Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.98.1
Konten dari Pengguna
Jualan Online tapi Overclaim: Apakah Bisa Dipidana?
24 Januari 2025 14:30 WIB
·
waktu baca 5 menitTulisan dari Ahmad Fahmi Fadilah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Perkembangan teknologi dan internet yang pesat membawa dampak besar di berbagai aspek kehidupan, salah satunya adalah munculnya tren jualan online. Dengan hanya bermodalkan smartphone, aplikasi marketplace, atau media sosial, siapa pun kini bisa menjadi pedagang.
ADVERTISEMENT
Namun, di tengah kemudahan ini, muncul berbagai pertanyaan hukum yang kadang terlewat oleh para pelaku usaha, termasuk soal overclaim. Nah, apa sih sebenarnya overclaim itu, dan apakah praktik ini bisa menyeret seseorang ke ranah pidana? Yuk, kita bahas bareng-bareng!
Sebelum jauh-jauh ngomongin hukum, kita pahami dulu apa itu overclaim. Secara sederhana, overclaim adalah tindakan membesar-besarkan fakta atau membuat klaim yang tidak sesuai dengan kenyataan untuk menarik perhatian konsumen.
Contoh overclaim misalnya, sebuah produk skincare dijual dengan klaim "mampu menghilangkan jerawat hanya dalam satu malam" tanpa bukti ilmiah yang mendukung. Atau, makanan yang diberi label "100% organik" padahal masih menggunakan bahan-bahan sintetis.
Overclaim ini sering muncul karena persaingan di dunia bisnis online sangat ketat. Semua pelaku usaha berlomba-lomba menciptakan produk yang terlihat lebih unggul dari kompetitor. Sayangnya, nggak sedikit yang melupakan batasan etika dan hukum dalam prosesnya.
ADVERTISEMENT
Pertanyaannya sekarang, apakah overclaim bisa dipidana? Jawabannya, tergantung pada situasi dan dampaknya. Dalam hukum di Indonesia, ada beberapa aturan yang bisa menjerat pelaku overclaim, baik dari aspek pidana maupun administratif. Salah satu regulasi yang sering dikaitkan dengan overclaim adalah Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UUPK). Di sinilah landasan hukum yang perlu kamu pahami.
Pasal 8 UUPK menyebutkan bahwa pelaku usaha dilarang memproduksi atau memperdagangkan barang dan/atau jasa yang tidak sesuai dengan informasi atau klaim yang dicantumkan dalam iklan, label, atau deskripsi produk. Jadi, kalau kamu menjual produk dengan klaim "bisa menyembuhkan penyakit" tapi kenyataannya nggak ada efek tersebut, ini bisa dianggap sebagai pelanggaran hukum.
Kalau terbukti melanggar, sanksinya nggak main-main, lho. Dalam Pasal 62 UUPK, pelaku usaha yang melanggar ketentuan Pasal 8 bisa dikenai pidana penjara maksimal lima tahun atau denda maksimal dua miliar rupiah. Seram, kan?
ADVERTISEMENT
Selain UUPK, overclaim juga bisa dikaitkan dengan tindak pidana penipuan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Pasal 378 KUHP menyebutkan bahwa seseorang dapat dikenai pidana penipuan jika dengan sengaja menggunakan tipu muslihat atau kebohongan untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum.
Kalau overclaim yang dilakukan sampai merugikan konsumen secara materi, misalnya karena mereka membeli produk yang ternyata nggak sesuai dengan klaim, ini bisa digolongkan sebagai penipuan. Sanksinya adalah pidana penjara maksimal empat tahun. Jadi, meskipun awalnya hanya ingin menarik perhatian pembeli, overclaim yang berujung kerugian nyata bisa membawa konsekuensi berat.
Salah satu contoh nyata terkait overclaim dalam jualan online adalah kasus mafia skincare yang sedang ramai di Indonesia. Baru-baru ini, Doktif atau Dokter Detektif bersama Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) mengungkap praktik ilegal yang melibatkan produsen dan distributor skincare abal-abal. Mereka memasarkan produk dengan klaim bombastis seperti "membuat wajah putih dalam satu hari", "terbuat dari kandungan bla bla bla" atau "bebas jerawat selamanya," padahal produk tersebut mengandung bahan berbahaya seperti merkuri dan hidrokuinon dalam dosis tinggi.
ADVERTISEMENT
Kasus ini bermula dari keluhan konsumen yang mengalami efek samping serius setelah menggunakan produk tersebut. Beberapa konsumen melaporkan mengalami iritasi parah, munculnya bercak-bercak hitam, hingga kerusakan kulit permanen.
Produk-produk tersebut ternyata diproduksi secara ilegal tanpa izin BPOM, bahkan menggunakan bahan-bahan yang dilarang karena berbahaya bagi kesehatan. Yang lebih parah, produk ini didukung oleh promosi besar-besaran melalui media sosial dengan memanfaatkan influencer terkenal, yang tanpa sadar ikut memasarkan produk berbahaya tersebut.
Setelah dilakukan penyelidikan, BPOM menemukan bahwa pelaku tidak hanya melakukan overclaim tetapi juga memalsukan izin edar dan sengaja memanfaatkan celah hukum untuk menyebarkan produk mereka. Praktik ini akhirnya terungkap dan pelaku utama diganjar sanksi berat.
Selain dikenai Pasal 62 UUPK, mereka juga dijerat dengan pasal-pasal dalam Undang-Undang Kesehatan dan UU ITE karena menyebarkan informasi yang menyesatkan. Kasus ini menjadi pelajaran besar bagi banyak pihak, baik konsumen maupun pelaku usaha, bahwa overclaim dalam dunia bisnis bukan hanya soal etika tetapi bisa berujung pada masalah hukum serius.
ADVERTISEMENT
Di Indonesia, ada beberapa lembaga yang berperan dalam mengawasi praktik overclaim. Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) adalah salah satu yang paling aktif memastikan bahwa produk makanan, minuman, dan kosmetik yang beredar di pasar sesuai dengan standar keamanan dan klaim yang tercantum.
Jika ditemukan produk dengan klaim yang menyesatkan, BPOM berwenang menarik produk tersebut dari pasaran dan memberikan sanksi kepada produsennya. Selain itu, ada juga Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) yang mengawasi praktik bisnis agar tetap sehat dan adil. Overclaim yang bertujuan menjatuhkan kompetitor atau menciptakan persaingan tidak sehat juga menjadi perhatian serius KPPU.
Overclaim memang bisa jadi jebakan bagi para pelaku usaha online yang ingin cepat menarik perhatian konsumen. Meskipun terlihat sepele, konsekuensi hukumnya bisa sangat serius, mulai dari sanksi administratif hingga pidana. Oleh karena itu, penting banget untuk selalu jujur dan hati-hati dalam menjalankan bisnis, terutama ketika membuat klaim atau iklan produk.
ADVERTISEMENT
Kasus mafia skincare di Indonesia adalah contoh nyata betapa overclaim tidak hanya merugikan konsumen tetapi juga dapat menghancurkan karier dan bisnis para pelakunya.
Ingat, kepercayaan konsumen adalah aset paling berharga dalam bisnis. Jangan sampai reputasi yang sudah kamu bangun hancur karena tergoda untuk melakukan overclaim. Lebih baik fokus pada kualitas produk dan pelayanan yang baik. Dengan begitu, kamu nggak hanya terhindar dari masalah hukum, tapi juga bisa membangun bisnis yang berkelanjutan dan dipercaya oleh banyak orang.