Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Melepasmu untuk Semakin Mencintaimu, Manunggal walau Raga Tak Bersatu
25 Mei 2018 17:45 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:08 WIB
Tulisan dari Soezono Eben Ezer Sarsum tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
"Yaa ini (Jilbab) Ainun ini tiap malam dibawah bantal saya saya bungkus dan ini jilbab penghabisan dia pake dan waktu dia sebagai jenazah di transport (Ambulans) ini penutup wajahnya dan saya pakai," ucap Habibie saat aku tanyakan syal berwarna putih gading yang terpasang di lehernya milik siapa.
ADVERTISEMENT
Kala itu jawaban tersebut membuat jantungku berdegup kencang senja itupun tidak terasa berlalu hingga acara "Sewindu memperingati Wafatnya Hj Hasri Ainun Habibie (Ainun)" di kediaman Habibie, Jakarta Selatan telah usai.
Aku tidak sadar jawaban-jawaban Pak Habibie saat sesi doorstop media saat itu ternyata sudah membawa jiwaku melayang; merasakan bagaimana hangatnya cinta sejati yang tetap bertumbuh dan mekar meski yang dicintai sudah tidur dan istrahat damai selamanya bersama Ilahi.
Kehendak Ilahi adalah takdir paling tinggi, Ainun meninggalkan Habibie dengan sejuta cerita dan cinta sejati yang mengoreskan bahagia dan kasih sayang yang terlukis kekal di hati yang tak terhapus dan tak terganti.
ADVERTISEMENT
Akupun terus memandang wajah Presiden RI yang ketiga ini dengan saksama, raut wajahnya dan mata berkaca-kaca jelas terlihat dari eyang. Aku pun terus terbawa suasana dan ingin tahu apa yang eyang rasakan selama ia sudah berpisah dengan Ibu Ainun.
"Eyang apakah eyang masih rindu dengan ibu Ainun hingga saat ini? tanyaku. Sengaja aku tanyakan itu pada eyang, karena saat itu sejak eyang berbicara, syal tiba-tiba saja aku merindukan sosok kekasihku yang kebetulan dahulu aku ia bekali dengan sebuah syal untuk liputan-- sebelum ia meninggalkan Jakarta dan bekerja di sebuah kota jauh di sana. Lantas akupun ingin merasakan kerinduan eyang lebih dalam.
Mata dan wajah eyang pun menorehku dan sembari tersenyum dengan senyum khasnya ia berkata.
ADVERTISEMENT
"Oh ya setiap detik saya kehilangan. Saya berdoa saya baca yassin tiap malam untuk dua orang yaitu untuk Ibu Ainun dan ibu yang melahirkan saya," ujar eyang.
Ahh, semakin dadaku terasa berat ditusuk oleh kalimat eyang yang lugas itu. Apalagi ia bercerita saat ia rindu kepada Ibu Ainun dan berusaha menjadi lelaki yang terbaik bagi Ibu Ainun.
"Saya rindu semua. Kalau dia marah-marah saya. Dulu waktu saya muda, bersama ibu Ainun sering diskusi dan saya gak pernah berantam sih saya usaha menjadi orang baik," ujar eyang.
Ini sungguh berat pikirku dalam hati menjadi lelaki yang sabar dan melepas ego adalah hal yang terberat pikirku. Bagaimana aku bisa jadi lelaki yang bisa berdamai dengan orang lain untuk berdamai dengan diriku sendiri aku juga belum bisa pikirku dalam hati saat itu.
ADVERTISEMENT
Namun, dari sajak puisi yang eang bacakan khusus malam itu aku sadar cinta sejati itu bukan soal memahami saja, tapi soal pengorbanan, kesetiaan hingga kerelaan hati. Dalam bait puisinya jelas eyang, ibu Ainun masih hidup dan masih berada bersama eyang. Hal yang sulit untuk dilakukan.
Saat itu aku coba menuliskan ulang puisi eyang (maaf ya eyang jikalau eyang baca tulisan ini ada penulisan yang salah dalam sajak puisimu).
Ainun
Ragamu di taman pahlawan bersama para pahlawan bangsa lainnya
Jiwa, roh, batin, dan nuranimu telah menyatu dengan saya.
Di mana ada Ainun ada Habibie, di mana ada Habibie ada Ainun.
Tetap manunggal, menyatu, dan tak terpisahkan lagi sepanjang masa
ADVERTISEMENT
Bibit cinta Ilahi, kami siram dengan kasih sayang, nilai iman, takwa, dan budaya.
Murni, suci, sejati, sempurna, dan abadi sepanjang masa.
Lindungilah kami dari segala godaan gangguan yang mencemari cinta kami
Perekat jiwa, roh, batin, dan nurani, Kami menjadi satu dan manunggal
Seribu hari, seribu tahun, seribu juta tahun, Ainun dan Habibie
Mengatasi tantangan badai kehidupan, berlayar ke akhirat dimensi apa saja
Dipisahkan maut sewindu yang lalu, namun tetap manunggal sampai akhirat
Mengatasi segala tantangan dan perubahan bersama sesuai kehendak-Mu Allah SWT.
Dari sajak puisi eyang, aku bisa belajar bahwa cinta kita melukiskan sejarah; menggelarkan cerita penuh suka cita; sehingga siapa pun insan Tuhan pasti tahu cinta kita sejati.
ADVERTISEMENT
Dari eyang juga aku belajar merelakan orang tercinta bukan berarti cinta akan mati, namun kembali tumbuh mekar dan terus berada dalam sanubari.
Manunggal walau tidak sama adalah hal yang paling sulit bagi seorang lelaki, manunggal di saat bersama saja mungkin juga aku belum bisa jamin untuk kokoh berdiri. Sampai kapanpun, Ainun tetap punya Habibie, dan Habibie punya Ainun-- itu pesannya.
Eyang juga pernah mengalami hal-hal sulit dalam masa asmaranya, hingga ia bisa menuai yang manis di akhir penantiannya.
ADVERTISEMENT
Malam itu pun begitu bermakna bagiku melihat seluruh koleksi-koleksi foto Ibu Ainun dan eyang yang tertempel di dinding rumah kediamannya. Senyum mereka begitu memesona. Kutatap bingkai foto eyang dan Ibu Ainun-- dalam hati aku ingin bicara aku ingin membahagiakan wanita yang sudah melahirkanku sekarang, dan juga membahagiakan wanita yang aku miliki saat ini dan nantinya akan aku jadikan calon teman hidupku dan ibu dari anak anakku kelak.
Untuk orang orang tersayang di manapun berada, aku tetaplah aku, eyang tetaplah eyang, dan Ibu Ainun tetaplah Ibu Ainun, namun cinta sejati tidak memandang siapa kita, cinta sejati ada bagi kita yang berjuang dan terus berdoa. Semoga kita bahagia terkasih hingga rambut menua dan kulit keriput bersentuh mesra.
ADVERTISEMENT
Malam itu berakhir sudah waktuku di kediaman eyang, kulangkahkan kakiku, kubawa semua kekuatan cinta yang eyang berikan dalam jiwa. Kusimpan dalam hati dan aku berdoa agar Tuhan kiranya menjadikan aku lelaki mencintai dengan setia. Kututup bola mataku dan malam itu pun berakhir indah.
"Akhirnya aku simpulkan Kesetiaan berarti ketulusan untuk menyimpan satu hati di dalam hati, dan berjanji untuk tidak akan mengkhianati"