Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.96.0
Konten dari Pengguna
Orang Indonesia Gampang Kemakan Berita: Bagaikan Makan Buah Gak Ngupas Kulitnya
2 Februari 2025 13:56 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari Ahmad Fahmi Fadilah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Di era digital seperti sekarang, informasi tersebar lebih cepat dari asap kebakaran. Setiap kali kita membuka media sosial, grup WhatsApp keluarga, atau obrolan di warung kopi, pasti ada saja berita baru yang dibagikan. Masalahnya, banyak dari berita itu adalah hoax alias kabar bohong. Parahnya, sebagian besar masyarakat kita menelan mentah-mentah informasi tanpa berpikir dua kali, seakan-akan makan buah tanpa mengupas kulitnya terlebih dahulu.
ADVERTISEMENT
Fenomena ini sudah bukan hal baru, tapi tetap saja mengherankan bagaimana hoax bisa begitu mudah dipercaya. Padahal, banyak dari berita tersebut mengandung kejanggalan yang, kalau dipikirkan sebentar saja, sudah jelas tidak masuk akal. Namun, tetap saja banyak yang percaya. Budaya saling percaya yang kuat di masyarakat sering kali menjadi bumerang. Banyak orang lebih memilih untuk percaya informasi dari keluarga atau teman dekat tanpa berpikir kritis. Jika seseorang mengirim berita soal sesuatu yang mengejutkan, yang terjadi sering kali bukan skeptisisme, tapi justru keyakinan penuh. “Kalau sudah dikirim tante, pasti benar,” begitu pemikirannya. Padahal, jika mau sedikit saja mencari sumber lain atau melakukan pencarian sederhana di internet, banyak berita hoax bisa terbongkar dalam hitungan detik.
ADVERTISEMENT
Masalah lainnya adalah rasa malas mencari sumber asli. Dengan segala kemudahan yang ditawarkan teknologi, harusnya masyarakat semakin kritis, tetapi yang terjadi justru sebaliknya. Orang lebih suka langsung percaya dan menyebarkan berita tanpa mengecek sumbernya terlebih dahulu. Ini diperparah dengan kebiasaan membaca hanya dari judul, tanpa mau memahami isi berita secara keseluruhan. Padahal, sering kali judul dibuat sedemikian rupa untuk memancing emosi dan menarik perhatian, sementara isi beritanya bisa saja berbeda dari kesan yang diberikan.
Selain itu, hoax sering kali dirancang untuk memanfaatkan emosi manusia. Sesuatu yang membuat marah, sedih, atau takut lebih cepat dipercaya tanpa dicek kebenarannya. Inilah yang membuat masyarakat sering kali ribut hanya karena kabar palsu yang sebenarnya tidak perlu diperpanjang. Seiring waktu, banyak orang bahkan menjadi fanatik terhadap jenis berita tertentu dan menolak semua fakta yang bertentangan dengan keyakinannya, sekalipun bukti-bukti sudah jelas di depan mata.
ADVERTISEMENT
Di balik semua itu, faktor algoritma media sosial juga memperburuk keadaan. Platform digital dirancang untuk menampilkan informasi yang sesuai dengan minat pengguna, sehingga orang-orang hanya terpapar berita yang memperkuat keyakinan mereka tanpa melihat sudut pandang lain. Inilah yang membuat banyak orang semakin percaya dengan hoax yang mereka baca karena seakan-akan semua orang di sekitar mereka membicarakan hal yang sama. Ditambah dengan kemudahan berbagi di media sosial, informasi yang salah bisa menyebar lebih luas hanya dalam hitungan menit.
Hoax bukan sekadar informasi palsu, tapi juga bisa berdampak serius. Dari menciptakan kepanikan yang tidak perlu, memicu konflik sosial, merusak reputasi seseorang, hingga menyesatkan masyarakat dalam pengambilan keputusan. Beberapa hoax bahkan sengaja dibuat untuk tujuan politik, ekonomi, atau sekadar mencari keuntungan pribadi. Jika masyarakat terus menerus menelan mentah-mentah berita tanpa berpikir, maka kita akan terus terjebak dalam siklus informasi yang menyesatkan dan membuat gaduh.
ADVERTISEMENT
Sudah saatnya masyarakat lebih pintar dalam mencerna informasi. Jangan mudah percaya hanya karena berita terdengar menarik atau sesuai dengan keinginan hati. Jika menerima informasi yang mengejutkan, jangan langsung dibagikan. Berhenti sejenak, pikirkan dulu, cek kebenarannya, dan tanyakan apakah informasi itu masuk akal atau hanya omong kosong belaka. Jangan ragu untuk mencari sumber lain dan membaca lebih dalam sebelum mengambil kesimpulan. Semakin banyak orang yang asal menyebarkan berita tanpa berpikir, semakin gaduh masyarakat kita. Jangan biarkan diri sendiri jadi bagian dari masalah, mulailah jadi bagian dari solusi.
Jangan biarkan emosi mengendalikan logika. Dunia digital memberikan kemudahan akses informasi, tapi juga menuntut kita untuk lebih bijak dalam menggunakannya. Ketimbang sibuk menyebarkan berita tanpa tahu kebenarannya, lebih baik luangkan waktu untuk mencari tahu dan memastikan bahwa yang kita bagikan adalah sesuatu yang benar dan bermanfaat. Jangan sampai kita menyesal di kemudian hari karena ikut menyebarkan sesuatu yang malah membawa dampak buruk. Ingat, berpikir sebelum percaya adalah langkah pertama untuk menghentikan penyebaran hoax.
ADVERTISEMENT