Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 ยฉ PT Dynamo Media Network
Version 1.98.1
Konten dari Pengguna
Delik Aduan dan Delik Biasa: Apa Bedanya?
9 Februari 2025 16:28 WIB
ยท
waktu baca 3 menitTulisan dari Ahmad Fahmi Fadilah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Dalam hukum pidana, ada perbedaan mendasar antara delik aduan dan delik biasa. Perbedaan ini menentukan apakah sebuah kasus bisa diproses hukum tanpa perlu adanya laporan dari korban atau harus menunggu aduan terlebih dahulu. Pemahaman yang jelas tentang kedua jenis delik ini penting agar masyarakat tidak salah kaprah dalam menilai suatu perkara dan dapat memahami bagaimana hukum bekerja dalam berbagai situasi.
ADVERTISEMENT
Delik aduan adalah tindak pidana yang hanya bisa diproses jika korban atau pihak yang merasa dirugikan melaporkannya. Tanpa laporan, aparat penegak hukum tidak bisa mengambil tindakan, meskipun bukti-bukti sudah ada. Konsep ini diterapkan dalam kasus-kasus yang dianggap lebih bersifat personal, seperti pencemaran nama baik atau perzinahan. Ide di balik aturan ini adalah memberikan kebebasan kepada korban untuk menentukan apakah ingin membawa masalah ini ke jalur hukum atau menyelesaikannya dengan cara lain. Namun, ada sisi negatifnya, yakni korban sering kali berada dalam tekanan untuk tidak melapor, misalnya dalam kasus kekerasan dalam rumah tangga yang sering kali berakhir tanpa tindakan hukum karena korban enggan melapor.
Di sisi lain, delik biasa adalah tindak pidana yang bisa langsung diproses tanpa harus menunggu ada laporan. Negara bisa langsung turun tangan karena kejahatan semacam ini berpotensi mengancam kepentingan umum, seperti pembunuhan, pencurian, atau penyalahgunaan narkotika. Dalam kasus ini, hukum bertindak lebih proaktif demi menjaga ketertiban masyarakat dan memastikan keadilan tetap ditegakkan, bahkan jika korban enggan melaporkan kejadian tersebut. Hal ini penting untuk mencegah pelaku lolos dari jerat hukum hanya karena tidak ada yang berani melaporkannya.
ADVERTISEMENT
Sebagai contoh kasus, dalam kasus pencemaran nama baik di media sosial, seseorang bisa merasa dirugikan oleh ujaran seseorang yang menyebarkan informasi negatif tentang dirinya. Jika itu termasuk delik aduan, maka proses hukum hanya bisa berjalan jika korban melapor. Ini berbeda dengan kasus pencurian kendaraan bermotor, yang merupakan delik biasa. Jika ada bukti bahwa seseorang mencuri motor, aparat hukum bisa langsung bertindak meskipun pemilik motor tidak melapor, karena tindak pidana ini berdampak luas bagi keamanan publik.
Dalam praktiknya, sistem ini tidak selalu berjalan ideal. Banyak kasus di mana delik aduan justru dimanfaatkan sebagai alat tekanan politik atau kepentingan pribadi. Sementara itu, ada juga situasi di mana korban delik aduan enggan melapor karena takut akan konsekuensi yang lebih besar. Beberapa pihak berpendapat bahwa beberapa jenis delik aduan sebaiknya diubah menjadi delik biasa agar hukum bisa lebih melindungi korban. Di sisi lain, ada yang merasa bahwa hukum sebaiknya tetap memberikan keleluasaan kepada korban untuk memutuskan apakah mereka ingin membawa perkara ke ranah hukum.
ADVERTISEMENT
Pemahaman akan perbedaan ini sangat penting agar masyarakat tidak salah dalam menyikapi suatu kasus. Jika menjadi korban suatu tindak pidana, mengetahui apakah itu delik aduan atau delik biasa dapat membantu menentukan langkah hukum yang harus diambil. Selain itu, bagi pembuat kebijakan, penting untuk terus meninjau kembali aturan-aturan ini agar lebih sesuai dengan perkembangan zaman dan tetap dapat melindungi hak-hak masyarakat secara adil.