Konten dari Pengguna

Banjir: Salah Hujan atau Manusia?

Ahmad Fahmi Fadilah
Mahasiswa Aktif - S1 Hukum, UIN Jakarta
4 Maret 2025 14:35 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Ahmad Fahmi Fadilah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
https://cdn.pixabay.com/photo/2015/09/30/08/33/flood-965092_1280.jpg (Ilustrasi banjir)
zoom-in-whitePerbesar
https://cdn.pixabay.com/photo/2015/09/30/08/33/flood-965092_1280.jpg (Ilustrasi banjir)
ADVERTISEMENT
Setiap musim hujan, berita tentang banjir selalu muncul di berbagai media. Jalanan berubah jadi sungai, rumah-rumah terendam, dan warga harus mengungsi. Pemandangan seperti ini sudah terlalu sering terjadi, terutama di kota-kota besar. Tapi kalau dipikir-pikir, apakah benar banjir ini murni karena hujan deras? Atau sebenarnya ada faktor lain yang ikut berperan, seperti ulah manusia sendiri?
ADVERTISEMENT
Banjir bisa dianggap sebagai konsekuensi dari hubungan yang tidak harmonis antara manusia dan alam. Dalam banyak ajaran dan filsafat lingkungan, manusia seharusnya menjadi bagian dari ekosistem, bukan penguasanya. Ketika manusia terlalu serakah dan mengeksploitasi alam tanpa batas, maka alam akan “membalas.” Banjir bukan sekadar air yang meluap, tetapi juga simbol dari ketidakseimbangan yang diciptakan manusia sendiri. Seperti dalam hukum sebab-akibat, jika manusia terus merusak lingkungan, maka bencana hanya tinggal menunggu waktu.
Hujan itu kan fenomena alam yang wajar. Siklus air berjalan terus, dari laut menguap jadi awan, lalu turun lagi sebagai hujan. Seharusnya, kalau lingkungan kita baik-baik saja, hujan deras pun tidak akan langsung menyebabkan banjir. Tapi yang sering terjadi justru sebaliknya. Hujan sebentar saja, air sudah mulai menggenang di mana-mana. Ini jelas ada yang salah, dan kalau mau jujur, kesalahannya lebih banyak di pihak manusia.
ADVERTISEMENT
Banjir mencerminkan bagaimana masyarakat kita masih memiliki kesadaran kolektif yang rendah terhadap kebersihan lingkungan. Banyak orang masih suka buang sampah sembarangan, terutama ke sungai. Sungai yang seharusnya jadi jalur air malah berubah jadi tempat pembuangan sampah raksasa. Plastik, botol bekas, bahkan kasur atau lemari sering ditemukan nyangkut di aliran sungai. Akibatnya, ketika hujan deras, air tidak bisa mengalir dengan lancar dan akhirnya meluap ke permukiman. Masyarakat cenderung menyalahkan pemerintah saat banjir terjadi, tetapi pada saat yang sama mereka sendiri tidak menjaga lingkungan dengan baik.
Selain itu, pembangunan yang tidak terencana juga memperparah masalah ini. Banyak daerah resapan air yang hilang karena berubah jadi bangunan beton. Tanah yang seharusnya bisa menyerap air hujan malah ditutupi aspal atau semen. Akibatnya, air hujan tidak punya tempat untuk meresap dan langsung mengalir ke jalan atau selokan yang kapasitasnya terbatas. Akhirnya, banjir pun tak bisa dihindari.
ADVERTISEMENT
Sistem drainase yang buruk juga ikut menyumbang masalah. Banyak kota yang sistem pembuangan airnya tidak cukup untuk menampung curah hujan tinggi. Parahnya lagi, banyak selokan yang mampet karena tertutup sampah atau lumpur. Pemerintah seringkali baru sibuk membersihkan saluran air setelah banjir terjadi, padahal seharusnya ini dilakukan secara rutin.
Selain faktor lokal, perubahan iklim juga berpengaruh. Suhu bumi yang makin panas menyebabkan cuaca semakin ekstrem. Hujan yang dulu turun dengan intensitas sedang kini bisa berubah jadi hujan deras dalam waktu singkat. Ditambah lagi, kenaikan permukaan air laut membuat banjir rob semakin sering terjadi di daerah pesisir.
Sebetulnya sudah ada banyak regulasi yang mengatur tentang pengelolaan lingkungan, tata kota, dan pencegahan banjir. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup jelas mengamanatkan bahwa setiap orang wajib menjaga kebersihan lingkungan dan tidak boleh membuang sampah sembarangan. Sayangnya, aturan ini sering kali diabaikan, baik oleh masyarakat maupun oleh pemerintah sendiri. Banyak bangunan berdiri di atas bantaran sungai secara ilegal, dan penegakan hukumnya sering kali lemah atau bahkan tidak ada sama sekali. Akibatnya, ketika hujan deras datang, aliran sungai yang seharusnya lancar justru terhambat oleh bangunan liar dan tumpukan sampah.
ADVERTISEMENT
Lalu, siapa yang harus disalahkan? Hujan? Rasanya tidak adil kalau cuma menyalahkan cuaca. Banjir lebih banyak disebabkan oleh kebiasaan buruk masyarakat dan kurangnya perencanaan dalam tata kota. Kita tidak bisa terus-terusan mengeluh setiap musim hujan tiba tanpa berusaha melakukan perubahan.
Solusi untuk masalah ini sebenarnya tidak terlalu sulit, asalkan ada kesadaran bersama. Hal kecil seperti membuang sampah pada tempatnya, tidak menutup daerah resapan air, dan memastikan selokan tidak tersumbat bisa membantu mencegah banjir. Pemerintah juga harus lebih serius dalam membangun sistem drainase yang memadai dan memastikan kebijakan pembangunan kota tidak malah memperburuk masalah.
Dari sisi filosofis, kita sudah merusak keseimbangan alam. Dari sisi sosiologis, kita masih kurang peduli terhadap kebersihan lingkungan. Dari sisi yuridis, banyak aturan yang sudah ada tapi tidak dijalankan dengan baik. Kalau kita terus abai, ya wajar saja kalau banjir akan terus terjadi setiap tahun. Jadi sebelum menyalahkan hujan, mungkin kita harus introspeksi dulu: sudahkah kita menjaga lingkungan dengan baik?
ADVERTISEMENT