Konten dari Pengguna

Hukum yang Salah atau Aparat Penegak Hukumnya yang Salah?

Ahmad Fahmi Fadilah
Mahasiswa Fakultas Syariah Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
24 Desember 2024 17:42 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Ahmad Fahmi Fadilah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
https://cdn.pixabay.com/photo/2019/06/03/17/38/office-4249388_960_720.jpg (ilustrasi hukum)
zoom-in-whitePerbesar
https://cdn.pixabay.com/photo/2019/06/03/17/38/office-4249388_960_720.jpg (ilustrasi hukum)
ADVERTISEMENT
Ketika membahas sistem hukum di sebuah negara, muncul pertanyaan yang kerap mengemuka: apakah yang salah adalah hukumnya atau aparat penegaknya? Pertanyaan ini tidak hanya kompleks tetapi juga menyentuh akar dari kepercayaan masyarakat terhadap keadilan. Dalam sistem hukum yang ideal, hukum berfungsi sebagai pedoman yang mengatur kehidupan masyarakat, memberikan rasa keadilan, dan memastikan ketertiban. Namun, kenyataan sering kali tidak seindah teori. Kasus-kasus ketidakadilan atau penyalahgunaan wewenang menunjukkan bahwa terdapat ketimpangan antara apa yang tertulis dalam hukum dan apa yang terjadi di lapangan.
ADVERTISEMENT
Untuk memahami persoalan ini, penting untuk terlebih dahulu mendefinisikan peran hukum dan aparat penegak hukum. Hukum dirancang untuk menciptakan tatanan masyarakat yang harmonis. Ia bersifat normatif, menetapkan apa yang dianggap benar atau salah berdasarkan nilai-nilai yang disepakati bersama. Di sisi lain, aparat penegak hukum adalah mereka yang diberi kewenangan untuk menerapkan hukum tersebut. Mereka bertanggung jawab untuk memastikan bahwa setiap individu mematuhi hukum, serta memberikan sanksi kepada mereka yang melanggarnya.
Namun, dalam praktiknya, sering kali terjadi penyimpangan. Ada kasus di mana hukum dirasa tidak adil karena isi atau penerapannya bertentangan dengan prinsip-prinsip keadilan. Misalnya, hukum yang terlalu bias terhadap kelompok tertentu atau yang gagal melindungi pihak-pihak yang rentan. Di sisi lain, ada pula kasus di mana aparat penegak hukum bertindak di luar batas kewenangan, baik karena alasan korupsi, penyalahgunaan kekuasaan, atau sekadar ketidakmampuan menjalankan tugas secara profesional.
ADVERTISEMENT
Kasus pertama yang sering diperdebatkan adalah mengenai keadilan materi hukum itu sendiri. Dalam banyak sistem hukum, terdapat aturan-aturan yang, meskipun sah secara formal, dianggap tidak adil oleh masyarakat. Hal ini bisa terjadi karena hukum tersebut tidak relevan lagi dengan kondisi zaman, atau karena sejak awal dirancang dengan bias tertentu. Contohnya adalah undang-undang yang diskriminatif terhadap kelompok tertentu berdasarkan gender, ras, atau status sosial. Hukum seperti ini mencerminkan kegagalan sistem dalam menciptakan regulasi yang benar-benar melindungi hak-hak semua pihak secara setara.
Namun, meskipun hukum yang tidak adil adalah masalah besar, aparat penegak hukum juga memegang peran yang sangat menentukan. Hukum yang baik pun dapat kehilangan esensinya jika diterapkan oleh aparat yang korup atau tidak kompeten. Korupsi adalah salah satu masalah terbesar dalam penegakan hukum di banyak negara. Aparat yang seharusnya menegakkan keadilan malah memanfaatkan posisi mereka untuk mendapatkan keuntungan pribadi. Mereka mungkin memanipulasi proses hukum, mengabaikan bukti, atau bahkan bekerja sama dengan pelaku kejahatan untuk menghindari hukuman.
