Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.96.0
Konten dari Pengguna
Perempuan Gak Perlu Sekolah Tinggi-tinggi: Pola Pikir yang Harus Kita Hapus!
29 Januari 2025 12:49 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari Ahmad Fahmi Fadilah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Dulu, ada anggapan yang cukup populer di masyarakat kita: "Cewek mah ngapain sekolah tinggi-tinggi, ujung-ujungnya juga ke dapur." Mungkin terdengar seperti nasihat sederhana, tapi kalau kita kupas lebih dalam, kalimat ini sebenarnya mengandung unsur diskriminasi yang cukup serius terhadap perempuan. Apakah anggapan ini masih relevan di zaman sekarang? Dan bagaimana pandangan hukum di Indonesia terhadap hal semacam ini?
ADVERTISEMENT
Pendidikan adalah hak dasar setiap manusia, tanpa melihat gender. Hal ini sudah dijamin dalam Pasal 31 ayat (1) UUD 1945 yang menyatakan bahwa "Setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan." Tidak ada batasan apakah yang dimaksud dengan "warga negara" ini hanya laki-laki saja. Jadi, dari perspektif konstitusi, perempuan memiliki hak yang sama untuk mengenyam pendidikan setinggi-tingginya. Sayangnya, meskipun sudah jelas tertulis dalam hukum, masih banyak yang menganggap bahwa pendidikan tinggi bagi perempuan tidaklah terlalu penting. Alasannya? Karena nantinya mereka akan menikah, menjadi ibu rumah tangga, dan mengurus keluarga. Dengan kata lain, seolah-olah pendidikan perempuan hanya sebatas formalitas sebelum akhirnya menjalani peran domestik.
Pandangan bahwa perempuan tidak perlu sekolah tinggi karena "ujung-ujungnya juga ke dapur" merupakan bentuk diskriminasi gender yang sudah mengakar lama dalam budaya kita. Kalimat ini mengandung asumsi bahwa perempuan hanya memiliki satu jalan hidup: menikah dan mengurus rumah tangga. Ini jelas bertentangan dengan prinsip kesetaraan gender yang dijamin dalam Pasal 28D ayat (1) UUD 1945, yang menyebutkan bahwa "Setiap orang berhak atas perlakuan yang sama di hadapan hukum." Lebih lanjut, Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1984 tentang Pengesahan Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan (CEDAW) juga mengatur bahwa perempuan harus mendapatkan kesempatan yang sama dalam bidang pendidikan dan pekerjaan. Artinya, menghalangi perempuan untuk mengenyam pendidikan yang lebih tinggi dengan alasan gender bukan hanya keliru dari segi moral, tapi juga bertentangan dengan hukum.
ADVERTISEMENT
Ironisnya, anggapan bahwa perempuan hanya perlu "ke dapur" sebenarnya bertentangan dengan fakta bahwa pendidikan tinggi justru membantu perempuan dalam menjalankan perannya sebagai istri, ibu, maupun individu yang berkontribusi dalam masyarakat. Perempuan yang terdidik akan lebih memahami bagaimana mengelola rumah tangga, mendidik anak dengan baik, dan bahkan membantu perekonomian keluarga jika diperlukan. Di era modern, perempuan bukan hanya berperan dalam urusan domestik. Banyak perempuan yang sukses di berbagai bidang seperti hukum, kedokteran, politik, dan bisnis. Mereka membuktikan bahwa pendidikan bukanlah sesuatu yang sia-sia bagi perempuan, melainkan investasi yang berharga bagi masa depan keluarga dan masyarakat secara keseluruhan.
Di dunia kerja, pendidikan yang tinggi membuka lebih banyak peluang bagi perempuan untuk mendapatkan pekerjaan yang layak dan bergaji tinggi. Pasal 5 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan menegaskan bahwa "Setiap tenaga kerja memiliki kesempatan yang sama tanpa diskriminasi untuk memperoleh pekerjaan." Namun, bagaimana seorang perempuan bisa bersaing di dunia kerja jika sejak awal sudah dihalangi untuk menempuh pendidikan tinggi? Lebih dari itu, peraturan dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia menegaskan bahwa "Setiap orang berhak untuk mengembangkan dirinya melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapatkan pendidikan, dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni, dan budaya demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia." Artinya, membatasi perempuan dalam mengakses pendidikan berarti melanggar hak asasi mereka.
ADVERTISEMENT
Kalau kita berpikir lebih jauh, anggapan bahwa perempuan hanya perlu "ke dapur" sebenarnya lebih banyak didasarkan pada budaya patriarki yang sudah ada sejak lama, bukan pada realitas yang sesungguhnya. Masyarakat modern seharusnya mulai memandang pendidikan perempuan sebagai sesuatu yang sama pentingnya dengan pendidikan laki-laki. Apakah perempuan yang berpendidikan tinggi tidak bisa mengurus rumah tangga? Tentu saja bisa! Justru dengan pendidikan yang lebih tinggi, seorang perempuan akan memiliki kemampuan berpikir yang lebih kritis, kemampuan mengelola keuangan keluarga dengan lebih baik, dan bisa menjadi contoh yang baik bagi anak-anaknya. Selain itu, pendidikan tinggi juga memberikan perempuan kesempatan untuk mandiri dan tidak selalu bergantung pada laki-laki. Dengan memiliki keterampilan dan ilmu yang cukup, perempuan dapat tetap berdiri sendiri meskipun menghadapi berbagai tantangan dalam hidup.
ADVERTISEMENT
Jadi, apakah pernyataan "Cewek mah gak usah sekolah tinggi-tinggi, ujung-ujungnya juga ke dapur" termasuk diskriminatif? Jawabannya: iya, sangat diskriminatif! Pernyataan ini bukan hanya membatasi hak perempuan, tetapi juga bertentangan dengan prinsip kesetaraan gender yang dijamin dalam berbagai undang-undang di Indonesia. Di era modern seperti sekarang, perempuan memiliki hak dan kesempatan yang sama untuk mendapatkan pendidikan tinggi dan berkontribusi di berbagai bidang.
Pendidikan bukan hanya sekadar formalitas, tetapi sebuah hak yang harus diperjuangkan. Dengan pendidikan, perempuan tidak hanya dapat menjadi ibu yang baik bagi anak-anaknya, tetapi juga dapat membantu membangun masyarakat yang lebih maju dan beradab. Jadi, kalau ada yang masih beranggapan bahwa perempuan tidak perlu sekolah tinggi, mungkin sudah saatnya kita bantu membuka pikiran mereka. Dunia sudah berubah, dan sudah saatnya kita meninggalkan pola pikir lama yang tidak lagi relevan dengan kenyataan saat ini.
ADVERTISEMENT