Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.102.2
Konten dari Pengguna
Pendidikan Harus Diprioritas Utama atau Pendukung Saja?
9 Februari 2025 13:01 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari Ahmad Fahmi Fadilah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Ada satu ungkapan yang sering kita dengar di tengah obrolan santai masyarakat: "Gapapa gak pinter, yang penting perut kenyang." Kalimat ini terdengar sederhana, tapi kalau kita renungkan lebih dalam, ada makna besar yang bisa dikupas, terutama dalam konteks arah kebijakan pemerintah ke depan. Namun, apakah benar pemenuhan kebutuhan dasar rakyat, terutama pangan, harus didahulukan dengan mengesampingkan pendidikan? Pendekatan ini tampaknya semakin mengemuka di era Prabowo, di mana pendidikan diposisikan sebagai pendukung dan bukan prioritas utama. Tetapi, melihat pengalaman berbagai negara, apakah ini adalah kebijakan yang benar-benar bijak, atau justru langkah mundur bagi kemajuan bangsa?
ADVERTISEMENT
Menganggap pendidikan sebagai prioritas kedua merupakan bentuk kesalahan berpikir yang berbahaya. Sejarah telah membuktikan bahwa negara-negara maju justru mencapai kesejahteraan karena mereka lebih dulu membangun sistem pendidikan yang kuat. Jepang, Korea Selatan, Jerman, dan Finlandia adalah contoh nyata di mana investasi besar-besaran dalam pendidikan menghasilkan masyarakat yang produktif, inovatif, dan sejahtera. Jika kita hanya berfokus pada pemenuhan kebutuhan dasar seperti pangan tanpa memikirkan bagaimana rakyat bisa berkembang secara intelektual dan profesional, maka kita justru menciptakan generasi yang terus bergantung pada pemerintah dan tidak bisa bersaing dalam ekonomi global.
Pendidikan bukan sekadar tentang mendapatkan gelar atau menempuh jenjang sekolah tinggi, tetapi tentang membangun pola pikir, keterampilan, dan kesiapan menghadapi tantangan dunia nyata. Jika hanya mengutamakan pemenuhan kebutuhan perut tanpa memberikan akses pendidikan yang berkualitas, maka masyarakat akan terus terjebak dalam lingkaran kemiskinan. Tanpa pendidikan yang baik, peluang untuk meningkatkan kesejahteraan jangka panjang akan semakin kecil, dan rakyat akan terus tergantung pada bantuan sosial yang hanya bersifat sementara.
ADVERTISEMENT
Pendekatan Prabowo yang lebih menitikberatkan pada pemenuhan kebutuhan dasar seperti pangan memang tampak menarik di permukaan, tetapi tidak menyelesaikan masalah utama bangsa. Negara yang hanya fokus pada pangan dan kesejahteraan jangka pendek tanpa memikirkan pengembangan sumber daya manusia akan kehilangan daya saingnya. Dalam jangka panjang, kebijakan semacam ini justru akan membuat Indonesia tertinggal, baik dari segi ekonomi, inovasi, maupun daya saing tenaga kerja.
Jika kita melihat pengalaman negara-negara yang sukses, mereka tidak pernah mengorbankan pendidikan demi kebutuhan pangan semata. Sebaliknya, mereka membangun sistem yang mampu memastikan keduanya berjalan beriringan. Korea Selatan, misalnya, mengalami pertumbuhan ekonomi yang pesat setelah mereka menjadikan pendidikan sebagai prioritas utama. Mereka tidak hanya memberikan akses pendidikan gratis, tetapi juga menekankan pentingnya riset, teknologi, dan inovasi. Hasilnya, mereka mampu mengubah diri dari negara miskin menjadi salah satu negara dengan ekonomi paling maju di dunia dalam beberapa dekade saja.
ADVERTISEMENT
Menganggap pendidikan sebagai hal yang sekadar mendukung adalah kesalahan fatal. Pendidikan adalah fondasi utama untuk menciptakan masyarakat yang mandiri dan mampu beradaptasi dengan perubahan zaman. Jika pemerintah hanya berfokus pada memastikan perut kenyang tanpa membangun kecerdasan dan keterampilan rakyat, maka mereka hanya menciptakan generasi yang mudah dieksploitasi, tidak memiliki daya saing, dan selalu bergantung pada bantuan pemerintah.
Selain itu, dengan menjadikan pendidikan sebagai prioritas kedua, kita juga menghadapi risiko meningkatnya ketimpangan sosial. Orang-orang yang memiliki akses ke pendidikan berkualitas akan semakin maju, sementara mereka yang tidak mendapat kesempatan akan semakin tertinggal. Ketimpangan ini bukan hanya menciptakan kesenjangan ekonomi, tetapi juga dapat meningkatkan ketidakstabilan sosial dan politik.
Pendidikan juga berperan besar dalam menciptakan pemimpin masa depan yang kompeten. Jika sistem pendidikan dikesampingkan, maka kita akan terus mengalami krisis kepemimpinan di berbagai sektor. Tidak cukup hanya memiliki pemimpin yang fokus pada kebutuhan jangka pendek, kita butuh pemimpin yang visioner, berpendidikan, dan mampu merancang kebijakan yang membawa perubahan jangka panjang bagi negara.
ADVERTISEMENT
Jika kita ingin membangun Indonesia yang maju, maka pendidikan harus menjadi prioritas utama, bukan sekadar pendukung. Kita tidak bisa hanya fokus pada memenuhi kebutuhan dasar rakyat tanpa memberikan mereka alat untuk mandiri dan berkembang. Pendidikan yang berkualitas adalah kunci untuk menciptakan masyarakat yang tidak hanya bisa makan, tetapi juga mampu menciptakan masa depan yang lebih baik untuk diri mereka sendiri dan bangsa ini secara keseluruhan.
Anggapan "gapapa gak pinter, yang penting perut kenyang" harus segera ditinggalkan. Jika kita ingin Indonesia menjadi negara yang kuat, sejahtera, dan tidak tertinggal dari negara lain, maka pendidikan harus berada di garis depan, bukan di belakang.