Konten dari Pengguna

Ancaman Pidana bagi Pelaku Cyberstalking Menurut KUHP

Ahmad Fahmi Fadilah
Mahasiswa Aktif - S1 Hukum, UIN Jakarta
1 April 2025 14:23 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Ahmad Fahmi Fadilah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
https://cdn.pixabay.com/photo/2018/04/17/11/02/cyber-3327240_960_720.jpg (Ilustrasi kejahatan siber)
zoom-in-whitePerbesar
https://cdn.pixabay.com/photo/2018/04/17/11/02/cyber-3327240_960_720.jpg (Ilustrasi kejahatan siber)
ADVERTISEMENT
Perkembangan teknologi informasi yang semakin pesat, khususnya dengan hadirnya internet, telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan manusia. Kini, internet bukan lagi sekadar alat komunikasi, melainkan kebutuhan primer bagi banyak orang. Kemajuan ini memberikan banyak manfaat bagi berbagai kalangan, mulai dari anak-anak, remaja, hingga orang dewasa, dalam memenuhi berbagai kebutuhan mereka. Internet telah merasuk ke berbagai aspek kehidupan, termasuk di rumah, sekolah, perkantoran, hingga tempat hiburan. Namun, di balik kemudahan yang ditawarkan, muncul permasalahan serius, yaitu meningkatnya tindak kejahatan berbasis internet atau cybercrime, yang menimbulkan tantangan baru dalam bidang hukum.
ADVERTISEMENT
Kejahatan telah menjadi bagian dari kehidupan sosial sejak dahulu, tetapi dengan kemajuan teknologi, bentuknya pun berkembang dari yang konvensional menjadi lebih kompleks dan modern. Dunia maya menghadirkan bentuk kejahatan baru yang sering kali sulit dikenali, terutama di negara berkembang yang masih mengalami kesenjangan digital. Banyak orang yang menjadi korban cybercrime tanpa menyadarinya, mengalami kerugian baik secara moral maupun materiil. Cybercrime sendiri terbagi menjadi beberapa kategori utama, yaitu kejahatan yang menyerang individu, hak milik, dan pemerintahan.
Kejahatan siber yang menyasar individu (cybercrime against person) meliputi tindakan seperti penghinaan, pencemaran nama baik, dan penyebaran konten pornografi. Sementara itu, kejahatan yang menyerang hak milik (cybercrime against property) mencakup peretasan, sabotase jaringan, pencurian data, serta penyalahgunaan informasi pribadi yang dapat menyebabkan kerugian finansial. Adapun cybercrime yang menargetkan pemerintah (cybercrime against government) sering kali berupa cyberterrorism, yaitu upaya untuk mengancam atau mengganggu stabilitas negara melalui tindakan digital yang merugikan.
ADVERTISEMENT
Salah satu bentuk kejahatan siber yang semakin marak adalah cyberstalking, yaitu tindakan yang dilakukan secara berulang dengan menggunakan teknologi informasi untuk mengancam, mengintimidasi, atau memaksa seseorang. Cyberstalking dapat menimbulkan ketakutan dan kegelisahan bagi korbannya, terutama karena pelaku sering kali memanfaatkan berbagai platform digital seperti media sosial, aplikasi pesan instan, serta jaringan komputer. Karakteristik cyberstalking mencakup tindakan mengganggu, melecehkan, dan mengancam korban, yang dilakukan dengan tujuan meneror serta menimbulkan ketakutan.
Dalam ranah hukum Indonesia, kejahatan cyberstalking dapat dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Misalnya, apabila cyberstalking dilakukan dalam bentuk penghinaan, maka pelaku dapat dijerat dengan pasal-pasal berikut:
Pasal 137 ayat 1 KUHP: Barang siapa menyiarkan, mempertunjukkan, atau menempelkan di muka umum tulisan, atau lukisan yang berisi penghinaan terhadap Presiden atau Wakil Presiden, dengan maksud supaya isi penghinaan diketahui atau lebih diketahui oleh umum, diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.
ADVERTISEMENT
Pasal 142 KUHP: Penghinaan dengan sengaja terhadap raja yang memerintah atau kepala negara sahabat, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.
Pasal 143 KUHP: Penghinaan dengan sengaja terhadap wakil negara asing di Indonesia, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.
Pasal 144 ayat 1 KUHP: Barang siapa yang menyiarkan, mempertunjukkan, atau menempelkan di muka umum tulisan atau lukisan yang berisi penghinaan terhadap raja yang memerintah, atau kepala negara sahabat, atau wakil negara asing di Indonesia dalam pangkatnya, dengan maksud supaya penghinaan itu diketahui atau lebih diketahui oleh umum, diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.
ADVERTISEMENT
Selain itu, Pasal 157 KUHP mengatur mengenai penyebaran kebencian yang dapat dikaitkan dengan cyberstalking: Barang siapa menyiarkan, mempertunjukkan, atau menempelkan tulisan atau lukisan di muka umum, yang isinya mengandung pernyataan perasaan permusuhan, kebencian, atau penghinaan di antara atau golongan-golongan rakyat Indonesia, dengan maksud supaya isinya diketahui atau lebih diketahui oleh umum, diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun enam bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.
Bentuk lain dari cyberstalking yang menyerang kehormatan seseorang dapat dijerat dengan Pasal 310 KUHP: Barang siapa sengaja menyerang kehormatan atau nama baik seseorang dengan menuduhkan sesuatu hal, yang maksudnya terang supaya hal itu diketahui umum, diancam karena pencemaran dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.
ADVERTISEMENT
Terakhir, dalam kasus cyberstalking yang mengandung unsur ancaman, pelaku dapat dikenakan sanksi sesuai dengan Pasal 336 KUHP:
Pasal 336 ayat 1 KUHP: Diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan, barang siapa mengancam dengan kekerasan terhadap orang atau barang secara terang-terangan dengan tenaga bersama, dengan suatu kejahatan yang menimbulkan bahaya umum bagi keamanan orang atau barang, dengan perkosaan atau perbuatan yang melanggar kehormatan kesusilaan, dengan sesuatu kejahatan terhadap nyawa, dengan penganiayaan berat, atau pembakaran.
Pasal 336 ayat 2 KUHP: Bilamana ancaman dilakukan secara tertulis dan dengan syarat-syarat tertentu, maka dikenakan pidana penjara paling lama lima tahun.
Semakin kompleksnya kejahatan siber, regulasi hukum perlu terus diperbarui agar mampu mengakomodasi berbagai bentuk kejahatan digital yang terus berkembang. Selain itu, kesadaran masyarakat dalam menjaga keamanan data pribadi serta memahami ancaman dunia maya sangatlah penting untuk mencegah menjadi korban kejahatan siber. Dengan kolaborasi antara penegak hukum dan masyarakat, diharapkan dunia maya tetap menjadi ruang yang aman dan kondusif bagi semua pengguna.
ADVERTISEMENT