terjadi.
2. Fokus
ADVERTISEMENT
Pikirkan apa yang seharusnya kita lakukan dan coba untuk mengomunikasikannya dengan otak dan tubuh. Walaupun sulit, kita harus tetap berusaha agar kondisi ini cepat menghilang.
3. Ceritakan ke orang yang tepat
Bila kamu pernah mengalami tonic immobility segera ceritakan apa yang kita alami ke orang terdekat atau profesional seperti psikolog atau psikiater. Mereka bisa membantu kita untuk mengatasi rasa trauma dalam menjalani kehidupan selanjutnya, jangan ragu apalagi malu, ya. Kesehatan mentalmu lebih penting dibanding rasa malu.
Untuk kita semua, hilangkan mindset bahwa korban tidak berusaha untuk melawan saat dilecehkan secara seksual. Bagikan informasi ini ke lingkungan terdekat maupun media sosial, agar semakin banyak yang paham dan tidak menghakimi korban kekerasan seksual.
ADVERTISEMENT
Photo created by www.freepik.com