Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.94.0
Konten dari Pengguna
Pembelajaran Apresiasi Drama di Sekolah
5 Desember 2020 17:24 WIB
Tulisan dari Slovingka Rizkya F W tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Banyak dari kita yang telah mengenal apa itu drama. Drama merupakan salah satu karya sastra yang bersifat fiktif seperti puisi dan prosa. Drama secara etimologis berasal dari kata draoami yang berarti berbuat, berlaku, atau bertindak (Hassanuddin, 2009: 2). Moulton berpendapat bahwa drama merupakan gambaran kehidupan yang dituangkan ke dalam gerakan serta dialog (Hassanuddin, 2009: 2). Drama sebagai suatu karya sastra memiliki dua dimensi yaitu sebagai genre sastra dan sebagai seni pertunjukan. Naskah drama dapat dianalisis, dipahami, dinikmati, dan dimengerti tanpa harus dipentaskan. Drama sebagai seni pertunjukan terbentuk dari gabungan elemen-elemen seperti musik, dekorasi, tata rias, kostum, tata lampu, dll. Sehingga dapat disimpulkan bahwa drama merupakan rekaan kehidupan manusia yang dipentaskan ke atas panggung berbentuk dialog serta gerak gerik tokoh dengan didukung berbagai elemen seperti tata panggung, kostum, musik, dll.
ADVERTISEMENT
Perkembangan drama di Indonesia dimulai dari masa drama tradisional hingga masa drama modern. Drama tradisional masih bersifat kedaerahan dan terpaku terhadap aturan-aturan kelompok masyarakat tertentu. Drama modern diperkenalkan oleh Agust Mahieu pada tahun 1891 kemudian dikenal istilah sandiwara (Cikawati, 2020: 129). Contoh drama tradisional yakni Ketoprak (Jawa Tengah), Lenong (Betawi), Ubrug (Banten), dll. Adapun tokoh dramawan Indonesia yaitu Utuy Tatang Sontani, Asrul Sani, Nasjah Djamin, Motinggo Busye, Danarto, Putu Wijaya, WS Rendra, dll.
Yuk, Coba Mengapresiasi Drama!
Pembelajaran drama merupakan salah satu materi pada mata pelajaran Bahasa Indonesia yang diajarkan pada jenjang sekolah menengah atas. Keberhasilan pembelajaran apresiasi drama harus memenuhi ketiga aspek yakni aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik. Tercapainya aspek kognitif menyebabkan siswa dapat menggunakan pikirannya dalam kegiatan apresiasi drama. Kata apresiasi berasal dari kata dalam bahasa Inggris appreciation yang berarti penilaian atau penghargaan terhadap sesuatu. Apresiasi drama dikatakan berhasil apabila seseorang memahami dan menghayati suatu drama dengan baik.
ADVERTISEMENT
Sebelum memulai mengapresiasi drama, hendaknya kita menyiapkan diri sebagai calon apresiator. Seorang apresiator harus memiliki kepekaan rasa sehingga dapat memahami keindahan-keindahan dalam pementasan drama. Selain itu, seorang apresiator juga diharuskan memiliki pemahaman terhadap unsur intrinsik, kebahasaan, serta kaitan antara drama dengan potongan kehidupan sehari-hari. Setelah menyiapkan diri sebagai apresiator yang baik, langkah selanjutnya yaitu mulai mengapresiasi drama melalui beberapa tahapan. Tahapan-tahapan apresiasi pementasan drama yaitu mengamati, menghayati, memahami, menanggapi, menilai, dan menerapkan. Apresiator dapat menghayati pementasan drama, memahami pesan-pesan drama, kemudian memberi penilaian dan mencoba membuat dramanya sendiri.
Anwar Effendi menyebut pembelajaran apresiasi drama yaitu siswa mampu memahami unsur-unsur pembentuk drama baik unsur intrinsik maupun ekstrinsik drama. Ia menambahkan, pembelajaran apresiasi drama berkaitan erat dengan keterampilan berbahasa yang lain seperti keterampilan menyimak, berbicara, membaca, dan menulis (Sukmono, 2014: 115).
ADVERTISEMENT
Lalu, Bagaimana Peran Guru terhadap Pembelajaran Apresiasi Drama di Sekolah?
Pembelajaran drama memberikan banyak manfaat bagi siswa di antaranya yaitu menumbuhkan kerjasama antar siswa, memberikan ruang bagi siswa untuk menuangkan kreativitasnya, mengembangkan pengendalian emosi siswa, dan menumbuhkan kepercayaan diri ketika tampil di hadapan umum. Sayangnya, pembelajaran apresiasi drama saat ini masih kurang mendapat perhatian penuh dari guru bahasa Indonesia. Umumnya, guru bahasa Indonesia masih fokus pada pembelajaran keterampilan berbahasa dan mengenyampingkan pembelajaran sastra khususnya drama. Hal itu menyebabkan pembelajaran apresiasi drama tidak berjalan secara optimal. Saat menerangkan, guru hanya terpaku pada teori-teori dalam buku dan tidak menjelaskan bagaimana teknik menganalisis drama secara terperinci. Tanpa bimbingan guru, siswa merasa kesulitan dan tidak mendapat manfaat dari kegiatan apresiasi drama.
ADVERTISEMENT
Untuk mengatasi hal tesebut, guru harus mengajak peserta didik mendalami seluk-beluk drama dan teater. Ketika pembelajaran apresiasi drama berlangsung, guru harus membuat suasana kelas menjadi lebih hidup dan tidak monoton sehingga siswa merasa senang dan tidak bosan. Guru dapat membangun diskusi kelas agar terjadi tukar pikiran antar siswa dan tidak terpaku oleh buku dalam menyampaikan materi. Guru dapat memanfaatkan media audio visual untuk mendukung pembelajaran apresiasi drama dengan menampilkan video pementasan drama. Hal ini akan membantu siswa memahami bagaimana pengembangan karakter tokoh, konflik yang dialami tokoh, dialog, alur, amanat, serta unsur-unsur lain. Dengan berhasilnya pembelajaran apresiasi drama membuat kepercayaan diri, kepekaan rasa, pemikiran kritis, serta rasa bertanggung jawab siswa makin berkembang.
ADVERTISEMENT