Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Merdeka Berbagi
17 Agustus 2021 12:39 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari Suhito tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Hari ini. Adalah hari yang sama-sama kita nantikan. Hari yang sama-sama juga kita rayakan. Semua kita tahu dan menanti kehadirannya. Sebuah hari, di mana kita bersama merayakan Kemerdekaan Bangsa.
ADVERTISEMENT
Hari ini, 76 tahun sudah usia kemerdekaan bangsa. Tentu akan ada sebuah rasa syukur yang harus terucap di lisan. Akan ada sebuah rasa bangga yang pasti tertancap di sanubari. Sederhana, mengapa rasa-rasa itu harus ada? Jelas, karena kita telah melewati masa-masa penjajahan yang ratusan tahun lamanya.
Hari ini, terhitung dari 17 Agustus 1945 lalu, kita sudah tidak lagi menjadi bangsa yang terjajah. Kita Merdeka. Kemudian, kemerdekaan yang kini dimiliki pun telah diakui di mata dunia. Tanpa terkecuali. Tanpa syarat.
Lebih dari tiga perempat abad sudah bangsa ini berjalan dari titik proklamasi kemerdekaannya. Beragam pengorbanan yang telah terlewati. Bukan sekadar luka dan air mata. Lebih dari itu adalah pengorbanan nyawa demi mewujudkan sebuah mimpi bersama. Cita-cita mulia. Menjadi negara merdeka.
ADVERTISEMENT
Walau kemudian, yang berkorban tidak harus merasakan hasil dari pengorbanannya. Tapi inilah sebuah pengorbanan tertinggi dalam kehidupan itu. Orientasinya bukan hanya untuk kepentingan diri dan kelompok. Tapi untuk sebuah kemenangan bersama. Walau sekali lagi, buah kemenangan itu tak sempat dirasakannya.
Maka, di tengah semangat kita untuk selalu berkomitmen mengisi hari-hari bangsa yang telah merdeka ini. Perlu kiranya untuk bersama kita gelorakan semangat pengorbanan pejuang bangsa. Pejuang yang telah gugur sebagai syuhada itu. Pengorbanan yang bukan untuk kepentingan sesaat. Bukan pula untuk memuaskan ego diri, untuk pencitraan, terlebih lagi hanya sebagai alat mengejar kekuasaan. Pengorbanan mereka adalah pengorbanan suci. Kepentingan bangsa dan negara di atas segalanya.
Sekarang, semangat–semangat pengorbanan ini haruslah menjadi landasan dalam kehidupan. Apalagi di tengah pandemi yang banyak mengancam berbagai sektor. Banyak yang bertumbangan. Tidak sedikit yang goyang. Kita harus bangkit untuk senantiasa berkolaborasi. Mengembalikan gairah hidup untuk bahagia dan sejahtera bersama.
ADVERTISEMENT
Pandemi telah memberi memberikan banyak dampak. Mulai dari kehilangan pendapatan, kehilangan keluarga, bahkan juga di antaranya harus kehilangan nyawa. Maka, upaya saling menguatkan harus segera dan terus dihadirkan.
Tentu kita tidak ingin hadirnya tawa di samping yang terluka. Kita tidak menghendaki hadirnya sosok yang sibuk menumpuk harta di tengah banyaknya korban pemutusan hubungan kerja. Apalagi sampai memanfaatkan situasi, sibuk mengejar tenar sementara di sampingnya terkapar karena lapar.
Meskipun ini bukan zaman perang. Tidak ada lagi baku tembak yang terjadi. Tidak ada lagi upaya mengusir penjajahan. Tapi, hari-hari yang telah kita lewati bahkan hari-hari ke depan akan masih banyak hadirnya ketimpangan.
Jalan terbaik, agar ketimpangan tidak semakin melebar. Ada baiknya kita mengetuk hati masing-masing untuk menguatkan semangat saling berbagi. Setidaknya bisa meringankan beban yang sedang ‘terluka’ akibat pukulan dahsyat dari pandemi ini.
ADVERTISEMENT
Kita tentu berharap tidak akan ada lagi korban-korban baru. Namun, dampak yang telah terjadi tidak bisa dipungkiri. Tidak bisa kita abaikan. Data sudah tersajikan. Fakta sudah memperlihatkan. Menutup mata alias tidak peduli atas realitas ini, itu sama artinya dengan menyia-nyiakan pengorbanan para pejuang bangsa terdahulu. Sekali lagi, bukankah hakikat diraihnya kemerdekaan bangsa itu untuk mensejahterakan masyarakatnya? Untuk bahagia dan sejahtera bersama.
Saling berbagi, tidak hanya meringankan beban yang diberi. Lebih luas, beban bangsa yang semakin banyak inipun bisa perlahan-lahan terurai. Pun, saling berbagi bukan hanya soal materi semata. Minimal memiliki empati atas setiap musibah yang terjadi. Baik yang menimpa kerabat dekat maupun yang menimpa setiap insan di bumi (Indonesia) ini.
ADVERTISEMENT
Saling berbagi tidak akan merugi. Apalagi jika itu dilakukan dengan keikhlasan nurani. Bukan untuk pencitraan, bukan pula alat untuk mengejar kekuasaan.
Saling berbagi akan membuat kita kuat bersama, hidup bersama, dan kelak akan sejahtera bersama. Maka sebenarnya, akan ada banyak alasan untuk kita selalu bisa berbagi. Ada banyak pilihan tentang apa dan siapa yang harus diberi.
Oleh karena itu, semoga momentum HUT RI di tahun 2021 ini menjadi satu titik tolak untuk kita saling menguatkan diri. Untuk kemudian bertransformasi menjadi manusia yang Merdeka dalam Berbagi. Semoga!
Suhito, Direktur Eksekutif Rumah Sosial Kutub