ADVERTISEMENT
Selain korupsi, faktor lain yang memengaruhi efektivitas aparat adalah kurangnya profesionalisme. Aparat penegak hukum memerlukan pelatihan, integritas, dan pemahaman mendalam tentang hukum serta nilai-nilai etika. Ketika mereka tidak memiliki kemampuan atau pengetahuan yang memadai, hasilnya adalah penerapan hukum yang serampangan. Misalnya, penyidikan yang tidak dilakukan dengan prosedur yang benar dapat mengarah pada kriminalisasi pihak yang tidak bersalah atau pembebasan pelaku kejahatan yang sebenarnya.
Di sisi lain, masyarakat juga memiliki peran dalam menciptakan dinamika antara hukum dan aparat penegak hukum. Ketika masyarakat tidak memiliki kesadaran hukum yang baik, ini dapat membuka peluang bagi penyalahgunaan kekuasaan. Ketidaktahuan masyarakat terhadap hak-hak mereka sering kali dimanfaatkan oleh aparat yang tidak bertanggung jawab. Selain itu, budaya permisif terhadap pelanggaran kecil, seperti suap untuk "memperlancar" proses administrasi, turut memperburuk keadaan. Dalam jangka panjang, budaya seperti ini menciptakan lingkaran setan yang sulit diputus.
ADVERTISEMENT
Kritik terhadap hukum dan aparat penegak hukum sering kali memunculkan diskusi tentang reformasi. Untuk hukum yang dianggap bermasalah, solusinya adalah revisi atau pencabutan aturan tersebut. Proses ini memerlukan keterlibatan banyak pihak, termasuk legislator, akademisi, dan masyarakat sipil, untuk memastikan bahwa produk hukum yang dihasilkan lebih adil dan relevan. Di sisi lain, reformasi aparat penegak hukum sering kali memerlukan pendekatan yang lebih kompleks. Selain pembenahan sistem rekrutmen dan pelatihan, juga diperlukan mekanisme pengawasan yang efektif untuk mencegah dan menindak penyalahgunaan kekuasaan.
Selain itu, penggunaan teknologi juga dapat menjadi solusi untuk memperbaiki sistem hukum dan penegakannya. Teknologi memungkinkan transparansi yang lebih besar dalam proses hukum, mulai dari pencatatan bukti hingga pemantauan kinerja aparat penegak hukum. Dengan sistem yang lebih transparan, peluang untuk korupsi dan penyalahgunaan wewenang dapat diminimalkan. Misalnya, kamera tubuh yang dikenakan oleh polisi atau sistem pencatatan sidang secara elektronik dapat membantu memastikan bahwa proses hukum berjalan sesuai aturan.
ADVERTISEMENT
Namun, reformasi tidak akan berhasil tanpa adanya perubahan budaya di masyarakat. Masyarakat perlu dididik untuk memahami hak dan kewajiban mereka, serta didorong untuk berpartisipasi aktif dalam mengawasi kinerja aparat penegak hukum. Media juga memiliki peran penting dalam mengedukasi masyarakat dan mengungkap kasus-kasus ketidakadilan. Ketika masyarakat bersikap kritis dan aktif, ini memberikan tekanan kepada pemerintah dan aparat untuk bekerja lebih baik.
Pada akhirnya, menjawab pertanyaan apakah hukum atau aparat penegaknya yang salah tidaklah sesederhana memilih salah satu pihak. Kedua elemen ini saling terkait dan memengaruhi satu sama lain. Hukum yang buruk dapat memberikan peluang bagi aparat untuk bertindak sewenang-wenang, sementara aparat yang tidak kompeten atau korup dapat merusak tujuan hukum yang baik. Oleh karena itu, solusi yang diperlukan harus mencakup pembenahan di kedua sisi, baik dari segi kualitas hukum maupun profesionalisme aparat penegak hukum.
ADVERTISEMENT
Pada akhirnya, sistem hukum yang ideal tidak hanya bergantung pada hukum yang adil tetapi juga pada aparat penegak hukum yang kompeten dan berintegritas. Reformasi harus dilakukan secara menyeluruh, melibatkan semua pihak, dan disertai dengan pengawasan yang ketat. Selain itu, masyarakat juga harus mengambil peran aktif dalam mengawasi dan memastikan bahwa sistem hukum berjalan sesuai tujuan utamanya: menciptakan keadilan dan ketertiban. Dengan upaya bersama, kepercayaan terhadap hukum dan aparat penegak hukum dapat dipulihkan, dan masyarakat dapat menikmati kehidupan yang lebih adil dan harmonis.