Konten dari Pengguna

Menuduh Berzina Dalam Perspektif Hukum Positif

Ahmad Fahmi Fadilah
Mahasiswa Fakultas Syariah Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
30 Juli 2024 9:20 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Ahmad Fahmi Fadilah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
https://cdn.pixabay.com/photo/2019/05/09/10/37/pointing-4190930_1280.jpg (Ilustrasi Menuduh)
zoom-in-whitePerbesar
https://cdn.pixabay.com/photo/2019/05/09/10/37/pointing-4190930_1280.jpg (Ilustrasi Menuduh)
ADVERTISEMENT
Pembuktian dalam perkara pidana sudah dimulai dari tahap pendahuluan, yakni penyelidikan dan penyidikan.
ADVERTISEMENT
Ketika pejabat penyidik pada saat mulai mengayuhkan langkah pertamanya dalam melakukan penyidikan maka secara otomatis dan secara langsung sudah terikat dengan ketentuan-ketentuan pembuktian yang diatur dalam KUHAP. Bahkan yang menjadi target penting dalam kegiatan penyidikan adalah mengumpulakan bukti-bukti untuk membuat tentang tindak pidana yang terjadi.
Demikian pula dalam hal penyidik menentukan seseorang berstatus sebagai tersangka, setidak-tidaknya penyidik harus menguasai alat pembuktian yang disebut sebagai bukti permulaan. Jadi, meskipun kegiatan upaya pembuktian yang paling penting dan menentukan itu adalah pada tingkat pemeriksaan perkara di muka sidang pengadilan, namun upaya pengumpulan sarana pembuktian itu sudah berperan dan berfungsi pada saat penyidikan.
Dalam pasal 183 KUHAP ditentukan bahwa hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seseorang kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah hakim tersebut memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benarbenar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya maka hakim tidak akan memutuskan penjatuhan pidana terhadap terdakwa.
ADVERTISEMENT
Dari ketentuan yang diatur dalam Pasal 183 KUHAP, dapat disimpulkan bahwa “keyakinan hakim” mempunyai fungsi yang lebih dominan dibanding keberadaan alat-alat bukti yang sah. Meskipun tampak dominaan, namun hakim tidak dapat menjatuhkan pidana terhadap terdakwa hanya berdasarkan pada keyakinan saja, karena keyakinan hakim itu harus didasarkan dan lahir dari keberadaan alat-alat bukti yang sah dalam minimal dua alat bukti yaitu saksi dan petunjuk.
Menurut pasal 184 ayat (1) KUHAP, alat bukti yang sah adalah :
1. Keterangan saksi
2. Keterangan ahli
3. Surat
4. Petunjuk
5. Keterangan terdakwa
Dalam hukum positif di Indonesia, sanksi bagi pelaku jarimah qadzaf dikategorikan sebagai penghinaan. Sanksi tersebut tertuang dalam KUHP pasal 310 yang berbunyi:
ADVERTISEMENT
Dari penjelasan di atas fitnah adalah tindakan pidana. Yang berlaku hukum bagi siapa yang melakukannya. Tindak pidana fitnah juga sudah ada dan juga diatur di dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).
ADVERTISEMENT
Disebutkan dalam BAB XVI Penghinaan pasal 311 (1): “Jika yang melakukan kejahatan pencemaran atau pencemaran tertulis dibolehkan untuk membuktikannya, dan tuduhan dilakukan bertentangan dengan apa yang diketahui, maka dia diancam melakukan fitnah dengan pidana penjara paling lama empat tahun”.
Juga disebutkan dalam pasal 317 (1): “Barang siapa dengan sengaja mengajukan pengaduan atau pemberitahuan palsu kepada penguasa, baik secara tertulis maupun untuk dituliskan, tentang seseorang sehingga kehormatan atau nama baiknya terserang, diancam karena melakukan pengaduan fitnah, dengan pidana penjara paling lama empat tahun”.