Review Film The Peanut Butter Falcon

Skyegrid Media
Gamer's Daily.
Konten dari Pengguna
7 Oktober 2019 0:38 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Skyegrid Media tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

Review Film The Peanut Butter Falcon

Review Film The Peanut Butter Falcon
zoom-in-whitePerbesar
ADVERTISEMENT
Cita – cita adalah hak setiap individu. Tapi saat bicara cita – cita yang datang dari mulut seorang penderita Down-Syndrome, hal tersebut jadi sesuatu yang luar biasa. Seperti yang akan saya ceritakan dalam review film the Peanut Butter Falcon kali ini.
ADVERTISEMENT
 
 
Film The Peanut Butter Falcon ini bercerita tentang Zak (Zack Gottsagen), seorang pemuda 22 tahun pengidap down-sindrom. Keluarga Zak yang terbatas dalam hal koneksi dan materi, akhirnya ‘membuang’ Zak ke sebuah Panti Jompo, yang tidak seharusnya Ia ada di sana.
 
Adalah Eleanor (Dakota Johnson), yang mendapat tanggung jawab sebagai ‘pengasuh’ Zak di panti jompo tersebut. Zak sendiri memiliki mimpi untuk menjadi pegulat profesional, dimana setiap kali Ia utarakan, kembali dalam bentuk cemooh dari orang – orang di sekitarnya.
 
Obsesinya untuk menjadi pegulat profesional, membuat Zak nekat melarikan diri dari tempat penampungan. Dengan bantuan Carl (Bruce Dern), teman sekamarnya yang telah lanjut usia, Zak berhasil menyelinap keluar dengan tujuan mendatangi sasana pegulat idolanya, Salt Water Redneck (Thomas Haden Church).
ADVERTISEMENT
 
Nasib mempertemukan Zak dengan Tyler (Shia LaBeouf), seorang nelayan yang sedang dirundung masalah, akibat perbuatannya mencuri. Hingga akhirnya mereka mulai akrab dan melakukan banyak hal, demi mewujudkan cita – cita Zak.
 
 
 
Karakter film ini, terutama Zak, sejatinya terinspirasi dari sebuah novel lawas The Adventures of Tom Sawyer, karya Mark Twain terbitan 1878. Tapi untuk cerita, memang dibuat ulang oleh sang director, Tyler Nilson dan Michael Schwartz.
 
Kedua Director ini mendapat ide saat melihat Zack di sebuah kamp untuk aktor penyandang cacat di Venice, California, Amerika Serikat. Pastinya, mengarahkan seorang penyandang Down-Syndrome bukan perkara mudah. Sekalipun Zack memiliki kemampuan yang menobatkan Ia sebagai aktor penyandang cacat berbakat.
ADVERTISEMENT
 
 
Film ini juga membawa beberapa pegulat profesional sebagai bagian dari alur cerita, yakni Mick Foley dan Jake Roberts. Nampaknya Nilson benar – benar berniat memberi sentuhan nyata bagi The Peanut Butter Falcon, dengan menghadirkan orang yang memang ahli dibidangnya.
 
Shia LaBeouf sendiri menurut saya memang spesialis karakter yang punya kemampuan psikologis dalam hal memberi support moril, Film Transformer contoh nyata lainnya. Aktor kawakan Bruce Dern juga menjadi perhatian khusus saya dengan kemampuannya berakting layaknya sosok dengan banyak kepribadian.
 
 
Sisi paling rumit dari pembentukan visual film ini pastinya ada pada penataan adegan yang melibatkan Zack. Tapi hal tersebut tak lantas membuat Nilson menomor duakan pengambilan gambar. Latar pantai dan laut bukan juga objek yang mudah ditaklukan untuk menghasilkan visual yang apik. Tapi film ini cukup mempu memanfaatkan latar tempat yang ada.
ADVERTISEMENT
 
Secara keseluruhan, poin visual memang bukan nilai jual utama film ini. Tapi cukup berhasil menjadi support yang membuat adegan demi adegan tampil natural.
 
 
Sebagai film drama komedi, film ini memang lebih banyak menjual dialog inspiratif dan humor – humor segar dibanding sisi visual. Cerita yang sebenarnya simpel, dibuat sangat sarat makna hingga membuat penonton keluar dari bioskop dengan banyak inspirasi.
 
Film The Peanut Butter Falcon ini akan mulai tayang di seluruh bioskop Indonesia mulai 9 Oktober 2019 besok. Selamat menyaksikan ya. Seperti biasa, semoga review film the Peanut Butter Falcon
ADVERTISEMENT