Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.96.0
Konten dari Pengguna
Apakah Pemberontakan dan Terorisme itu Sama atau Hal yang Berbeda?
29 Januari 2025 12:29 WIB
·
waktu baca 5 menitTulisan dari Ahmad Fahmi Fadilah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Dalam sejarah dunia, ada banyak gerakan yang bangkit menentang kekuasaan yang mereka anggap tidak adil. Ada yang disebut pemberontak, ada yang disebut teroris. Tapi apakah keduanya sama? Atau justru punya perbedaan yang sangat mendasar? Ini pertanyaan yang sering muncul, terutama dalam perdebatan tentang politik, keamanan, dan hukum. Sebagian orang berpendapat bahwa pemberontakan dan terorisme itu dua sisi dari koin yang sama, sementara yang lain melihatnya sebagai dua hal yang benar-benar berbeda.
ADVERTISEMENT
Jika melihat dari sudut pandang hukum, Indonesia sendiri telah memiliki peraturan yang jelas mengenai hal ini. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2018 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme memberikan definisi bahwa:
Sementara itu, pemberontakan lebih banyak dikaitkan dengan kejahatan terhadap keamanan negara sebagaimana diatur dalam KUHP, khususnya dalam Pasal 104 hingga 129, yang membahas makar, pemberontakan, dan tindakan lain yang bertujuan menggulingkan pemerintahan yang sah.
Kalau mau mengikuti definisi dari para ahli atau aturan hukum internasional, pemberontakan biasanya merujuk pada upaya menentang pemerintah atau penguasa dengan cara-cara tertentu, baik melalui kekuatan militer, politik, maupun gerakan sosial. Pemberontakan seringkali muncul sebagai reaksi terhadap ketidakadilan yang dirasakan oleh kelompok tertentu dalam masyarakat. Contohnya bisa kita lihat dalam banyak revolusi di berbagai negara, di mana kelompok pemberontak muncul dengan tujuan untuk menggulingkan rezim yang dianggap korup atau menindas.
ADVERTISEMENT
Di sisi lain, terorisme memiliki konotasi yang jauh lebih negatif. Terorisme biasanya dikaitkan dengan tindakan kekerasan yang bertujuan menciptakan ketakutan massal. Pelakunya sering menggunakan cara-cara ekstrem, seperti bom bunuh diri, penyerangan terhadap warga sipil, atau sabotase infrastruktur, untuk menekan pihak yang mereka anggap sebagai musuh. Tujuan akhirnya bisa bermacam-macam: politik, ideologi, agama, atau bahkan sekadar balas dendam.
Tapi masalahnya, dunia ini tidak sesederhana itu. Apa yang disebut sebagai pemberontak oleh satu pihak bisa saja disebut sebagai teroris oleh pihak lain. Ini masalah sudut pandang. Kalau kita lihat dalam sejarah, banyak tokoh yang awalnya dianggap teroris oleh rezim yang berkuasa, tetapi di kemudian hari justru dipandang sebagai pahlawan setelah mereka berhasil mencapai tujuan mereka. Contohnya Nelson Mandela yang dulu dianggap sebagai ancaman bagi Afrika Selatan saat masih dalam sistem apartheid, tapi setelah rezim itu jatuh, ia justru dikenang sebagai pemimpin besar.
ADVERTISEMENT
Kalau kita coba melihat lebih dalam, perbedaan utama antara pemberontakan dan terorisme ada pada tujuan dan cara mereka bertindak. Pemberontakan, dalam banyak kasus, bertujuan untuk menggulingkan kekuasaan atau menciptakan perubahan sosial dan politik yang besar. Mereka biasanya punya struktur yang lebih terorganisir, punya pemimpin yang jelas, dan seringkali mencoba mendapatkan dukungan dari masyarakat luas. Tidak jarang, pemberontakan berkembang menjadi perang saudara atau revolusi penuh.
