Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Hukum Indonesia Hadapi Massa Main Hakim Sendiri
16 November 2024 17:12 WIB
·
waktu baca 3 menitTulisan dari Ahmad Fahmi Fadilah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Kejadian tragis terjadi pada Kamis pagi kemarin di Cipondoh, Tangerang, yang melibatkan seorang sopir truk dan seorang warga yang diduga menjadi pelaku main hakim sendiri. Insiden ini menyita perhatian publik karena tidak hanya melibatkan kecelakaan lalu lintas, tetapi juga aksi kekerasan dari masyarakat yang merasa frustrasi terhadap pengemudi truk tersebut.
ADVERTISEMENT
Kecelakaan yang melibatkan kendaraan berat seperti truk memang sering menimbulkan kecemasan dan ketidakpuasan di kalangan masyarakat, terutama jika korban terluka parah atau meninggal dunia. Namun, dalam konteks hukum Indonesia, aksi main hakim sendiri atau kekerasan oleh masyarakat tidak dapat dibenarkan, meskipun terpicu oleh emosi sesaat.
Menurut Undang-Undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UU No. 22 Tahun 2009), sopir truk yang terlibat dalam kecelakaan tersebut dapat dikenakan sanksi pidana. Salah satu pasal yang relevan adalah Pasal 310, yang mengatur tentang kecelakaan lalu lintas yang disebabkan oleh kelalaian pengemudi. Pengemudi yang melarikan diri atau mengabaikan tanggung jawabnya dapat dijerat dengan ancaman hukuman penjara atau denda. Namun, meskipun pelaku kecelakaan memiliki kewajiban hukum untuk bertanggung jawab, masyarakat tidak berhak untuk mengambil tindakan kekerasan terhadap sopir tersebut.
ADVERTISEMENT
Menurut Pasal 170 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), tindakan main hakim sendiri seperti pemukulan atau kekerasan yang dilakukan oleh orang lain, meskipun didorong oleh perasaan marah, tetap dapat dipidana. Pasal ini menyebutkan bahwa barang siapa yang secara bersama-sama melakukan kekerasan terhadap orang lain dapat dijatuhi hukuman pidana. Tindakan kekerasan yang dilakukan oleh warga terhadap sopir truk tersebut jelas melanggar hukum. Hal ini menunjukkan adanya kecenderungan masyarakat untuk menuntut keadilan dengan cara yang salah, tanpa memahami bahwa proses hukumlah yang seharusnya diikuti untuk mencari keadilan.
Meski tindakan masyarakat yang melakukan pemukulan terhadap sopir truk tersebut dapat dipahami sebagai ekspresi kemarahan, hukum Indonesia menegaskan bahwa setiap orang, tanpa kecuali, berhak mendapatkan perlindungan hukum. Dalam hal ini, sopir truk yang terlibat dalam kecelakaan memiliki hak untuk mendapatkan perlindungan hukum, terlepas dari kesalahan atau kelalaiannya. Sementara itu, korban yang menjadi pejalan kaki berhak mendapatkan hak-hak mereka, termasuk ganti rugi medis dan finansial.
ADVERTISEMENT
Kepala Polsek Cipondoh, AKP Budi Santoso, mengungkapkan, "Tindakan main hakim sendiri tidak bisa dibenarkan dalam hukum apapun. Masyarakat diharapkan dapat melaporkan kasus-kasus seperti ini kepada aparat berwenang agar proses hukum dapat berjalan dengan adil."
Insiden ini juga mengingatkan kita akan pentingnya pendidikan hukum kepada masyarakat, khususnya mengenai hak dan kewajiban dalam menanggapi kejadian kecelakaan atau pelanggaran hukum lainnya. Kesadaran hukum yang rendah sering kali mendorong orang untuk bertindak impulsif, seperti dalam kasus ini, di mana warga berusaha mengambil alih keadilan dengan cara kekerasan.
Sebagai negara hukum, Indonesia mengutamakan penyelesaian sengketa melalui mekanisme yang telah diatur dalam perundang-undangan. Masyarakat perlu memahami bahwa meskipun mereka berhak untuk merasa marah atau kecewa, keadilan harus diperoleh melalui jalur hukum yang sah.
ADVERTISEMENT
Sebagai negara hukum, Indonesia menekankan bahwa keadilan harus dicapai melalui jalur yang sah, bukan melalui kekerasan atau tindakan yang melanggar hukum. Ke depannya, diharapkan ada peningkatan kesadaran tentang pentingnya berpegang pada prinsip-prinsip hukum dalam setiap peristiwa.