Sementara itu, terorisme lebih fokus pada efek psikologis. Mereka tidak selalu ingin menggulingkan pemerintahan, tapi lebih kepada menyebarkan ketakutan agar musuh mereka tunduk atau berubah sikap. Mereka bisa saja hanya beranggotakan segelintir orang, tetapi metode yang mereka gunakan bisa berdampak besar. Karena itu, kelompok teroris sering menargetkan warga sipil, tempat umum, atau simbol-simbol negara untuk menunjukkan keberadaan mereka.
ADVERTISEMENT
Pemberontakan bisa jadi menggunakan cara kekerasan, tapi biasanya mereka lebih memilih untuk menyerang institusi pemerintahan atau militer, bukan warga sipil. Sebaliknya, terorisme sering kali tidak peduli siapa korbannya, selama mereka bisa menciptakan ketakutan. Ini yang membuat terorisme jauh lebih sulit diterima oleh masyarakat dibandingkan pemberontakan.
Perbedaan lainnya yang cukup krusial adalah soal legitimasi. Pemberontakan seringkali mendapatkan dukungan dari sebagian masyarakat, bahkan bisa berkembang menjadi gerakan nasional. Kita bisa lihat dalam sejarah perjuangan kemerdekaan di banyak negara, pemberontakan yang awalnya dianggap ilegal oleh penguasa justru mendapat simpati dari rakyat hingga akhirnya berhasil.
Sebaliknya, terorisme jarang sekali mendapatkan dukungan luas. Justru, aksi terorisme sering membuat masyarakat merasa tidak aman dan menjauh dari kelompok tersebut. Ini juga alasan kenapa banyak gerakan pemberontakan berusaha menjaga jarak dari aksi-aksi terorisme. Mereka tahu bahwa begitu mereka mulai menggunakan taktik teror, mereka akan kehilangan legitimasi di mata masyarakat dan dunia internasional.
ADVERTISEMENT
Salah satu alasan kenapa pemberontakan dan terorisme sering dianggap mirip adalah karena tidak ada standar global yang benar-benar disepakati. Apa yang dianggap sebagai perjuangan kemerdekaan oleh satu negara, bisa dianggap sebagai ancaman keamanan oleh negara lain. Contohnya bisa kita lihat di Timur Tengah atau kawasan lain yang penuh konflik. Kelompok yang satu mengklaim diri sebagai pejuang kebebasan, sementara lawannya menuduh mereka sebagai teroris. Ini bukan hanya soal fakta di lapangan, tapi juga soal politik global. Negara-negara besar sering memiliki kepentingan tertentu, dan mereka bisa saja mendukung satu kelompok sambil mengutuk kelompok lainnya, meskipun cara yang mereka gunakan tidak jauh berbeda.
Jadi, apakah pemberontakan dan terorisme itu sama? Jawabannya jelas tidak. Tapi perbedaannya juga tidak selalu hitam dan putih. Ada banyak faktor yang menentukan apakah suatu gerakan disebut pemberontakan atau terorisme: tujuan, cara bertindak, target serangan, serta bagaimana mereka dilihat oleh masyarakat dan dunia internasional. Dalam banyak kasus, pemberontakan bisa berkembang menjadi sesuatu yang sah dan diterima, sementara terorisme hampir selalu ditolak. Namun, sejarah juga menunjukkan bahwa batas antara keduanya bisa menjadi sangat kabur, tergantung siapa yang melihatnya dan dari perspektif mana kita menilainya.
ADVERTISEMENT
Di Indonesia, hukum dengan tegas membedakan keduanya, meskipun ada kasus di mana pemerintah atau masyarakat tetap memperdebatkan bagaimana sebuah gerakan harus dikategorikan. Intinya, dunia ini penuh dengan konflik dan perbedaan kepentingan. Tapi yang pasti, kekerasan terhadap warga sipil tak akan pernah bisa dibenarkan, baik atas nama pemberontakan maupun ideologi lainnya. Karena yang benar-benar menentukan masa depan sebuah gerakan bukan hanya cara mereka melawan, tapi juga bagaimana mereka bisa membawa perubahan yang adil bagi semua.